Halo, Changemakers!
Saat ini, masih terdapat stigma-stigma negatif terhadap penyandang tunanetra, karena permasalahan yang mereka miliki dalam hal penglihatan, teman-teman netra sering banget dianggap nggak kompeten untuk melakukan suatu hal. Menurut Bambang Basuki selaku Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, anggapan inilah yang kemudian dapat berujung diskriminasi pada teman netra, dan menyebabkan teman netra sering diperlakukan berbeda di masyarakat.
Perlakuan ini salah banget, Changemakers. Meski teman netra memang membutuhkan perlakuan khusus dalam hal penglihatan, mereka tetap bisa untuk berprestasi seperti orang-orang yang memiliki penglihatan normal. Champ mau kasih tahu, beberapa sosok teman netra yang mampu mendobrak stereotip-stereotip negatif tersebut, nih. Yuk, simak di bawah ini!
Pertama adalah Tatang. Ketika berusia 7 tahun, ia mulai merasakan pandangannya mengabur. Tatang pun menjalani operasi mata, namun gagal hingga ia mengalami buta total. Meski sempat putus asa di awal kebutaannya, Tatang kemudian dapat bangkit, hingga ia mampu menyelesaikan pendidikannya di program studi Antropologi Universitas Padjadjaran.
Tatang kemudian menyulap rumahnya menjadi sekolah bernama Sekolah Luar Biasa (SLB) ABCD untuk menampung anak-anak berkebutuhan khusus di daerah Caringin, Bandung. Sekolah yang berisikan 40 siswa tersebut didirikan Tatang demi memberikan ilmu yang mampu menunjang siswa-siswanya agar mampu menjalankan kehidupan secara mandiri. Wah, keren banget, ya, Pak Tatang!
Tutus Setiawan juga memiliki kisah yang serupa dengan Tatang. Setelah kehilangan penglihatannya pada usia 8 tahun, Tutus merasa optimis, bahwa ia akan tetap bisa menjalankan kehidupan layaknya manusia dengan penglihatan normal.
Tutus mencoba untuk menyebarkan keyakinannya tersebut dengan mendirikan Lembaga Pemberdayaan Tunanetra. Lembaga yang didirikannya ini mengajari teman-teman netra lainnya ilmu-ilmu yang mampu digunakan untuk bekerja, seperti kemampuan menjadi Master of Ceremony (MC) dan memberikan pengetahuan tentang teknologi informasi. Selain itu, Tutus juga melatih mental teman netra, agar mereka mampu beradaptasi dengan masyarakat umum tanpa harus merasa rendah diri. Berkat usahanya ini, Tatang bahkan pernah meraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia Awards pada tahun 2015!
Enggak kalah keren sama Tatang dan Tutus, ada sosok atlet yang juga merupakan teman netra, yakni Edy Suryanto. Edy mampu mengukir prestasi di Asian Para Games, kompetisi olahraga difabel terbesar di Asia, pada tahun 2018. Mengikuti cabang olahraga catur, Edy mampu memborong tiga medali emas! Dengan perolehan tersebut, pemerintah pun memberikan bonus sebesar 60 miliar rupiah untuk atlet berusia 60 tahun tersebut.
Setelah mengetahui sosok-sosok tersebut, tentu udah muncul di benak kita, Changemakers, kalau teman-teman netra bukanlah kelompok yang patut dihindari. Dengan keistimewaan yang mereka miliki, teman netra tetap mampu bersinergi dengan masyarakat dan juga memberikan dampak untuk sesama. Oleh karena itu, kesadaran untuk nggak memandang rendah teman netra yang mampu berdampak diskriminasi harus ditingkatkan, Changemakers.
Untuk membantu meningkatkan kesadaran ini, kamu bisa ikut serta dalam Challenge Dari Kami untuk Kehidupan Inklusif” yang diadakan oleh @terataifoundation, nih! Dengan menyelesaikan Challenge ini, kamu akan membuka donasi sebesar 10 ribu rupiah yang disponsori oleh Yayasan Dunia Lebih Baik untuk pengadaan program pemberdayaan teman-teman netra dan disabilitas.
Yuk, bersama-sama mengikuti Challenge ini untuk membangun ruang inklusif yang aman dan ramah bagi teman-teman disabilitas dan menciptakan dunia yang lebih baik!
Referensi: