Hai, Changemakers!
Pada pekan lalu, ada satu kegiatan yang super menarik nih, dari Campaign.com dan KBRI Lima! Wah, apa tuh Champ? Kegiatan Webinar Mainstreaming Diversity: Preserving Local Wisdom of Indonesia and Peru pada tanggal 18 Desember! Ayoo, buat kalian yang sempat hadir di acaranya, share kesan di kolom komentar, yuk!
Webinar tersebut membahas terkait perlindungan kekayaan intelektual yang dilakukan di Peru dan Indonesia. Nah, Pak Andres Valladolid dari National Anti-Biopiracy Commision di Peru dan Pak Antonius Yudi Triantoro dari Kementerian Luar Negeri Indonesia berkesempatan untuk membagikan pengetahuan baru terkait kekayaan intelektual dan langkah yang dilakukan kedua negara dalam melindungi setiap kebudayaan, pada kegiatan kemarin, lho!
Oh iya, sebelumnya kita belajar dulu yuk, tentang Kekayaan Intelektual dan GRTKF yang menjadi highlight dari kegiatan kemarin.
Apa itu Kekayaan Intelektual?
Kekayaan Intelektual adalah kemampuan manusia dalam menggunakan pemikiran untuk membuat sebuah karya teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Kekayaan Intelektual meliputi Paten (hak eksklusif inventor atas invensi di bidang teknologi), Merek, Desain Industri (suatu kreasi bentuk, konfigurasi, garis, warna untuk menciptakan suatu komoditas industri), Hak Cipta, Indikasi Geografis (suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu produk yang memberikan karakteristik pada produk tersebut), Rahasia Dagang, dan DTLST (Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen).
Sedangkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak untuk memperoleh perlindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang HKI.
Apa itu GRTKF?
GRTKF (Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore) adalah bagian dari identitas bangsa yang memiliki nilai-nilai moral yang mengandung dimensi budaya, sosial dan spiritual. Perbedaan antara HKI dan GRTKF adalah, HKI merupakan perlindungan terhadap karya yang bersifat individual, sedangkan GRTKF memberikan perlindungan terhadap karya yang bersifat komunal seperti seni dan budaya.
Nah, Pak Andres menyatakan bahwa Peru yang terdiri dari 14 bahasa dan 72 kelompok etnis, ternyata adalah pusat dari budaya.
Selain kaya akan budaya, Peru juga memiliki sumber daya genetik berupa hewan dan tumbuhan. Bahkan, ada sekitar 20.000 spesies tanaman, dimana 5.000-nya adalah spesies endemik. Wah, banyak banget, ya! Selain sumber daya genetik berupa flora dan fauna, Peru juga memiliki pengetahuan tradisional sebagai bentuk dari kreativitas manusia yang juga merupakan kekayaan intelektual. Sayangnya, dengan banyaknya sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, banyak sekali terjadi kasus biopiracy terhadap kekayaan intelektual ini. Hmm, apa itu biopiracy, Champ?
Biopiracy adalah tindakan enggak sah dalam memanfaatkan keanekaragaman genetik dan pengetahuan tradisional. Sederhananya, biopiracy adalah tindakan yang setara dengan mencuri karena dilakukan tanpa izin! Terus, apa yang telah dilakukan untuk mencegah biopiracy?
Sampai saat ini, Peru udah berusaha menyelesaikan kasus-kasus biopiracy agar enggak terjadi kasus serupa kedepannya. Kasus yang berhasil ditangani sejumlah 69 kasus. Lembaga untuk memberantas biopiracy di Peru disebut dengan National Anti-Biopiracy Commision yang merupakan perwakilan dari 13 institusi di Peru. Nah, untuk mencegah terjadinya biopiracy, lembaga ini juga menjalankan rezim yang disebut regenerist regime untuk mempromosikan, menghormati, melindungi, dan melestarikan pengetahuan kolektif dan pengetahuan tradisional.
Menarik, ya! Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia memiliki GRTKF yang meliputi kekayaan intelektual, warisan budaya, dan biologis. Prioritas dari GRTKF ini adalah melindungi elemen penting dari warisan hidup suatu bangsa atau komunitas, serta identitas budaya dan gaya hidup. Sayangnya, GRTKF dinilai enggak bisa dilindungi oleh HKI karena HKI bersifat individu.
Perlindungan terhadap GRTKF dilakukan dengan melindungi keanekaragaman hayati, identitas, dan ketahanan pangan. Selain itu, tujuan perlindungan GRTKF adalah sebagai sumber referensi untuk menghindari penyelewengan atau penyalahgunaan kekayaan intelektual, melestarikan dan mengembangkan GRTKF, dan meningkatkan kesadaran publik di dalam negeri dan di manca negara untuk menghindari penyalahgunaan kekayaan intelektual. Terus Champ, apa aja sih contoh kekayaan intelektual yang udah dilindungi dengan GRTKF?
Sampai saat ini, banyak sekali seni budaya Indonesia GRTKF yang udah dilindungi dan dilestarikan oleh UNESCO. Contohnya adalah Teater Wayang, Keris, Batik, Angklung, Tari Saman, Noken, Tari Bali, Phinisi, Pencak Silat, Pantun, dan yang paling terbaru adalah Gamelan yang baru diresmikan oleh UNESCO pada tanggal 15 Desember 2021 sebagai kekayaan intelektual milik Indonesia. Bangga, deh jadi warga Indonesia!
Setelah menyimak informasi di atas, kamu jadi tergerak untuk menghargai kekayaan intelektual dan melindunginya, enggak? Tenang, untuk kamu yang bingung harus mulai dari mana, kamu bisa mulai menghargai kekayaan intelektual dengan mengikuti Challenge Celebrando #OurLocalWisdom con KBRI Lima. Challenge ini akan mengajak kamu mengenal dan berbagi cerita terkait kearifan lokal dari daerah asalmu. Yuk, mulai sadar dan melindungi kekayaan intelektual untuk menjadi bangsa yang semakin berbudaya!
Referensi:
https://dik.ipb.ac.id/ki-hki/
https://www.itb.ac.id/hak-kekayaan-intelektual
https://dgip.go.id/tentang-djki/kekayaan-intelektual
http://www.tabloiddiplomasi.org/grtkf-aset-potensial-yang-memiliki-manfaat-ekonomi-dan-budaya/