Cerita oleh @kendrickfff
Suatu hari, aku menemukan kesempatan untuk menjadi relawan dalam program Generasi Bebas Stunting. Program tersebut membutuhkan relawan untuk berpartisipasi dalam penurunan angka stunting di Indonesia. Dalam program ini, relawan mengikuti kelas yang berhubungan dengan stunting, kemudian kita semua mengikuti tantangan dari pihak penyelenggara untuk mempraktikkan ilmu yang relawan sudah dapatkan. Tanpa pikir panjang, aku pun mendaftar program relawan ini.
Setelah menunggu beberapa hari, aku berhasil diterima menjadi salah satu relawan Generasi Bebas Stunting batch ke-4. Aku dihubungi oleh fasilitatorku selama program berlangsung untuk menjalankan tahap berikutnya. Setelah itu, aku diterima menjadi relawan dan dimasukkan ke dalam kelompok yang terdiri dari 10 orang.
Aku merasa bersyukur banget karena aku bertemu banyak relawan yang memiliki visi dan misi yang sama, yaitu edukasi dan bantuan bagi para ibu dan kader dalam mengatasi stunting pada calon bayi hingga bayi berusia 2 tahun.
Di kelas pertama, aku belajar materi mengenai gizi, stunting dan sanitasi yang dibawakan oleh Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes dan Nadine Evangelista. Aku belajar lebih dalam mengenai masalah dan penyebab kurang gizi di Indonesia, peran diri untuk mencegah stunting dan hubungan sanitasi terhadap kebersihan makanan dan kesehatan anak. Aku juga aktif memberikan pendapat dan pertanyaan untuk menambah pemahaman tentang stunting.
Di akhir kelas, para panitia memberikan tugas kepada para relawan yaitu SPIRIT (Survei Posyandu dan Asesmen Edukasi untuk Bersama Kurangi Stunting), di mana aku dan para relawan lainnya turun ke lapangan dan mencari posyandu yang bisa kami survei. Tujuannya adalah untuk melihat secara detail apakah ada permasalahan dan kekurangan di posyandu tersebut. Saat itu, aku sangat penasaran dengan bangunan dan fasilitas posyandu karena posyandu jarang terlihat di wilayahku.
Kesan pertama ketika aku mendatangi posyandu yaitu sekilas posyandu terlihat seperti rumah warga. Terlihat ada beberapa ruangan dan peralatan yang sederhana, namun memadai. Setelah meninjau ruangan dan fasilitas yang ada, kami mulai melakukan survei terhadap para kader untuk mengetahui permasalahan yang dialami pihak posyandu, kondisi stunting di wilayah sekitar, kesadaran para ibu untuk berkunjung ke posyandu bersama anaknya, dan lain-lain.
Aku jadi makin semangat mengikuti semua kelas dan tugas yang ada. Kontribusi yang dapat kami berhasil kami wujudkan adalah program MARI BERAKSI (Mari Beramal untuk Cegah Stunting di Indonesia). Melalui MARI BERAKSI, kami mencari posyandu di domisili para anggota kelompok. Selanjutnya, kami menggalang dana untuk membantu posyandu agar tercukupi kebutuhannya.
Berkat kerja sama dan kekompakan tim, pada akhirnya kelompok kami berhasil mendapatkan donasi, di mana donasi tersebut disalurkan ke salah satu posyandu di Jawa Barat. Aku merasa sangat bangga karena bisa menjadi salah satu agen perubahan bagi posyandu yang kami bantu.
Hasil kerja kerasku dan teman-teman selama program ini terbayarkan. Pada saat inagurasi, aku berhasil mendapatkan Paragon Inspiring Awards di kategori 20 Relawan Menginspirasi. Penghargaan ini memacuku untuk bergerak lebih jauh lagi yaitu menjadi fasilitator di batch selanjutnya, di mana aku dapat membimbing, dan menyebarkan informasi dan pengetahuan yang aku udah dapatkan saat menjadi relawan.
Aku percaya, kita semua berhak mendapatkan haknya untuk kelangsungan hidup setiap manusia. Oleh karena itu, kita sebagai makhluk sosial berperan penting untuk setiap perubahan, nggak peduli seberapa besar atau kecil jenis bantuan yang bisa diberikan.
Wah, inspiratif banget, ya, cerita dari Kendrick! Kalo kamu gimana? Punya cerita inspiratif yang ingin kamu bagikan ke Champ dan teman-teman Changemakers? Atau kamu punya cerita menarik lainnya? Kamu bisa bagikan di http://bit.ly/ChangemakersStory. Siapa tahu cerita kamu akan dimuat di Changemaker’s Story selanjutnya!
Lokasi
