Hai, Changemakers!
Masih ingat dong, kalau di bulan Maret tepatnya pada tanggal 8 Maret, diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional? Nah, pas banget juga, kemarin Champ berkesempatan ngobrol-ngobrol bareng perempuan yang menginspirasi di industri media digital masing. Jadi, kata siapa perempuan nggak bisa berkarya?
Q: Apa tantangan kamu ketika berusaha bersuara di media digital?
Dana Paramita (News Producer Liputan 6 SCTV)
Instagram: https://www.instagram.com/paramitadana/?hl=en
Representasi perempuan tuh, berdampak banget terhadap konten yang diproduksi/isu yang diangkat. Sayangnya penggambaran perempuan suka identik ke stereotype 'peran domestik', padahal di luar sana banyak wanita karir yang sukses di bidangnya
Sebagai produser yg create content/show, ini jadi kesempatan buat aku buat nunjukkin kalo perempuan bukan untuk ditampilkan 'fisiknya' aja tapi banyakkk bgt potensi yang bisa digali dalam dirinya, biar panel talk show/berita tidak didominasi perspektif narasumber laki-laki hehe
Arzia Tivany (Media & Comms Practitoner):
https://www.instagram.com/arztivany/
Pernah ngerjain riset buat tantangan perempuan baru di dunia kerja media. Kayaknya tantangan terbesar itu ketika orang punya ekspektasi tertentu karena lo perempuan. Macem positive discrimination. Jadi editor ngerasa lebih percaya karena kamu perempuan simply because kamu kerjanya dianggap “lebih rapi” atau stereotipycally dianggap lebih bagus dan rapi kerjanya. Lo dikasih workload yg lebih meskipun sebenarnya lo capek. Dan sebenarnya karena lo kerja bener dan bagus.
Kayak gue bertanya kok “karena gue kerja bagus dan stereotypically perempuan lebih rapi beban kerja gue malah jadi lebih berat ya? Dan orang percaya sama gue bagus, tapi kalo bertumpu sama gue karena lebih percaya perempuan kerjanya lebih bagus dan rapi dan organized. Tapi penghargaan ga ada juga gaji juga ga naik ekwk.
Jadi dulu tuh, gw bikin tugas gitu pre-thesis nanyain anak2 baru jurnalis perempuan. Di kesimpulannya salah satunya itu “positive discrimination” sih. Itu juga perspektif baru buat gw yg ternyata “eh iya iah gue juga pernah digituin”. In the end of the day gue ga dapet extra credit atau extra gaji or bonus atau hak kita karena berusaha lebih. Simply karena perempuan tuh, biasa dianggap sebelah mata jadi mereka biasa bekerja lebih keras, dan pas dianggap kerjaannya dan lebih dipercaya ya jadinya gitu. Dimanfaatkan.
Nadia Atmadji (MA Digital Media UCL):
https://www.instagram.com/nadiaatmaji/
Bagi waktu dengan keluarga karena aku adalah full time working mom jadi setelah kerja baru bisa bikin konten yang serius. Krn cukup tricky, pulang kerja ketemu anak, main sama anak dulu baru abis gitu baru bikin konten karena nggak pengen ngelewatin waktu sama anak. Window of timenya kecil banget. Kalo dari sisi speak up, itu aku cukup berani yang berhubungan dengan perempuan thats why aku jg encourage buat temen2 perempuan buat bersuara, karena women matters
Aku sendiri belajar digital media di UCL london, dari situ aku nyadar, perempuan di dunia media sosial itu pada umumnya cukup thriving tp kerap dapet perlakuan seperti socmed bullying dan judgement dari netizen. So let’s together for women support each other, bukan waktunya menjatuhkan perempuan tapi membetulkan mahkota masing-masing.