Pernah nggak sih, kamu mengingat sebuah peristiwa atau seseorang, ketika mendengarkan sebuah lagu? Misalnya teringat kejadian bersama seseorang yang dulu pernah bersama atau kenangan lainnya. Nah, hal itu nggak aneh, kok, karena dengan mendengarkan lagu memang terbukti dapat memunculkan memori pada kejadian tertentu.
Hal itu juga terjadi, ketika saya mendengarkan lagu World’s Smallest Violin karya AJR. Hmm, kalau kamu anak Tiktok pasti udah nggak asing lagi sih, sama lagu tersebut. Lagu ber-genre alternative indie atau pop ini ternyata menceritakan sebuah isu kesehatan mental yang terjadi pada diri seseorang.
Lagu ini mengisahkan seorang pria yang selalu membandingkan nasib dirinya dengan keluarganya ada yang berprofesi sebagai seorang tentara di Perang Dunia kedua, dan seorang pemadam kebakaran. Sedangkan ia hanya seseorang yang tidak lulus sekolah. Pria tersebut merasa bahwa masalahnya tidak lebih berat daripada mereka. Ia bahkan percaya bahwa di luar sana banyak yang nasibnya lebih malang daripada dirinya. Namun ia tidak bisa berbohong bahwa ia juga merasa terganggu dengan keadaannya.

Sayangnya, pria tersebut merasa bahwa tidak ada yang mau mendengar keluh kesahnya. Sehingga mau tidak mau ia harus memendam perasaannya, dan merasa semakin terpuruk, hingga akhirnya memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Mendengar lagu ini mengingatkan saya pada kejadian yang dialami oleh murid-murid yang saya ajar di SMA negeri. Beberapa dari mereka sering berkeluh kesah, bahwa mereka memiliki ketakutan akan prestasi di sekolah, keadaan mereka di rumah, bahkan masalah cinta monyetnya. Selain berkeluh kesah, tak jarang mereka pun membandingkan nasib yang dialaminya dengan teman sebayanya. Mereka merasa bahwa masalah yang mereka hadapi tidak ada bandingannya dengan orang tua mereka atau orang lain lagi sehingga mereka menolak emosi negatif yang mereka rasakan, seperti sedih, kecewa, iri, marah, takut dan emosi lainnya.
Sayangnya, dari berbagai macam hasil penelitian di bidang kesehatan mental, ketika seseorang tidak mengakui emosi negatif tersebut dapat berpengaruh pada keadaan mental seseorang yang semakin buruk. Hal itu berdampak pada perilaku silent treatment atau memendam perasaan, tidak dapat berempati kepada sesama, bahkan bisa melukai diri sendiri atau yang paling buruk, bunuh diri.

Nah, hal yang harus kita sadari adalah setiap orang memiliki keadaan hidup yang berbeda-beda, sehingga masalah yang dihadapi pun tidak bisa dibandingkan.
Jadi yang saya lakukan kepada murid-murid saya adalah memvalidasi perasaan mereka. Bahwa apa yang mereka rasakan benar apa adanya. Mereka tidak harus merasa bersalah karena merasa sedih, kecewa atau terganggu, jika mereka tahu ada orang lain yang mengalami masalah yang menurut mereka lebih berat. Dengan begitu, mereka dapat mulai mengerti perasaan mereka, mampu lebih mengenal diri sendiri, dan dapat berempati kepada orang lain.
Hal ini yang saya tekankan kepada murid-murid saya. Mereka harus mengakui perasaannya. Jika mereka ingin menangis, bahkan murid itu adalah laki-laki, saya beri ruang yang aman kepada mereka. Usaha ini saya lakukan agar setiap murid tidak memendam masalahnya sendiri, dan mampu memiliki kesehatan mental yang baik.
Pelajaran yang berharga dari sebuah lagu untuk kehidupan. Kalau kamu, ada lagu favoritmu yang membawa pendangan baru? Tulis di kolom komentar, ya!