Penulis: Meilanda Aulia Putri
Ilustrasi pulang aktivitas (Sumber: Medcom)
Warning : Mengandung konten kekerasan seksual!
Bayangkan ketika kamu baru saja pulang setelah seharian aktivitas, entah sekolah, main, kuliah atau bekerja. Di mana badan dan pikiranmu sudah lelah, dan batinmu menjerit ingin sampai di rumah lebih cepat. Namun ternyata matahari masih belum letih, jadi kamu memutuskan untuk naik commuter line saja hari itu.
Saat di perjalanan, kamu tentunya menginginkan perjalanan yang aman dan nyaman. Namun, tiba-tiba kamu mendapati hal yang tidak menyenangkan. Kamu melihat ada seorang pria paruh baya yang sedang melakukan aksi tak senonoh pada seseorang perempuan hingga ia risih. Kamu merasa sangat marah, namun di sisi lain kamu bingung dan takut harus melakukan apa.
Fakta membuktikan kasus ini lumrah terjadi. Pada November 2021, UNFPA (United Nations Population Fund) dan Dana Kependudukan PBB bekerjasama dengan Komnas Perempuan untuk melakukan survei tentang kekerasan seksual di mata anak muda Indonesia dengan melibatkan 600 responden yang terdiri dari usia 15-30 tahun dengan komposisi 75,8 persen adalah perempuan, 22,8 persen adalah laki-laki, dan 1,3 persen adalah gender lain.
Hasil survei membuktikan, bahwa terdapat 91,6 persen anak muda Indonesia pernah mengalami, melihat dan mendengar secara langsung setidaknya satu jenis kekerasan seksual dalam bentuk tatapan, candaan atau panggilan tidak sopan.
Komisioner Komnas Perempuan mengungkapkan, bahwa korban kekerasan seksual sungkan melapor ke pihak berwenang lantaran mereka tidak dapat memahami betul apa yang terjadi terhadap dirinya. Banyak korban yang tidak menceritakan kejadian tidak menyenangkan ini dikarenakan takut dimarahi, disalahkan hingga diejek sebagai ‘aib’ yang perlu ditutupi.
Maka dari itu, diharapkan ada sosok yang dapat menjadi “pahlawan” saat terjadi kejadian kekerasan seksual. Pahlawan yang dimaksudkan bukan berupa karakter fiksi seperti Marvel atau Saitama dari One Punch Man, melainkan mahkluk sosial biasa yang menjadi saksi atau melihat kejadian kekerasan seksual yang terjadi di mana pun dan kapan pun (bystander).
Jadilah Hero, Jadilah Active Bystander!
Percayalah, dengan memberikan reaksi sorotan mata atau mendokumentasikan tanpa tujuan baik dengan ponsel, hanya meninggalkan perasaan malu dan canggung pada korban. Sehingga diharapkan sebisa mungkin ada seseorang “pahlawan” yang menolong dan memperbaiki kondisi yang darurat di ranah publik (active bystander).
Sebagai active bystander, diperlukan gerak-gerik untuk mengenali situasi sekitar dan merespon kejadian tersebut dengan positif bila dalam keadaan terancam. Hal ini dilakukan agar terhindar dari posisi yang membahayakan, baik bagi korban maupun saksi (bystander intervention).
Maka dari itu, terdapat metode “BANTU” dalam bystander intervetion, yang bisa kamu lakukan saat melihat kekerasan/pelecehan seksual yaitu:
1). Berani tegur atau konfrotasi pelaku dan langsung membawa korban ke tempat yang aman dan lebih lama, supaya korban bisa lebih tenang karena sudah menjauh dari pelaku,
2). Alihkan perhatian yaitu dengan mengalihkan aktivitas tidak senonoh dengan mengajukan satu atau beberapa pertanyaan kepada si pelaku, sehingga pelaku terditraksi dan korban bisa kabur dari situ,
3). Ngajak orang lain membantu khusus untuk keadaan yang tidak aman atau sedang ketakutan. Misalnya dengan sengaja membuat kegaduhan dengan karena menjatuhkan tas sendiri karena disenggol oleh orang lain, sehingga mata orang-orang dapat tertuju kepada kegaduhan bukan kepada korban kekerasan.
4). Tunggu sampai situasi aman dengan meraih dan support korban kekerasan seksual dengan tidak menyinggung “kejadian” tersebut. Hal ini karena kejadian kekerasan seksual adalah kejadian pahit seumur hidup korban. Sehingga, alangkah baiknya bila saksi tidak membincangkan hal itu, cukup berikan dorongan dengan memberikan sehelai atau beberapa tissue kepada korban, jika terlihat korban menangis.
Ilustrasi memberi tisu pada korban (Sumber: Kumparan)
5). Upayakan merekam secara diam-diam namun tidak menyebarkannya tanpa izin korban, karena video tersebut adalah hak milik korban, bukan empunya ponel. Serta, bila saksi ingin memberikan bukti kepada yang berwajib, saksi perlu izin dari korban juga.
Inilah yang dapat dilakukan saksi sebagai manusia sosial yang tidak dapat terlepas dengan manusia lainnya. Latihlah rasa peka terhadap orang-orang yang memerlukan bantuan. Ulurkan tangan dan jadilah “pahlawan” sesungguhnya bagi korban kekerasan seksual.
Yuk, lakukan aksi baik dengan mengikuti Challenge #BystanderTukRuangAman
Donasi yang terkumpul akan disalurkan dalam program sponsorship Plan Indonesia yang akan membantu anak-anak di NTT untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik.
Referensi:
https://yayasanpulih.org/2021/11/menjadi-bystander-dalam-peristiwa-pelecehan-seksual-apa-yang-harus-dilakukan/
Space Twitter @awaskbgo Sabtu, 9 April 2022. “Inilah Cara Kita Bystander Jadi Ruang Aman” oleh Arus Pelangi, DEMAND & Yayasan Plan International Indonesia.