#ForABetterWorldID

Mau Punya Rumah Sebelum 35 Tahun? Ikutin nih, Tips Nabung Ala Kak Gibran Bagi Pejuang UMR!

profile

campaign

Update

​Hai, Changemakers!

Di sini ada pejuang UMR? Bertahan dengan gaji yang bisa dibilang ngepas emang jadi challenge tersendiri ya, belum lagi inflasi di mana harga kebutuhan hidup yang makin lama makin naik. Salah satu yang rame diperbincangkan adalah ketidaksanggupan anak-anak muda masa kini buat beli properti karena harganya yang terus naik setiap tahun. Makanya, khusus memperingati Hari Keuangan Nasional yang jatuh pada hari ini, Champ udah kedatangan tamu spesial nih, buat ngebagiin tips nabung bagi kalian pejuang UMR biar siapa tau bisa segera membeli hunian impian! Yuk, langsung aja kepoin obrolan Champ bareng Kak Muhammad Gibran, financial storyteller dan content creator di bawah ini!

Q: Halo Kak Gibran, makasih banyak udah berkenan diwawancara! Bisa perkenalkan diri secara singkat dan ceritain kesibukan akhir-akhir ini?

image

Kak Gibran: Halo! Kenalin, aku Muhammad Gibran, lahir di Makassar. Saat ini, aku bekerja sebagai financial storyteller, content creator, dan advisor di salah satu perusahaan konsultan PR di Jakarta yang menangani beberapa client. Namun, kalau ngeliat kerjaanku sekarang di dunia PR, itu nggak lepas dari background aku sebagai jurnalis selama kurang lebih 13 tahun. Nah, berbicara tentang keuangannya, ilmu atau background itu aku peroleh ketika aku menjadi jurnalis di CNBC Indonesia, di mana aku pernah bergelut di pembahasan ekonomi dari yang sebelumnya membahas soal politik.

Q: Dalam rangka memperingati Hari Keuangan Nasional. Menurut Kak Gibran, apa sih kesalahan utama yang sering dilakukan para Gen Z dalam segi finansial?

Kak Gibran:  Sebenarnya bukan kesalahan, cuma mungkin mereka belum mengerti how to manage their financial. Karena kalau kita lihat dan bandingkan dengan data yang dikeluarkan OJK, ada gap antara indeks literasi keuangan dengan indeks inklusi keuangan kita. Literasi keuangan mencerminkan seberapa paham kita mengenai produk-produk keuangan atau produk-produk dari industri jasa keuangan, seperti tabungan, reksadana, saham dan lain-lain. Sementara itu, inklusi keuangan menunjukkan tingkat aksesibilitas atau seberapa besar kita bisa mengakses produk-produk di industri jasa keuangan tersebut. Nah, ternyata, tingkat inklusi keuangan kita itu jauh lebih tinggi ketimbang literasi keuangan. Makanya, kalau kita flashback sedikit ke belakang, ada banyak kesalahan atau hal-hal negatif yang terjadi dalam pengelolaan keuangan di berbagai kalangan, mulai dari Millennial, Baby Boomers, hingga Gen Z, yang punya problematika mereka masing-masing.


image

Nah, kalau berbicara soal Gen Z, berdasarkan pengalamanku, Gen Z punya perbedaan cara berpikir. Misalnya ketika ngomongin masalah properti, mereka merasa bahwa properti itu nggak terlalu penting, apalagi bagi orang dengan mobilitas tinggi dan pekerjaan yang banyak sehingga mereka jarang berada di rumah, walaupun rata-rata pekerjaan sekarang juga bisa dilakukan di rumah alias WFH. 

Nah, pola pikir ini yang membuat Gen Z berpandangan bahwa untuk mengelola keuangan ya, lebih baik mencukupi dulu apa yang menjadi keinginan mereka. Nah, kalau keinginan duluan dicukupkan, otomatis bisa aja terjadi perubahan, dari yang awalnya kebutuhan primer ternyata menjadi kebutuhan tersier.

Terus, kalau kita berbicara soal mengatur keuangan, Gen Z kan sekarang ini berada di usia produktif alias punya pendapatan. Ternyata, dilihat dari berbagai macam pemberitaan di media atau data survei yang dilakukan, bisa dikatakan kalau Gen Z lebih banyak konsumtifnya ketimbang produktifnya dalam mengelola keuangan. Mungkin karena belum banyak yang tahu soal gimana mengatur keuangan yang baik. 

Selain itu, banyak banget indikator yang mempengaruhi kemampuan mereka mengelola keuangan, mulai dari tingkat pendidikan, lingkungan, dan banyak lagi sehingga mereka punya kesulitan tersendiri untuk melakukan transformasi di hidup mereka. Belum lagi ada dari dari mereka yang merupakan Sandwich Generation, sehingga mereka harus memenuhi kebutuhan pribadi di samping memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, kita nggak bisa memukul rata kalau semua Gen Z nggak bisa mengatur keuangan.

Q: Banyak yang bilang generasi sekarang khususnya Gen Z sulit beli rumah karena terlalu FOMO dan boros. Ada tips nggak, buat para Gen Z biar mereka lebih bijak dalam mengelola uang terutama bagi mereka yang gajinya UMR? Kalau ada semacam financial framework yang bisa di-share boleh banget ya kak!

Kak Gibran:  Oke! Buat Gen Z yang sekarang lagi di usia produktif, mungkin udah merasakan yang namanya gaji. Terus, awal-awal mungkin akan ngerasa FOMO dan mikir buat, “habisin aja deh, uangnya, kan bulan depan masih gajian.” Tapi, nggak selamanya kita itu bisa gajian setiap bulan dan nggak selamanya kita punya fixed income, karena kalau kita nengok sedikit ke belakang dan belajar dari generasi-generasi sebelumnya, banyak masalah finansial bermula karena mereka nggak punya dana darurat dan persiapan karena mindset yang berpikiran bahwa pendapatan tetap setiap bulan akan membuat kita terproteksi. Padahal, risiko bisa menghampiri hidup kita kapan aja. 

Makanya, ketika udah punya pendapatan utama, kita harus mulai berpikir buat menyisihkan dan mengontrol apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan kita. Meski angka gaji UMR setiap daerah itu beda-beda, tapi hal yang bisa kita samakan adalah cara mengatur keuangan kita. Bisa diutamakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti makan, sewa kos, transportasi, dan semacamnya. Nah, 50% dari gaji bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan utama ini.

Terus menurutku, berutang itu nggak selamanya buruk, selama utang tersebut produktif dan bukan konsumtif. Utang produktif itu misalnya, kamu bekerja sebagai content creator dan butuh gadget baru supaya menghasilkan konten yang bagus, jadi kamu bisa memperoleh pendapatan atau passive income. Tapi, tetap pastikan kalau utangmu terkontrol supaya nggak muncul masalah baru. Menurutku pribadi, kita bisa gunakan maksimal 15% dari total pendapatan kita. Jadi misalnya Gen Z punya pendapatan Rp5 juta, berarti maksimal banget bisa gunakan Rp750 ribu buat membayar utang atau cicilan.


image

Lalu kalau bicara membeli rumah, kita sesuaikan dulu pendapatan kita dengan harga rumah yang ingin dibeli. Idealnya, kita membeli rumah yang harganya sebesar pendapatan kita selama lima tahun. Jadi misal kita punya gaji Rp5 juta, berarti idealnya membeli rumah dengan maksimal harga Rp300 juta. Lalu, kalau kita beli rumah dengan sistem KPR, pastikan juga kita punya pendapatan untuk melunasi cicilannya. Biasanya KPR kan punya jangka waktu 15 sampai 20 tahun. 

Jadi, kita harus bisa memastikan kalau sepanjang waktu tersebut, kita akan selalu punya penghasilan. Terus, sebaiknya kamu pikirkan dulu kalau mau menjadikan rumah sebagai alat investasi. Misalnya kita beli rumah tahun ini seharga Rp500 juta, lalu sepuluh tahun kemudian harganya menjadi Rp2 miliar. Nah, apakah nanti akan ada orang yang sanggup membeli dengan nominal itu? Belum lagi rumah merupakan alat investasi yang sulit dan lama untuk dicairkan. Jadi, sebaiknya kamu membeli rumah yang memang untuk ditinggali, karena kalau dijadikan alat investasi, ada hal-hal yang harus kamu pikirkan lagi.

Q: Banyak anak muda yang tertarik buat mencari pemasukan tambahan melalui investasi. Ada tips nggak, tentang kiat-kiat melakukan investasi bagi pemula?


image

Kak Gibran: Sebagai kaum muda yang masih berada di usia produktif, lakukanlah investasi leher ke atas. Dengan begitu, Gen Z bisa menambah value bagi diri sendiri sehingga punya daya saing lebih. Otomatis, mereka bisa mencari pekerjaan di luar main job mereka dengan adanya skill dan pengetahuan baru tersebut sehingga mereka bisa memperoleh pendapatan lebih. Setelah punya pendapatan lebih dan menabung, baru kita boleh mengenal instrumen-instrumen investasi. Mulailah dengan investasi yang low risk meski return-nya nggak setinggi langit, tapi yang paling penting adalah memutar uang kita supaya bertumbuh dan nggak diam aja.

Nah, sebelum berinvestasi, paling penting buat mengetahui risk profile kita. Apakah kita konservatif, moderat, atau justru agresif. Ketahui juga tujuan investasi buat apa biar tahu harus pilih instrumen yang mana. Kalau bicara instrumen, investasi low risk itu yang paling benar. Kalau misalnya udah teredukasi atau punya literasi keuangan yang baik, bisa pilih Reksadana pasar uang atau Reksadana pendapatan tetap. Kalau misalnya masih agak lebih konservatif lagi, bisa memilih deposito. Ada baiknya kita membeli instrumen investasi yang kalau sewaktu-waktu uangnya kita butuhkan, itu bisa kita cairkan dengan cepat.

Q: Menurutmu, ‘Dunia yang Lebih Baik’ itu seperti apa?

Kak Gibran: Dunia yang lebih baik itu menurutku adalah dunia yang nggak menghakimi orang lain, dunia yang tidak membandingkan diri kita dengan diri orang lain, maupun pencapaian kita dengan pencapaian orang lain. Karena aku selalu yakin bahwa garis start kita itu berbeda-beda, makanya nggak usah compare hidup kita dengan hidup orang lain apapun. Pada akhirnya, pencapaian kamu hari ini itu adalah pencapaian kamu, sedangkan pencapaian orang lain adalah pencapaian orang lain.

Q: Pesan untuk Changemakers di luar sana?

Kak Gibran: Aturlah pendapatan dengan baik dan benar. Selalu ingat dan sadar bahwa kebutuhan utama adalah suatu hal yang harus dipenuhi, sementara keinginan adalah hal yang bisa kita kontrol atau mungkin bisa kita beli lain waktu. Nah, kalau kita udah bisa mengendalikan dan membedakan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan, kita akan memenuhi goals keuangan kita.


heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone