Film dokumenter Pesantren (A Boarding School) karya sutradara Shalahuddin Siregar rencananya akan dirilis pada akhir 2019 dan setelah itu diputar dengan kegiatan interaktif di berbagai kota di Indonesia untuk mempromosikan solidaritas dan tenggang rasa antar sesama anggota masyarakat.
 
Film Pesantren bercerita tentang kehidupan santri-santri muda selama satu tahun di Pondok Kebun Jambu Al-Islamy, sebuah pesantren di Cirebon, Jawa Barat. Pesantren yang dipimpin oleh seorang ulama perempuan ini menjadi rumah bagi 1.200 santri muda, yang dididik untuk menjadi mandiri, kritis, dan menghargai semua makhluk hidup tanpa kecuali.  Melalui film ini, kita akan menyaksikan wajah Islam yang progresif—yang sangat berbeda dari citra Islam yang belakangan mulai diusik oleh pengaruh politik konservatif, hoaks, dan ekstrimisme agama. Film Pesantren memberikan harapan, menunjukkan salah satu benteng pertahanan masa depan untuk menjaga demokrasi dan solidaritas antar umat beragama di Indonesia.
 
Rangkaian pemutaran dan kegiatan interaktif film Pesantren ini dikelola oleh BesiBerani —lembaga interferensi sosial melalui medium film. Melalui rangkaian kegiatan tersebut, kami tidak hanya akan memutarkan film, tapi juga berdiskusi secara interaktif untuk memahami kebajikan toleransi, mengolah jenis pendidikan yang fokus pada pembangunan karakter, serta menginspirasi model-model kegiatan sosial yang dapat mendukung solidaritas dan tenggang rasa antar sesama anggota masyarakat.
 
Kamu bisa membantu kami mempromosikan spirit solidaritas dan tenggang rasa dengan mengikuti tantangan ini. Bagi kamu yang pernah tinggal di pesantren, upload fotomu dengan caption tentang pengalaman kamu yang paling berkesan selama di pesantren. Cerita-cerita kamu akan membantu kami menyebarluaskan nilai-nilai yang diusung film ini. Berbagi satu ceritamu sama dengan berdonasi sebesar Rp10.000 untuk membantu kami mendanai rangkaian pemutaran dan kegiatan interaktif film Pesantren di berbagai kota di Indonesia.

damaibisakarenabiasa

Menghargai Perbedaan, Merawat Kebersamaan

International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) is the world’s largest and most prestigious documentary film festival. Our film will be presented this year, in the Luminous—a program which includes films that immerse the viewer in a cinematic experience; films that redeem the beauty of human relationships, expression and empathy. These documentaries are character-, story- or author-driven, and make the universal tangible through the individual.

Sarah Dawson—the programmer of Luminous—said, “the (filmmaker’s) observational style allows the stories of the young people to emerge on their own terms in a way that is empowering and generous. There is a lot of wonderful wisdom to be absorbed from both the educators and the students no matter one's faith or identity and, in the end, it left me with a sense of hopefulness for the world.”

“A Boarding School” will be screened 4 times during the festival, on these dates
- 23 Nov, 08:45 PM at Pathé De Munt
- 25 Nov, 04:30 PM at Pathé Tuschinski
- 28 Nov, 09:30 PM at Rialto
- 01 Dec, 10:15 AM at Pathé Tuschinski

Tickets sales to the screenings are open starting 7 NOV on the festival's website. Please tap on LEARN button above to access the link.

The director will attend the Q&A after the premiere and will be around after the second screening as well.

If you haven’t had the chance to come see the film yet, let’s watch the trailer at s.id/trailerPESANTREN for now 🤗

—

International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) 2019. IDFA adalah festival dokumenter paling bergengsi dan terbesar di dunia. Film “A Boarding School” masuk di Luminous, sebuah program untuk film-film yang mampu menenggelamkan para penontonnya dalam pengalaman sinematik, film yang digerakkan oleh tokoh, cerita, maupun pembuat film. Luminous hadir untuk memulihkan keindahan relasi, ekspresi dan rasa empati manusia dan membuat yang universal menjadi nyata lewat individu-individu dalam film-film terpilih.

Menurut programer program Luminous Sarah Dawson, “gaya observasional (sutradara) memberi kekuatan kepada anak-anak muda yang menjadi subyek film ini sehingga mereka mampu menceritakan kisah mereka sendiri. Kita bisa belajar banyak dari guru-guru maupun pelajar dalam film ini, apapun kepercayaan atau identitas kita. Buat saya sendiri, film ini membuat saya merasa lebih punya harapan tentang dunia.”

“A Boarding School” akan ditayangkan sebanyak 4 kali selama festival berlangsung, di tanggal:
- 23 Nov, 20:45 di Pathé De Munt
- 25 Nov, 16:30 di Pathé Tuschinski
- 28 Nov, 21:30 di Rialto
- 01 Des, 10:15 di Pathé Tuschinski

Penjualan tiket untuk menonton film ini di IDFA sudah dibuka sejak 7 NOV di situs festival. Silakan ketuk tombol LEARN di pojok kanan atas untuk membuka tautannya.

Sutradara, Shalahuddin Siregar, akan hadir untuk sesi tanya jawab seusai pemutaran perdana.

Bagi yang belum bisa hadir, mari saksikan dulu trailer film ini di s.id/trailerPESANTREN 🤗

“A Boarding School” [PESANTREN] is premiering in IDFA 2019!

Industri perfilman telah menjadi bagian hidup saya sejak tahun 2004. Sebagai seorang produser dan manajer program, saya pernah tergabung dalam pengelolaan kegiatan-kegiatan perfilman di festival film Europe on Screen (2012-2014), In-Docs (2015-2016), dan kineforum (2017-2018). Selain itu, perjalanan panjang ini telah melibatkan saya di bidang produksi film, beberapa di antaranya adalah dalam pembuatan film panjang “Jermal” (2008), film pendek “Payung Merah” (2010), “Dino” (2013), dan dokumenter “Stories of Recovery: 10 Years after Tsunami” (2014).

Saya percaya bahwa film adalah media komunikasi yang punya potensi tinggi untuk memengaruhi dan menginspirasi orang banyak. Untuk itu, saya kerap mencari cara baru untuk bekerja dengan film dan mengembangkan jejaring di luar komunitas dan industri film.

Di tahun 2018, saya bersama dua rekan—Rival Ahmad dan Ardi Yunanto—memulai BesiBerani, sebuah intereferensi sosial melalui medium film. Kami membuat Alteraksi—sebuah program kombinasi film dan metode fasilitasi sebagai alat untuk mengajak kita semua untuk membicarakan sekaligus mengalami beragam opini, pandangan, perasaan, dan pemikiran mengenai persoalan keragaman, keadilan, dan inklusi sosial dalam hidup sehari-hari.

Saat ini, BesiBerani juga bertanggung jawab untuk merancang dan melaksanakan kegiatan distribusi berdampak untuk sebuah film dokumenter panjang yang berjudul “Pesantren”, karya Shalahuddin Siregar.

Ada Apa di “Pesantren”?

Hai changemakers!

Kami akan hadir di Community Networking Nite (COMET) yang diadakan oleh @campaign

Dengan tema "Documentary Film #ForChange", kita bisa bertemu untuk berjejaring dan menonton 5 trailer film dokumenter peserta program Good Pitch Indonesia 2019. Salah satunya, tentu film “Pesantren”.

Mari bersua pada Senin, 30 September 2019, pukul 18:00 - 21:00 di markas @campaign

Untuk mendaftar, kalian tinggal RSVP di bit.ly/rsvpcomet ya! Ajak juga teman-temanmu! Nanti kalau kamu mau mengajak lebih dari 5 orang teman-teman di komunitas kamu tinggal submit RSVP formnya dua kali.

Sampai jumpa di COMET: Documentary Film #ForChange ya Changemakers!

Mari jumpa di Community Networking Nite, 30 September 2019

Pada 5 September 2019 lalu, film “Pesantren” (A Boarding School) turut berpartisipasi dalam acara Live Event - Good Pitch Indonesia 2019. Acara yang diselenggarakan In-Docs tersebut berlangsung di Grand Ballroom, Hotel J. S. Luwansa. Pada kesempatan tersebut, sutradara Shalahuddin Siregar dan produser dampak Suryani Liauw mempresentasikan film “Pesantren” dan memberikan kesempatan bagi para hadirin dari berbagai latar belakang untuk memberikan beragam bentuk dukungan terhadap film ini. 

Update tentang film “Pesantren” bisa diikuti via https://fb.me/filmPESANTREN dan https://www.instagram.com/filmpesantren/

—

Terima kasih untuk teman-teman yang sudah berpartisipasi dalam Challenge di platform campaign.com ini, baik dengan #BerbagiRomantikaPondok maupun menitipkan #PesanUntukParaSantri. Senang sekali melihat berbagai cerita yang bisa menguatkan spirit solidaritas dan tenggang rasa antar sesama anggota masyarakat, sesuai dengan semangat yang hendak diusung melalui film “Pesantren”. 

Bagi yang belum ikutan dan ingin ikut mendukung film ini, kamu bisa melihat posting “Challenge” di linimasa campaign #DamaiBisaKarenaBiasa. Caranya sederhana saja, kamu bisa mengunggah foto dan berbagi cerita dalam caption.

Mari dukung film “Pesantren” agar bisa ditonton publik luas, membangun ruang diskusi, dan memantik perubahan sosial di masyarakat. Sebarkan dan ajak teman-teman lainnya untuk ikut berpartisipasi #damaibisakarenabiasa, ya!

Bersama Dukung Distribusi Berdampak Film “Pesantren” 

Pesantren, sebuah dokumenter yang dibuat dengan pendekatan observasional, mengajak penonton untuk menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Cirebon. Institusi pendidikan tradisional berbasis agama Islam yang dipimpin seorang ulama perempuan ini adalah sekolah dan rumah bagi 1.200 santri. Di sana, santri-santri dididik untuk menghargai dan mengasihi semua ciptaan Allah tanpa terkecuali.

Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara tempat Islam dan demokrasi bisa hidup berdampingan. Sayangnya, toleransi beragama dan keragaman belakangan ini mulai diusik oleh pengaruh politik konservatif, hoaks,dan ekstrimisme agama yang berkembang pesat. Salah satu pernyataan yang digembar- gemborkan para politikus sayap kanan dan kaum konservatif adalah bahwa prinsip demokrasi tidak sesuai dengan ajaran Islam. Film ini menawarkan pandangan berbeda atas pernyataan tersebut.

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki lebih dari
25.000 pesantren, rumah dan sekolah bagi sekitar empat juta santri. Di pesantren, para santri dididik untuk berpikir mandiri dan kritis dalam menafsirkan ayat-ayat kitab suci dan pengetahuan modern yang sejalan dengan ajaran Islam—proses pembelajaran yang jauh lebih penting daripada sekadar mengejar kelulusan.

Film ini bertempat di Pondok Kebun Jambu, pesantren tradisional yang unik karena dipimpin oleh seorang perempuan, Nyai Masriah Amva. Sebagai salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Pondok Kebon Jambu menampung lebih dari 1.200 santri muda berumur antara 12-22 tahun. Pesantren tradisional seperti Pondok Kebun Jambu justru merupakan salah satu benteng pertahanan masa depan untuk menangkal ancaman intoleransi di Indonesia.

Dengan pendekatan observasional, film dokumenter ini mengikuti kehidupan dua santri dan dua guru muda menjalani berbagai kegiatan pada dua bulan terakhir tahun ajaran mereka di pesantren. Dari kepingan-kepingan cerita, kita bisa melihat bagaimana para tokoh berinteraksi secara hangat dengan para penghuni pesantren dan masyarakat sekitar. Film ini menyuguhkan gambaran Islam yang jarang terlihat di media massa.

Pesantren akan selesai pada kuartal terakhir 2019. Film akan dirilis di festival pada akhir 2019/ awal 2020.
