Hai, Changemakers!
Beberapa waktu lalu, tepatnya Rabu (31/8), seorang wanita berumur 21 tahun tewas setelah melompat dari lantai 6 sebuah gedung di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Peristiwa itu sempat viral di media sosial, sebab korban meninggalkan sebuah pesan kematian dan beberapa berkas kepada keluarganya. Berdasarkan berkas yang ditinggalkan, korban diduga terlilit utang.
Nggak berselang lama, pada hari Jumat (2/9), terjadi tiga kasus serupa diantaranya:
Ditemukannya seorang pria yang tewas tergeletak di ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Menurut informasi yang beredar korban diduga nekat bunuh diri setelah sebelumnya memesan taksi online kemudian turun tiba-tiba dan akhirnya melompat dari jembatan Jatiwaringin.
Mahasiswi baru ditemukan meninggal dunia akibat terjatuh dari lantai 9 gedung apartemen di kawasan Banyumanik, Semarang. Polisi menduga korban bunuh diri karena pintu apartemen terkunci dari dalam dan jendela kamar terbuka.
Gagal diselamatkan, seorang wanita tewas mengambang usai menceburkan diri ke Sungai Brantas, Kediri. Warga sempat melihat korban mengayuh sepeda angin di tepi sungai.
Jika dilihat polanya, bisa jadi peristiwa bunuh diri di atas merupakan bentuk copycat suicide. Di mana peristiwa bunuh diri pada tanggal 31 Agustus sempat viral di berbagai media sosial yang kemudian mendorong terjadinya peristiwa serupa dalam jarak waktu yang dekat yaitu tanggal 2 September.

Memangnya Apa sih, Copycat Suicide?
Dikutip dari nature.com, copycat suicide, atau dikenal juga werther effect, adalah perilaku tindakan bunuh diri imitasi setelah terpapar kejadian bunuh diri lain. Biasanya, perilaku ini bisa terjadi akibat pemberitaan di media tentang bunuh diri seorang selebriti atau publik figur yang dapat memberikan efek yang cukup besar pada individu yang berisiko. Fenomena ini pun semakin meningkat seiring dengan berkembangnya teknologi dan pemberitaan media. Media massa maupun media sosial yang memberitakan kasus bunuh diri secara luas juga diperkirakan berperan dalam peningkatan angka copycat suicide.
Suatu penelitian pernah dilakukan di Korea Selatan pada tujuh kasus selebriti yang meninggal akibat bunuh diri di tahun 2005 hingga 2008. Penelitian ini menganalisis karakteristik pelaku bunuh diri yang terjadi dalam waktu kurang dalam sebulan setelah setiap kasus bunuh diri selebriti tersebut. Hasilnya, terjadi peningkatan risiko bunuh diri dalam tiap periode tersebut sebesar 14,6-95,4%. Pelaku bunuh diri dilaporkan memiliki jenis kelamin dan usia yang sama dengan selebriti terkait. Bahkan metode bunuh diri yang digunakan pun cenderung sama. Hal ini menunjukkan, fenomena copycat suicide benar terjadi.

Kalau Udah Begini, Gimana, ya, Cara Pencegahannya?
Sebagai langkah untuk menghindari tingginya kasus copycat suicide, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan panduan untuk media massa tentang saran pemberitaan bunuh diri. WHO menyarankan media untuk memberitakan kasus bunuh diri dengan tepat dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan mewaspadai penggunaan kata-kata yang digeneralisasi atau sensasional. WHO juga menyarankan media untuk nggak memberitakan kalau perilaku bunuh diri adalah sebuah respons yang wajar terhadap perubahan dalam hidup.
Kita juga bisa berperan mencegah terjadinya copycat suicide ini loh, Changemakers. Caranya dengan nggak menyebarkan berita bunuh diri yang terlalu sensasional dan grafik. Selain itu, dengan cara meningkatkan awareness, tentang pentingnya kesehatan mental. Salah satunya dengan ikutan Challenge #GEAR’edUpForWellness di bawah ini, dan kamu bisa membantu keluarga yang mengalami masalah kesehatan mental. Yuk, jadi bagian perubahan, sekarang!