Kamu pasti pernah mendengar istilah PMS.
“Hati-hati, sedang PMS. Senggol bacok! Sekilas terdengar “horor” di telinga.
Padahal sebenarnya nggak, loh. Terus, apa itu PMS?
Menurut dr. Sylvia Detri Elvira,Sp.KJ, Premenstrual Syndrome atau Sindrom
pramenstruasi (PMS) adalah kondisi yang terdiri atas kumpulan gejala fisik
dan emosional yang secara teratur terjadi dalam satu hingga dua minggu
sebelum dimulainya setiap periode menstruasi. Nah, gejala ini akan hilang
saat pendarahan menstruasi dimulai. Artinya, kondisi PMS nggak permanen
ya.
“Gejalanya nggak sama, pada setiap perempuan yang mengalami. Gejala fisik
yang menyertai umumnya termasuk jerawat, payudara menjadi keras,
kembung, dan merasa lelah. Gejala emosional yang umum antara lain lekas
marah dan mengalami perubahan suasana hati. Ini adalah gejala nonspesifik
dan dapat dilihat pada perempuan tanpa PMS,” papar dokter Spesialis
Kesehatan Jiwa Konsultan Psikoterapi, Neuroscience yang bertugas di RSCM
Kencana ini. Gejala PMS, biasanya lanjut dr. Sylvia , muncul selama sekitar enam hari,
dengan pola gejala seseorang dapat berubah seiring waktu. “Gejala ini tidak
terjadi selama kehamilan atau setelah menopause,” imbuhnya.
Terus, apakah kita harus berkonsultasi dengan dokter terkait dengan
kondisi PMS? Bila hanya gejala biasa tentunya tidak perlu ke dokter ya. Ada
beberapa obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengurangi gejala PMS
yang benar-benar mengganggu fungsi dan aktivitas sehari-hari sebagai
perempuan aktif. Misalnya, obat penghalang rasa nyeri seperti parasetamol,
metampiron dan lain-lainnya.
Tapi, bila gejalanya berat dan mengganggu aktivitas sehari-hari ini bisa
disebut Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). Kondisi ini harus
diwaspadai dan saatnya untuk berkonsultasi ke dokter.
“Gejalanya mirip depresi berat, intinya Seperti PMS, namun derajatnya lebih
berat sampai mengganggu,” katanya.
Nah, terus apa yang harus kita lakukan supaya tetap nyaman beraktivitas
selama mengalami menstruasi. Menurut dr. Sylvia kondisi menstruasi setiap
perempuan itu berbeda-beda, tergantung bagaimana kita sebagai
perempuan memaknai “menstruasi “ itu. Nah, jika kita menganggapnya
sebagai satu anugerah bahwa itu menandakan bahwa kita seorang
perempuan yang sehat dan normal, maka kita bisa menerima kondisi
tersebut dan menjalani serta mengalaminya dengan santai.
“Sebaliknya, bila kita tidak menyukai dan menganggap itu sebagai yang
menghalangi aktivitas, tentu kita menjadi tidak nyaman dan ingin haid itu
tidak ada saja,” pungkasnya.