#ForABetterWorldID

Skripsi Dihapus Sebagai Syarat Wajib Kelulusan, Begini Kata Mahasiswa dan Pengamat Pendidikan

profile

campaign

Update

​Hai, Changemakers!

Setelah mengeluarkan kebijakan penghapusan UN sebagai syarat lulus siswa SMP dan SMA beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia Nadiem Makarim kali ini kembali menjadi sorotan karena keputusannya untuk menghapus kewajiban skripsi, tesis, dan disertasi sebagai syarat kelulusan mahasiswa dari Strata 1 (S1), Strata 2 (S2), hingga Strata 3 (S3). Sontak, kabar ini menuai beragam reaksi dari banyak pihak, terutama sebagian mahasiswa yang merasa senang karena artinya mereka nggak lagi harus berkutat dengan skripsi yang sering kali menghambat kelulusan. Hmm, tapi emang iya, skripsi bener-bener ditiadakan?

Skripsi Ditiadakan, Apa Benar Demikian?

image

Dalam rapat bersama Komisi X DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta yang digelar pada Rabu (30/08/2023) lalu, Nadiem meluruskan kesalahpahaman yang muncul dari tajuk-tajuk berita di media.

"Saya mau mengklarifikasi. Jangan keburu senang dulu bagi semuanya. Karena pada kebijakan ini, keputusan membuat skripsi atau tidak itu dilimpahkan ke perguruan tinggi, seperti di semua negara lain. Kalau perguruan tinggi itu merasa masih perlu ada skripsi atau yang lain, itu adalah haknya mereka," jelasnya.

Bagi perguruan tinggi yang nggak memberlakukan wajib skripsi, syarat kelulusan bisa diganti dengan tugas lain, seperti membuat prototipe, inovasi, atau karya lainnya. Kebijakan ini hanya memberi keleluasaan bagi kampus dan mahasiswa untuk memilih syarat lulus. Jadi, bukan berarti pembuatan skripsi, tesis, maupun disertasi benar-benar dihilangkan sama sekali, karena semua itu kembali pada kebijakan masing-masing kampus.

Skripsi Dihapuskan, Ini Kata Mahasiswa dan Pakar Pendidikan


image

Mendengar kabar ini, tentu banyak pihak yang setuju dan merasa senang, meski ada pula pihak yang kontra. Komentar bernada setuju disampaikan oleh Monica, mahasiswa semester 5 jurusan Teknologi Pangan Universitas Bina Nusantara. Menurutnya, dibandingkan skripsi, ia lebih suka membuat proyek inovasi makanan karena lebih menarik.

Teman satu jurusannya, Brian, juga menyampaikan hal serupa. Brian sebetulnya nggak keberatan kalau harus menulis karya ilmiah, karena mahasiswa jurusan saintek sendiri udah terbiasa menulis laporan akademik. Namun, ia merasa kalau skripsi nggak diperlukan ketika masuk ke dunia kerja.

Selain mahasiswa jenjang S1, salah seorang mahasiswa doktoral Institut Teknologi Bandung (ITB) yang namanya disamarkan juga berharap bahwa kampusnya menetapkan kebijakan Nadiem. Dia akan sangat senang kalau senat ITB menghapus syarat publikasi di jurnal ilmiah karena memungkinkannya untuk lulus lebih cepat. Ini karena proses pembuatan dan penerbitan makalah di jurnal ilmiah biasanya membutuhkan waktu yang lama, sementara sidang disertasi nggak bisa dilakukan kalau belum melakukan publikasi.

Sementara itu, pendapat kontra disampaikan oleh seorang mahasiswa S2 jurusan Bioteknologi Universitas Gadjah Mada bernama Suci. Dia khawatir jika kebijakan tersebut membuat mahasiswa nggak bisa menulis laporan ilmiah. Menurutnya, ilmu untuk membuat dan mempublikasikan jurnal harus didapatkan oleh mahasiswa karena merupakan ilmu yang mahal.

Lalu, gimana kata pengamat? Nah, pengamat kebijakan pendidikan Cecep Darmawan menganggap bahwa kebijakan Nadiem sudah tepat. Namun menurutnya, meski skripsi nggak lagi wajib, mata kuliah yang menunjang pembuatan karya ilmiah seperti metode penelitian harus tetap ada.

“Praktik menulis karya ilmiah harus tetap ada. Tidak harus dalam bentuk skripsi, tapi metode ilmiahnya tetap harus dikuasai,” ujar Cecep.

Namun, ia nggak setuju kalau mahasiswa jenjang S2 dan S3 nggak diwajibkan menulis makalah untuk diterbitkan di jurnal, karena kualifikasi mereka lebih tinggi dibanding mahasiswa jenjang S1. 

Wah, menarik ya, Changemakers! Gimana menurut kalian? Setuju atau nggak nih, kalau skripsi nggak lagi dijadikan satu-satunya syarat wajib kelulusan? Bagi kalian yang pro maupun kontra, boleh banget share pendapat lewat kolom komentar di bawah!

Eh, atau malah ada dari kalian yang lagi mumet banget ngerjain skripsi? Jangan menyerah dan jangan lupa istirahat, ya! Biar tambah semangat, gimana kalau kamu rehat sejenak dan ikutan Challenge L for Love, L for Literasi disponsori Yayasan Dunia Lebih Baik dan Kampus Merdeka. Selain membantu meningkatkan minat dan mutu literasi di kalangan siswa SMP di wilayah Jawa dan Bali. Dengan menyelesaikan Challenge ini kamu akan , membuka donasi sebesar Rp15 ribu yang hasilnya akan dipakai buat kegiatan workshop literasi, lomba esai, serta kebutuhan campaign challenge! Keren, kan? Jadi, yuk ambil aksimu sekarang juga!


Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/30/20292061/nadiem-jangan-senang-dulu-keputusan-buat-skripsi-atau-tidak-terserah-kampus

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/31/17381921/skripsi-tak-lagi-wajib-kampus-bebas-tentukan-syarat-lulus

https://www.bbc.com/indonesia/articles/clk1xvn7g3ro


heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone