Pada hari Senin, tanggal 28 Februari 2022 lalu, TNI Angkatan Laut menggerebek rumah di daerah Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara. Penggerebekan yang dilakukan pada pukul setengah 2 pagi itu bukan tanpa alasan, Changemakers.
Rumah tersebut dihampiri pihak berwajib karena diduga menampung pekerja migran Indonesia (PMI) yang ilegal. Benar aja, di rumah tersebut terdapat 75 calon PMI tak berdokumen yang mau diberangkatkan ke Malaysia! Saat ini, 75 calon PMI yang terdiri atas 47 pria dan 28 wanita itu udah diserahkan ke pihak kepolisian.
Sumber foto: Koarmada I
Pekerja migran asal Indonesia yang berstatus ilegal emang jumlahnya banyak banget, Changemakers. Menurut Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), total PMI mencapai angka 9 juta orang dan 5,3 juta di antaranya bekerja secara ilegal. Waduh!
Status ilegal bagi PMI ini memiliki bahaya tersendiri. Mereka enggak bisa mendapatkan pertolongan dari pemerintahan Indonesia, kecuali mereka langsung melaporkannya ke kedutaan, jika mengalami tindakan enggak menyenangkan dari atasannya. Hal ini disebabkan identitas mereka enggak terdaftar secara resmi di pemerintahan Indonesia, karena berangkat melalui jalur yang enggak resmi.
Padahal, risiko bekerja sebagai PMI itu besar banget, Changemakers. Pada tahun 2019-2020, tercatat 700 jenazah PMI dipulangkan ke Indonesia, dengan sebagian besar mengalami tindak kekerasan di negara penempatannya.
Lalu, kenapa ya, meskipun memiliki risiko kerja yang besar, sebagian besar PMI lebih memilih jalur ilegal? Kalau menurut Benny Rhamdani selaku ketua BP2MI, maraknya PMI ilegal dikarenakan kurangnya informasi yang diterima para calon pekerja. Biasanya, mereka akan diiming-imingi oleh calo bahwa mereka akan diberangkatkan ke luar negeri dan mendapatkan gaji yang tinggi. Karena kurangnya informasi yang dimiliki, mereka pun tergiur sehingga nekat untuk berangkat tanpa adanya status resmi.
Ditambahkan Adnan Hamid, dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila, permintaan dari luar negeri untuk PMI ilegal sendiri emang besar. Menurut Hamid, memperkerjakan PMI ilegal bisa menghemat pengeluaran sebesar 40 persen bagi majikan, jika dibandingkan dengan memperkerjakan PMI yang bekerja dengan dokumen resmi negara.
Melihat hal ini, tentu penting banget adanya regulasi yang mengatur keamanan dan kebutuhan PMI agar mereka bisa berangkat secara resmi dan bekerja di situasi yang kondusif. Oleh karena itu, bantuan serta dukungan kita juga dibutuhkan banget agar peraturan tersebut bisa diciptakan.
Nah, salah satu yang bisa kamu lakukan untuk mendukung terciptanya regulasi tersebut adalah dengan mengikuti Challenge #LindungiPekerjaMigran: Bersama perangi stigma, Lindungi dengan PERDA dari @kpi_jawatimur! Dengan menyelesaikan Challenge ini, kamu akan membuka donasi sebesar 10 ribu rupiah yang disponsori oleh Yayasan Dunia Lebih Baik dan akan digunakan oleh teman-teman Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Timur untuk pembuatan naskah akademik RAPERDA tentang perlindungan PMI serta audiensi dan pengawalan isu kepada DPRD Surabaya.
Selain mengikuti Challenge ini, apakah kamu ada ide lain, tentang apa yang bisa kita lakukan untuk turut serta melindungi pekerja migran dari Indonesia? Yuk, tulis pemikiranmu di kolom komentar agar kita bisa bersama-sama menciptakan dunia yang lebih baik! 💙
Referensi:
https://jabar.inews.id/berita/2019-2020-700-pekerja-migran-indonesia-pulang-dalam-keadaan-meninggal