#ForABetterWorldID

Berperang pada Stereotip: Perempuan Siap Bicara!

profile

campaign

Update

Hai, Changemakers!

Pernah enggak, sih, kamu ditanya begini,

Kamu perempuan baik-baik, bukan?

Emangnya, standar seseorang dapat dikategorikan ‘perempuan baik-baik’ itu seperti apa, sih? Apakah menjadi si lemah lembut, si penurut, si pinter masak, atau si bebas rokok? 

Terkadang, menjadi perempuan mirip dengan pepatah ini, nila setitik, rusak susu sebelanga, satu kecacatan di perilaku perempuan dari seribu perilaku baik, bakal bikin stereotip atau pelabelan ‘bukan perempuan baik-baik.’ Huh, capek banget, loh. 🥲

Stereotip merupakan pemberian sifat tertentu terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif. Ngomong-ngomong soal stereotip, ternyata banyak stereotip buat perempuan yang pasti udah familiar banget. Bukan cuma persoalan identitasnya sebagai perempuan, tapi peran, dan juga cara perempuan berekspresi. Apa aja, sih, stereotip yang masih nempel di pundak perempuan? Yuk, kita simak!

Identitas gender: Perempuan itu lemah

image

Sumber: historia.id

Menurut Mary Wollstonecraft dalam bukunya A Vindication of the Rights of Womandi abad ke-18, perempuan kalangan atas itu dikurung, enggak boleh ngerjain apa pun, dan cuma mamerin sayapnya, dalam arti mencari suami.’  Perempuan yang lainnya, seperti ‘peliharaan’, harus tetap di rumah dan lagi-lagi, manjain suami.  

Enggak cuma ada di abad ke-18, saat ini pun, stereotip terhadap perempuan masih melekat. Kesempatan bagi perempuan nunjukkin kemampuannya, masih belum merata. Padahal, perempuan bisa lakuin banyak hal, menjadi atlet, figur publik, sampai melakukan pekerjaan yang katanya cuma laki-laki yang bisa. Enggak percaya? Coba tonton drama Korea Weightlifting Fairy Kim Bok Joo.

image

Sumber: dreamers.id

Siapa yang udah nonton? Pasti akrab, dong, sama foto yang di atas. Yup, dia adalah Lee Sung Kyung. Di drama ini, dia meranin perempuan bernama Kim Bok Joo yang jadi atlet angkat besi dan mendobrak stereotip kalau perempuan itu lemah.

Tapi kan, itu drama, fiktif, emang ada yang nyata? Ada dong, Sri Wahyuni, seorang atlet angkat besi dari Indonesia!

image

Sumber: beritasatu.com

Sri Wahyuni udah dapat medali perak di kategori 48 kg, setelah mengangkat 192 kg. Wah, keren banget, kan? Jadi buat kalian yang masih mikir kalau perempuan itu lemah, salah besar, ya! Walaupun, perempuan mampu memiliki sejuta prestasi dan mendobrak stereotip, masih belum selesai nih asosiasi mereka pada hal-hal lainnya.

Peran gender: Kodrat perempuan jadi ibu

image

Sumber: bernas.id

Ngomongin soal peran, seorang perempuan pasti enggak jauh dari stereotip ini.

“Perempuan tuh cocoknya ngepel, nyapu, beres-beres, ngurusin anak, bukan berkarir.”

Pasti udah akrab dong dengan kata-kata di atas? Kamu yang membacanya jadi gerah, enggak? Stereotip yang mojokin perempuan untuk jadi ibu ini, katanya, gara-gara perempuan punya ovarium atau rahim. Padahal, menurut Ann Oakley, seorang feminis dari Inggris, jadi ibu itu bukan karena biologis (alat reproduksi), tapi karena dikondisikan secara sosial dari kecil. Anak perempuan dikasih mainan masak-masakan, boneka untuk “ditimang-timang anakku sayang”, semua ini merepresentasikan seorang ibu.

Ehh, pas udah jadi ibu, perempuan masih tak lepas dari banyaknya tuntutan. Terlebih lagi alienasi motherhood, perempuan dijauhin dari keputusan atas tubuhnya sendiri. Seperti yang sempat viral, berita Aurel Hermansyah yang dituntut buat lahiran normal.

image

Sumber: sindonews.com

"Biar lahirnya normal, jangan sampai operasi. Jangan sampai caesar. Kalau caesar, Atta enggak bisa punya anak banyak," - Ujar Ayah Atta Halilintar.

Percakapan di salah satu video YouTube Gen Halilintar ini jadi kontroversi, tapi sekarang udah dihapus, sih. Kenapa kontroversi? Keputusan buat punya anak berapa dan lahiran normal atau caesar itu bukan di tangan suami atau di tangan mertua, tapi di tangan perempuannya sendiri yang siap atau enggak-nya menghadapi setiap prosesnya.

Champ juga sempat nanya, nih, sama Keluarga Kita, apa tanggapan mereka mengenai kodrat perempuan jadi ibu. Menurut Keluarga Kita, peran perempuan enggak pernah cuma satu. Tapi, multiperan; jadi pasangan juga jadi ibu, jadi anak juga jadi menantu, jadi pengurus rumah tangga juga jadi karyawan. Enggak sedikit tantangan pas ngelakuin peran itu secara bersamaan. Butuh dukungan yang kuat dari keluarga, pasangan, juga teman. Bukan hanya dukungan materil, tapi juga dukungan moril penguat hati. Jadi, jangan malah dihakimi, ya!

Ekspresi gender:  Perempuan tuh, harus feminim

Menurutmu, tanggapan orang-orang ketika melihat foto ini, apa?


image

Sumber: kincir.com

“Ih, pake baju seksi, pasti perempuan nakal.”

Stereotip ini pasti sudah tak asing lagi, bahkan sering dikaitin sama pemerkosaan dan pelecehan seksual. Terlebih lagi, dianggap jadi alasan seseorang mendapatkannya. 

Sebenarnya, yang harus diubah bukan apa yang dikenakan, tapi apa yang dipikirkan. Memakai pakaian seperti itu, bukan berarti ia pantas dipelakukan tidak baik oleh siapa pun. Hargai setiap pilihan seseorang. Biarkan setiap manusia menjadi diri mereka sendiri.

Mendobrak stereotip negatif bersama Keluarga Kita

Champ mau bagiin, nih, tanggapan dari Changemakers tentang stereotip yang melekat di perempuan.

“Perempuan itu berhak memilih! Bukan cuma menunduk dan menunggu 😌”  - @nuyul.co.hi

“Perempuan itu bisa jadi apa yang mereka mau!!” - @beilascarves

Lalu, untuk mendobrak stereotip negatif pada gender itu, gimana? Ada beberapa tips dari Keluarga Kita, nih, Changemakers. Baca dan resapi, lalu lakukan, ya!


  1. 1. Berefleksi pada diri sendiri

Hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan berefleksi pada diri sendiri, apakah perilaku kita sehari-hari udah sesuai untuk mendobrak stigma atau malah menguatkan stigma yang ada. Contohnya, cara kita berekspresi.

  1. 2. Menghentikan stereotip negatif pada perempuan 

Seringkali, kalimat “Women Support Women” itu hanya kiasanstigma negatif yang ada di perempuan justru dikuatkan oleh sesama perempuan. Jadi, mari realisasikan “Women Support Women” di tempat yang benar dan situasi yang tepat.

  1. 3. Kalau udah jadi ibu, terapkan pengasuhan anak tanpa membedakan gendernya

Hapus pemikiran kalau peran domestik cocok buat perempuan. Membagi tugas rumah tangga yang adil, contohnya dengan tidak menganggap bahwa cuci piring itu  tugas perempuan dan memotong rumput itu tugas laki-laki. Dimulai dari pembagian tugas yang sederhana dapat mengurangi miskonsepsi yang ada.


Pembagian peran yang keliru antara perempuan dan laki-laki dengan menempatkan perempuan untuk pasif, sedangkan laki-laki itu aktif, tentunya bikin perempuan berada dalam stereotip kelemahan dan penuh tekanan. Jadi, mari kita #BreakTheBias, dobrak bias-bias itu dengan tips dari Keluarga Kita yang Champ udah share iniyuk!

Champ mau tanya juga, nih, kamu pernah ngalamin stereotip gender, enggak? Kalau pernah, boleh share di kolom komentar, ya!


Referensi

Amalia, S. (2019, April 18). 5 Cara Dobrak Stereotip Peran Gender dalam Keluarga. Retrieved from Magdalene Corporation Website: https://magdalene.co/story/cara-dobrak-stereotipe-peran-gender-dalam-keluarga

Keluarga Kita. (2022, Maret 7). Mendobrak Stereotip Perempuan. (Yunita, Interviewer)

Floretta, J. (2020, November 05). Kodrat Perempuan adalah Jadi Ibu Merupakan Miskonsepsi. Retrieved from Magdalene Corporation Web site: https://magdalene.co/story/kodrat-perempuan-adalah-jadi-ibu-merupakan-miskonsepsi

Prihantoro, E. (2018). STEREOTIP PEREMPUAN CALON LEGISLATIF DALAM WACANA MEDIA MASSA ONLINE DI TAHUN POLITIK. Semiotika, 22-23.

Sjarief, M. (2015, may 26). Ada 13 Stereotipe menyakitkan Tentang Perempuan yang Harus Dimusnahkan. Retrieved from IDN Times: https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/amp/mela/ada-13-stereotipe-menyakitkan-tentang-perempuan-yang-harus-dimusnahkan

Theresia, G. (2021, April 26). Perempuan Baik-Baik itu Seperti Apa, Sih? label "Baik-Baik" Adalah Double Standard Untuk Perempuan. Retrieved from Konde Corporation Web site: https://www.konde.co/2021/04/perempuan-baik-baik-itu-seperti-apa-sih-label-baik-baik-adalah-double-standard-untuk-perempuan.html/

Tong, R. P. (1998). Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra.


heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone