Belum lama ini, kita memperoleh kabar buruk mengenai perundungan dan pelecehan seksual salah satu pegawai KPI Pusat. Korban merupakan seorang pria dengan inisial MS. Kasus ini merupakan bukti kalau pelecehan seksual nggak hanya terjadi pada perempuan saja, lho.
Ngomong-ngomong soal apa yang dialami korban pelecehan seksual. Champ turut ikut sedih, dan mendukung para korban agar tetap mendapatkan haknya.
Karena menjadi korban bukanlah hal yang mudah. Sering banget korban memilih diam dan menyimpan kejadian memilukan itu sendirian. Alasannya bisa karena malu, takut disalahkan, diancam oleh pelaku atau orang terdekat, sampai stigma oleh masyarakat sekitar yang masih sering menyalahkan korban. Apalagi kalau korbannya laki-laki.
Tapi, sebelum lanjut kira-kira apa sih yang dimaksud pelecehan seksual?
Pelecehan seksual itu adalah segala tindakan seksual yang dipaksakan atau diancam pada korban, baik itu berupa lisan, fisik, atau isyarat tertentu yang membuat mereka merasa tersinggung, dipermalukan, bahkan terintimidasi.
(Foto: katadata.co.id)
Pelecehan seksual ini bisa terjadi kepada siapa saja terlepas dari gendernya. Menurut data dari jurnal "The facts behind the #metoo movement: A national study on sexual harassment and assault", sebanyak 81% perempuan dan 43% laki-laki di Amerika Serikat, melaporkan tindakan pelecehan seksual.
Sedangkan di Indonesia sendiri, Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) mengumumkan hasil Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik. Sebanyak 62.224 responden mengikuti survei yang dilakukan pada 2018. Hasilnya, sebanyak 64% perempuan, 11% laki-laki, dan 69% gender lain pernah mengalami pelecehan seksual.
Dari data terkait pelaporan pelecehan seksual. Mayoritas pelapor adalah perempuan dan gender lainnya, dengan presentasi laki-laki lebih sedikit. Padahal, bisa jadi angka pelecehan yang terjadi terhadap laki-laki lebih tinggi, tetapi korban enggan melapor.
Terus, kenapa korban laki-laki lebih enggan melapor?
Keengganan korban laki-laki disebabkan oleh beberapa hal. Seperti konsep maskulinitas yang mengharuskan kalau laki-laki harus kuat, gagah, tidak boleh cengeng, dan harus berani.
Sempitnya sudut pandang masyarakat dan respons negatif kasus pelecehan seksual terhadap laki-laki membuat korban enggan untuk speak up.
Masyarakat cenderung menyudutkan korban terkait bagaimana seharusnya bisa membela diri dan bagaimana mereka berpenampilan. Ketika seorang laki-laki menjadi korban pelecehan seksual, identitas personal mereka mulai terganggu dan mulai mempertanyakan orientasi seksual korban. "apa bakalan jadi gay?"
Sering banget masyarakat mempertanyakan maskulinitas laki-laki dengan tudingan-tudingan, “kenapa nggak melawan?” “kok nggak kabur? Apa jangan-jangan kamu menikmati perilaku itu ya?”
Miris sekali, kondisi lingkungan masyarakat yang belum mendukung korban untuk berani speak up. Dari sini wajar saja, kalau korban baru berani speak up beberapa bulan atau tahun setelah sembuh dari luka mental.
(Foto: kompas.com)
Bagaimana pelecehan dapat mengganggu kesehatan mental korban?
Dilansir dari alodokter, seseorang setelahnya mengalami pelecehan seksual, bisa mengalami beberapa tanda atau gejala berikut:
1. Mudah marah
2. Merasa takut atau tidak aman
3. Merasa bersalah atau membenci diri sendiri
4. Mengalami gangguan tidur dan kecemasan
5. Sulit mempercayai orang lain
Selain itu, korban pelecehan seksual yang tidak mendapatkan pertolongan juga berisiko tinggi untuk mengalami berbagai masalah psikologis, seperti depresi, PTSD (post trauma stress disorder) hingga resiko bunuh diri.
(Foto: verywellminded.com)
Apa yang bisa kita lakukan untuk menolong korban pelecehan seksual?
Nah, setelah mengetahui dampak buruk terhadap kesehatan mental yang membahayakan jiwa korban. Kita perlu mendukung korban dengan cara tidak menghakimi korban yang speak up, serta memberi dukungan terhadap mereka.
Bentuk dukungan ini bisa melalui kalimat penyemangat, mengikuti kampanye anti pelecehan seksual dan kamu juga bisa lho, membantu proses healing kesehatan mental korban dengan mengikuti Challenge Berani Keluar dari Toxic Relationship dan Memilih untuk Self Love di kampanye #WhereWeCare dari Teman Bincang yang disponsori oleh Yayasan Dunia Lebih Baik.
Seluruh aksi yang sudah kamu selesaikan akan membuka donasi sebesar 5 ribu rupiah dan seluruh donasinya akan digunakan untuk membuat program e-counseling dan memberikan konseling gratis dengan psikolog untuk 5 orang yang membutuhkan. Yuk, mulai menolong mereka dari langkah kecil!
Referensi:
Kearl, H. (2018). The facts behind the #MeToo movement. Reston, Va.: Stop Street Harassment.
https://m.kumparan.com/amp/sudianayudi98/stereotip-maskulinitas-di-tengah-sexual-harassment-pada-laki-laki-1vhfXkFKgfH
https://www.alodokter.com/perhatikan-hal-hal-berikut-jika-anda-mengalami-pelecehan-seksual
https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a4c4a98d99/pelecehan-seksual-masih-menghantui