Hai, Changemakers!
Kalian sering mendengar orang bilang “Dunia sedang nggak baik-baik saja”? Kalimat tersebut memang nyatanya nggak berlebihan. Changemakers sudah tau, betapa rusaknya alam kita sampai terjadi bencana di mana-mana. Sebagai salah satu upaya peningkatan kepedulian kita terhadap alam, Indonesia sendiri menetapkan 28 November setiap tahunnya sebagai Hari Menanam Pohon. Aktivitas menanam pohon pastinya sangat dibutuhkan demi merekonstruksi hutan dan habitat satwa yang kian porak-poranda.
Apa kata organisasi-organisasi yang peduli dengan lingkungan, ya? Yuk simak interview bersama dengan Ayendha Pangesti, Manajer Program di Ashoka Indonesia.
Apa itu Ashoka Indonesia?
Ashoka merupakan organisasi global yang berfokus pada membangun gerakan setiap orang adalah pembaharu, “Everyone a Changemaker.” Wah, sangat selaras dengan Campaign.id, ya. Ashoka sendiri berdiri sejak tahun 1981 di India dan kemudian meluas ke lebih dari 35 negara termasuk di Indonesia. Ashoka didirikan oleh Bapak Social Entrepreneurship dunia, Bill Drayton. Dua tahun setelah berdiri di India sebagai kantor pertama, kantor Ashoka resmi berdiri di Indonesia pada tahun 1984 dan konsisten memilih Ashoka Fellow, system-changing social entrepreneurship, atau para wirausaha/inovator sosial yang mengubah sistem.
Ashoka mengidentifikasi dan memilih para social entrepreneur untuk kemudian dianugerahi Ashoka Fellow. Para Ashoka Fellow ini kemudian dijejaringkan secara global dalam program lifetime fellowship dan juga didukung dalam bentuk stipendium. Mereka bergerak dari empati dan kepekaan masing-masing terhadap masalah yang ada di sekitar, dan bergerak menghimpun kekuatan untuk menawarkan strategi penyelesaian yang berkelanjutan. Beberapa tahun terakhir, Ashoka mengelompokkan Fellownya ke dalam empat topik besar yaitu: Gender, Tech & Humanity, New Longevity dan Planet & Climate.
Oleh karena itu, walaupun Ashoka tidak spesifik bergerak di satu isu, namun juga sangat peduli dengan masalah krisis iklim. Menurut Ayendha, sebagai Manajer Program Gaharu Bumi Innovation Challenge di Ashoka, upaya-upaya restorasi dan pencegahan kerusakan lingkungan sangatlah penting dan genting, mengingat kita semua sebagai manusia bergantung pada alam. “Apapun agama, ras, golongan, maupun pilihan politiknya, kita semua pasti terdampak jika bumi rusak.”
Dan salah satu perwujudan komitmen Ashoka Indonesia terhadap isu lingkungan serta mendorong semua orang menjadi pembaharu, Ashoka bersama Kok Bisa dengan dukungan Ford Foundation dan Kementerian Dalam Negeri meluncurkan Gaharu Bumi Innovation Challenge. Tantangan ini mengajak seluruh keluarga, orang muda dan komunitas secara umum untuk mengenalkan inisiatif lingkungannya yang terbukti berpotensi melakukan mitigasi krisis iklim.
Gambar: Ashoka menyelenggarakan Faith-Inspired Changemaking Initiative (FICI) Masterclass
Mengamati Kerusakan Lingkungan dari Dekat
Sebagai orang yang sangat peduli dengan lingkungan, Ayendha berbagi kesedihannya saat melihat kerusakan lingkungan serta dampaknya di depan matanya sendiri. Ia bercerita bahwa saat kecil dulu, ia sering bermain bersama teman-temannya di sawah. Sejauh mata memandang, hamparan sawah yang hijau membentang. Sungai-sungainya bersih, sehingga sering digunakan untuk mencari keong atau memancing. Sekarang, setiap kali pulang ke kampung halamannya tersebut, ia melihat kerusakan demi kerusakan terjadi. Dari mulai lawan persawahan yang dicaplok dan dialihfungsikan sebagai pabrik, kantor atau perumahan sampai sampah rumah tangga yang menumpuk di sungai-sungai.
Apa yang diceritakan Ayendha ini ternyata selaras dengan laporan dari BBC Indonesia, bahwa banyak petani yang sudah menjual sawahnya. Kini, sawah-sawah beralih menjadi perumahan dan industri. Dan Jawa, menjadi wilayah yang lahan pertaniannya paling banyak beralih fungsi lahan.
Tidak hanya sawah, rusaknya lingkungan juga bisa dilihat dari data BPS yang melaporkan hilangnya satu juta hektare hutan di Indonesia selama lima tahun terakhir. Menurut laporan Forest Digest, ada 5,9 hektare hutan yang lenyap dikarenakan aktivitas produksi kertas, pembukaan kelapa sawit atau pertambangan dan lain-lain.
Meski begitu, Ayendha tetap optimis bahwa kita semua bisa sama-sama menjaga kelestarian alam. Optimisme tersebut muncul saat melihat adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, masifnya kampanye lingkungan di media sosial, dan munculnya teknologi berkelanjutan yang semakin mengedepankan keberlanjutan.
Terlebih lagi dengan adanya peringatan seperti Hari Menanam Pohon, Ayendha berharap ini tidak hanya menjadi seremonial belaka namun sukses meningkatkan kepedulian masyarakat untuk peka terhadap masalah lingkungan dan ikut beraksi, sebagai contoh menanam pohon.
Pentingnya Pendidikan Lingkungan
Meskipun sudah ada hari-hari peringatan seperti itu, Ayendha menyampaikan masih perlunya peningkatan literasi lingkungan sedini mungkin di rumah dan sekolah. “Harusnya setiap mata pelajaran dihubungkan ke lingkungan, karena tidak ada yang terlepas dari itu,” tuturnya.
Pendidikan lingkungan juga bisa dilakukan dalam keluarga. Orang tua bisa mendidik anaknya untuk menjaga lingkungan. Seperti yang juga dilakukan oleh orang tua Ayendha. Sejak kecil, ia dididik untuk memakmurkan lahan dengan menanam, karena itu merupakan bentuk syukur kita pada Tuhan dan juga cara kita menjaga tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi.
Gambar: Ashoka Fellow Gathering
Menanam pohon adalah salah satu aksi yang sangat mulia untuk menjaga lingkungan. Menjaga lingkungan, sama artinya merawat peradaban. Sebagai penutup, Ayendha punya pesan pada pemerintah dan sektor privat agar lebih berkomitmen untuk membuat kebijakan dan pembangunan yang berkesadaran lingkungan. Lebih baik mengutamakan pembangunan yang berprinsip keberlanjutan lingkungan daripada mengejar keuntungan sesaat.
Ayendha juga punya pesan untuk semua Changemakers di isu lingkungan, “Kalian semua keren. Aku tau kalau jadi changemaker itu kadang rasanya kesepian. Maka dari itu perlu saling tengok kanan kiri dan kolaborasi.”
Nah buat kalian yang
✅ Sudah menjalankan inisiatif di bidang lingkungan yang memitigasi krisis iklim selama minimal 3 bulan
✅ Termasuk dari salah satu kategori berikut:
▪️Keluarga (min 2 anggota keluarga)
▪️Orang muda (13-24 tahun)
▪️Komunitas (umum)
Yuk daftar Gaharu Bumi Innovation Challenge paling lambat 15 Desember 2023!
🏆 Juara 1: Rp 10 juta mentoring
🏅 Juara 2: Rp 7,5 juta mentoring
🌟 Juara 3: Rp 5 juta mentoring
Dengan bergabung di challenge ini, kamu bisa:
🤝 Bertemu dengan para changemakers lain dan membangun kolaborasi
🌳 Mendapat feedback dari para ahli di bidang lingkungan
🎙️Diundang presentasi final dan mengikuti festival di Jakarta bagi 10 finalis/kategori
Daftar di http://bit.ly/gaharubumi
Selain itu, kalian bisa ikutan Challenge Realisasikan gaya hidupmu dengan #StopPlastikSekaliPakai bersama Green–Books.org yang digagas oleh GreenBooks0rg.
Challenge yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran untuk nggak memakai plastik sekali pakai. Jika menyelesaikan Challenge akan dikonversi menjadi donasi sebesar Rp20 ribu yang disponsori oleh Yayasan Dunia Lebih Baik.
Total donasi akan disalurkan untuk pembelian reusable Tasini bags, water filter Nazava bagi anak-anak sekolah/komunitas serta zero-waste lunch kits stainless steel bagi pendidik lokal di Bali yang menyelesaikan Program Sekolah Nol Sampah.
Yuk sama-sama jadi pahlawan lingkungan bersama Gaharu Bumi Innovation Challenge dan Realisasikan gaya hidupmu dengan #StopPlastikSekaliPakai bersama Green–Books.org
Referensi:
https://news.detik.com/berita/d-6426125/hari-menanam-pohon-indonesia-ini-sejarah-peringatan-28-november
https://changemakers.com/id/challenges/gaharu-bumi-inovasi-tantangan
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/10/hampir-seperempat-penduduk-indonesia-adalah-pemuda-pada-2022
https://www.forestdigest.com/detail/2149/buku-pohon
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41078646