Hai, Changemakers!
Gimana kabarnya hari ini? Ngomong-ngomong, kamu tahu nggak, kalau tanggal 1 Desember kemarin kita memperingati Hari AIDS Sedunia? Untuk memperingati Hari AIDS Sedunia, Campaign bersama Sensitif VIVO menggelar diskusi bertajuk “Perjalanan Panjang Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) Inklusif” untuk menekan angka kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Eh, masa sih Champ? Belum dapat infonya, nih. Iya teman-teman, acaranya memang khusus diadain untuk teman-teman kalangan jurnalis dan blogger. Eitss… jangan sedih. Champ bakal bocorin apa aja yang dibahas dalam diskusinya, spesial buat teman-teman Changemakers.
Acara dimulai dari kata sambutan dari Kak Ahmad Fathul Aziz selaku Engagement Lead dari Campaign.com. Sesuai dengan judul acaranya bersama Sensitif Vivo, acara ini juga dihadiri Bapak Yoevan Wiraatmaja selaku CEO dari PT Danpac Pharma yang turut memberikan opening remarks. Bagi yang belum tahu, Sensitif Vivo adalah salah satu produk yang berkaitan dalam kesehatan seksual. Selanjutnya, masuk ke sesi utama, yaitu diskusi interaktif dengan para pemateri yang luar biasa yang dimoderatori oleh Kak Hani selaku Senior Public Relations dari Campaign.com.
Kalau kamu belum tahu, Champ kasih tahu deh! Ada Kak Devi Asmarani, selaku Co-Founder dan Chief Editor Magdalene, media online berperspektif gender. Kemudian, ada Kak Putri Widi, seorang dokter dan peneliti sekaligus aktivis kesetaraan gender dan kesehatan global, Kak Ni Putu Candra, seorang pengacara HAM sekaligus pendiri Bumi Setara, dan Kak Nissi Taruli Felicia, seorang aktivis Tuli yang juga pendiri kelompok Feminis Tuli Feministhemis.
Diskusi diawali dengan pemaparan Kak Devi Asmarani mengenai masih adanya ketimpangan dalam pemenuhan HKSR di Indonesia akibat pembicaraan tentang edukasi seks yang masih dianggap tabu di masyarakat. Remaja seringkali dianggap belum pantas membahas isu ini. Namun, faktanya mereka memiliki risiko yang sama dengan orang dewasa, mulai penularan HIV/AIDS sampai penyakit seksual menular lainnya. Sifat tabu ini juga diturunkan kepada kurikulum pendidikan di mana belum adanya materi berfokus pada seksualitas, consent, dan relasi gender yang komprehensif.
Lebih lanjut, Kak Putri memberikan pemahaman seperti apa pemenuhan HKSR yang ideal. Sederhananya, konsep HKSR adalah gabungan dari dua konsep, kesehatan dan hak. Kemudian, setiap konsep itu terbagi lagi terkait seksual dan reproduksi. Berbeda dengan hak reproduksi, hak seksual ini jarang sekali dibahas dan digunakan dalam kebijakan di Indonesia.
Padahal, seksualitas itu berkaitan dengan cara berinteraksi dengan orang lain dan mengenali diri sendiri, bukan hanya tentang hubungan seksual semata. Idealnya, pembahasan HKSR harus komprehensif dan mencakup hak yang dilindungi, tanpa memandang perbedaan, dan bias-bias yang tanpa sadar membatasi HAM.
Kak Chandra juga sepemikiran. Menurutnya, meskipun Indonesia sudah ada undang-undang HAM. Namun, nggak serta merta dapat dengan mudah diadaptasi ke dalam masyarakat Indonesia. Mengapa? Karena masih ada benturan dengan nilai budaya dan nilai agama di Indonesia. Isu HKSR itu erat berkaitan dengan gender, makanya perjalanannya masih panjang, dan butuh effort yang lebih agar inklusif.
Kak Nissi bersama kelompok Feministhemis menjadi saksi bagaimana pendidikan seksual dan pemenuhan HKSR nggak inklusif dan sulit diakses oleh teman-teman Tuli di Indonesia. Nggak hanya itu, penting juga mengikutsertakan teman Tuli untuk bisa menyuarakan isu HKSR karena perspektif antara teman Tuli dengan orang biasa itu berbeda. Menurut penelitian Kak Nissi bersama Feministhemis, tahun lalu, masih banyak teman-teman Tuli yang nggak paham tentang HIV/AIDS. Dari 85 orang yang disurvei, hanya sekitar 30% yang tahu tentang HIV/AIDS. Tentunya hal ini mengakibatkan mereka rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Dari diskusi ini, dapat disimpulkan bahwa perjalanan penerapan HKSR di Indonesia masih sangat panjang. Tapi masih ada kesempatan, jika semua pihak turut serta dalam memenuhi HKSR bagi setiap individu, tanpa memandang gender.
Yuk, bersama-sama memperjuangkan HKSR untuk menekan HIV/AIDS di Indonesia. Salah satunya dengan ikutan Challenge Aku tau dan Aku Jauhi Virusnya dari Raja Youth Center Jambi dan disponsori oleh Sensitif VIVO. Dengan menyelesaikan Challenge ini, kamu telah berdonasi sebesar 25 ribu rupiah.
Donasi ini nantinya bakal dipakai buat kegiatan Talkshow hari HIV/AIDS di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Provinsi Jambi dan capacity building Youth Camp bagi remaja Raja Youth Center Jambi pada bulan Februari dan April mendatang.
Yuk, ikutin Challenge-nya dan bantu sebarkan pemahaman HKSR guna menekan HIV/AIDS di Indonesia!