#ForABetterWorldID

Ngobrol bareng Jasmine, Reporter Magdalene Sharing Tips Cara Memberitakan Isu Kekerasan Perempuan💙

profile

campaign

Update

Hai, Changemakers! 


Kita semua tau kalau marak banget berita isu kekerasan terhadap perempuan di berbagai media. Nah, ternyata memberitakan atau menuliskan kasus isu kekerasan perempuan nggak bisa sembarangan, nih! Masih banyak media yang belum concern terhadap hak-hak penyintas dan korban dalam bersuara sehingga bisa menyebabkan dampak yang merugikan mereka. Sedih banget, ya? 


Makanya, hari ini Champ akan ngobrol bareng Jasmine salah satu reporter dan researcher dari Magdalene, nih! Buat kamu yang selalu ngikutin dan suka banget sama  tulisan Magdalene yang concern dengan hak-hak perempuan dan isu yang mereka bawakan. Langsung intip tips memberitakan yang baik dalam isu kekerasan terhadap perempuan dari Jasmine, yuk! 


Champ: Hai, boleh memperkenalkan diri dan sekarang apa kesibukannya? 

image

Jasmine: Halo, Champ! Kenalin namaku Jasmine Floretta dan sekarang sih, kesibukannya kerja sebagai Reporter and Researcher di Magdalene dan aktif jadi anggota dari TaskForce KBGO yakni kolektif khusus yang menyediakan dan mendampingi kasus kekerasan berbasis gender online dan melakukan kampanye terkait itu. 



Champ: Apakah ada cerita atau pengalaman khusus yang mendorong kamu sebagai penulis Magdalene dalam membuat tulisan tentang isu kekerasan terhadap perempuan?


image

Jasmine: Sebenarnya, sebagai jurnalis kami menulis sesuai perekembangan kasus yang sedang terjadi atau yang sedang heboh dibicarakan. Khusus untuk isu kekerasan seksual mostly dari berita atau riuhnya orang-orang di media sosial yang ramai membicarakan kasus isu kekerasan perempuan atau kekerasan seksual untuk ditulis bukan dalam bentuk hard news tapi soft news yang secara khusus membahas dalam perspektif gender. 


Tapi, kalau dari aku sendiri "kenapa aku menulis isu kekerasan seksual?" biasanya karena concern aku memang spesifik satu isu khusus. Misalnya, pas aku liputan khusus di Mentawai kan, di sana ada beberapa topik yang bisa dibahas gitu. Entah itu dari masyarakat adatnya atau dari perempuan adatnya. Nah, aku memutuskan untuk menulis artikel yang mana salah satu fokusnya ada pada isu kekerasan seksual yang terjadi di Mentawai dan apa problematika yang sedang terjadi di sana. Karena sudah ada concern di isu tersebut, biasanya aku sendiri ketika ingin menulis atau liputan selalu aku pitching. Kenapa aku pitching? karena orang-orang belum banyak tau kalau itu adalah masalah atau belum tau kalau ada kasus seperti itu di wilayah sana sebelumnya.



Champ: Bagaimana kamu memastikan bahwa suara dan pengalaman penyintas tercermin secara tepat dalam tulisanmu dalam memberitakan kasus kekerasan perempuan?


image

Jasmine: Biasanya, kami memastikan dan ngobrol langsung dengan penyintasnya seperti memberikan ruang sepenuhnya kepada mereka, karena biasanya media mainstream selalu memberitakan atau menuliskan berdasarkan POV Aparat penegak hukum. Nah, akhirnya suara penyintasnya hilang disitu, bahkan biasanya media-media mainstream tuh suka mewawancarai orang-orang yang nggak relevan dengan isu kekerasan seksual.


 Makanya, kalau menulis kekerasan seksual yang wajib diamplifikasi dan ditulis adalah suara penyintasnya. Kalau mau menulis kekerasan seksual kita wajib percaya dengan suara para korban atau penyintas, kita juga harus menanyai consent mereka dan membiarkan mereka bercerita sesuai yang mereka mampu, jangan sampai kita nge-push mereka bercerita padahal mereka nggak mau. 



Champ: Dalam memberitakan tentang kasus kekerasan perempuan, apa kriteria atau pertimbangan khusus yang kamu terapkan untuk memastikan cerita yang ditulis sesuai dengan visi dan misi Magdalene?


image

Jasmine: Pastinya, harus ngobrol langsung dengan penyintasnya dan memberikan waktu penyintasnya untuk berbicara tanpa kita nge-push. Kalau kita lihat media mainstream, banyak banget laporan atau tulisan yang kita liat di media itu para reporter atau jurnalisnya itu kayak nge-push penyintas untuk berbicara dengan memberikan pertanyaan mendetail, terus nggak memberikan ritme khusus. 


Kalau kita bicarain korban atau penyintas kasus kekerasan seksual, pastinya korban dan penyintas ini mereka punya trauma, jadi kita harus membuat pendekatan-pendekatan khusus ketika mewawancarai. Nggak bisa kita mewawancarai mereka dengan mindset seperti kita mewawancarai orang biasa yang nggak memiliki atau mengalami kekerasan seksual. 


Ketika kita ingin mengangkat suaranya ataupun ceritanya dalam suatu tulisan, kita harus memastikan concern yang mereka berikan kepada kita itu secara sadar sepenuhnya karena cukup banyak penyintas atau korban yang ingin ceritanya di-up ke media untuk mendapatkan keadilan tapi ternyata mereka belum memberikan consent secara sadar karena masih dalam keadaan kalut dan dalam kondisi traumatis. Nah, akhirnya ketika beritanya di-up ke media akan memberikan dampak jangka panjang kepada si penyintas atau kepada korban tersebut. Entah, itu dampak pada traumanya atau orang-orang akan mengkriminalisasi balik ke dia, dan bahkan bisa menjadi target secara langsung dari pihak pelaku.  


Jadi, kalau dari Magdalene pastinya memastikan ada concern-concern khusus untuk menulis isu kekerasan berbasis gender atau isu kekerasan seksual pada umumnya. 



Champ: Bagaimana kamu mengelola perasaan pribadi dan emosi yang mungkin muncul saat menulis tentang kasus kekerasan perempuan, dan apakah ada strategi tertentu yang kamu terapkan?


image

Jasmine: Ketika kita menulis isu kekerasan seksual kita pastinya nggak bisa netral, karena kita wajib percaya pada korban. Kepercayaan dan keberpihakan kepada korban itu penting banget! karena kalau kita nggak berpihak kepada korban maka proses pemulihan dia nggak bisa berjalan dengan baik. Jadi, ketika kita menulis dan meliput korban, kita nggak bisa netral karena kita harus berpihak kepada korban dulu. 


Nah, terkait dengan emosi saat menulis pastinya kita yang ngobrol langsung dengan korban dan mendengarkan ceritanya, akan dapat trauma sekunder. Nah, dari aku sendiri yang pernah menulis isu kekerasan seksual yang terjadi di Mentawai, aku menulis sambil menangis karena masih kebayang dengan cerita dari para penyintasnya yang mengalami isu kekerasan seksual. 


Kalau strategi atau caraku pribadi selama ini di Magdalene. Karena nggak ada mekanisme khusus jadinya aku sendiri yang biasanya diskusi dengan redaktur pelaksana untuk memberikan aku waktu untuk menyelesaikan tulisan ini agak lama agak lama dari biasanya karena sedang mengalami trauma saat mendengarkan cerita para korban secara langsung sehingga susah banget buat menyelesaikan tulisan. Selain itu, biasanya setelah sudah selesai menulis artikel kekerasan seksual tadi, aku meminta kepada redaktur pelaksana atau editor untuk memberikan aku ruang menulis artikel yang lebih ringan dengan based on research bukan dari wawancara kepada para korban atau penyintas untuk sementara waktu. 



Champ: Apakah ada tantangan khusus yang kamu hadapi ketika menulis mengenai isu kekerasan perempuan, dan bagaimana kamu mengatasinya?


image

Jasmine: Tantangan khususnya ya, kayak 'takut'. Takut ketika aku menulis artikel tentang isu ini akan menambahkan luka trauma pada korban atau penyintas. Karena punya pengalaman isu kekerasan seksual ini kan berat, aku takut aja dengan caraku approach mereka atau pertanyaan-pertanyaanku justru membuka luka lagi bagi mereka. Soal  cara mengatasinya tuh biasanya ketika aku membuat beberapa pertanyaan interview aku akan meminta saran kepada tim mengenai pertanyaannya dan memastikan dulu apakah pertanyaan ini terlalu sensitif atau bagaimana. Jadi, pertanyaan yang dibuat nggak hanya dari buah pikiranku aja tapi sudah dari review editor dan redaktur pelaksanaku. 


Ketika, artikelnya sudah selesai dibuat biasanya aku juga akan memastikan kepada para korban yang sudah aku wawancarai, karena suara penyintas isu kekerasan seksual adalah hal yang kita highlight jadi kita perlu feedback dari mereka. Setelah, diapprove biasanya aku akan memberikan support mental seperti tanya perasaannya ketika sudah membaca artikelnya dan memberikan support. Karena ketika kita sudah selesai mewawancarai mereka, kita nggak bisa langsung meninggalkan mereka. Concern kita adalah mereka bukan hanya sebagai 'narasumber' tapi concern kita terhadap mereka adalah melihat mereka sebagai 'manusia'. Karena masih banyak banget jurnalis yang menganggap para korban hanya sebagai narasumber biasa. Habis diwawancarai sudah terus ditinggal gitu aja. 



Champ: Boleh bagi tips kepada Changemakers dalam membuat tulisan yang baik dan tepat dalam mengangkat isu kekerasan terhadap perempuan?


image

Jasmine: Pertama, kita perlu merekfleksikan dulu apakah hal yang kita tulis itu bisa membantu memberikan kekuatan ke korban dan penyintas, atau justru malah hanya mengundang sensasi. Jangan-jangan kita menulis artikel dan laporan kekerasan seksual hanya karna lagi hype aja dan biar banyak diklik aja tanpa memikirkan konsekuensi mendatang yang akan diterima korban dan penyintas. 


Kedua, jangan pernah menyebarkan informasi pribadi korban, ya! Masih ada beberapa media yang malah menuliskan informasi pribadi korban mulai dari nama, alamat dan informasi pribadi lainnya. Sedangkan, informasi pribadi pelaku malah disensor. Jadi, ketika menulis artikel isu kekerasan seksual usahakan jangan menyebarkan informasi pribadi para korban atau penyintas. Pokoknya, wajib memprioritaskan keamanan narasumber dan mitigasi risiko juga kalau ada sesuatu kepada mereka, solusinya apa? karena ketika beritanya ter-up terus, kita wajib tanggung jawab soalnya kita yang memberikan wadah publikasi dari cerita-cerita mereka gitu. 



Champ: Dunia lebih baik menurut kamu, seperti apa?


Jasmine: Dunia lebih baik itu adalah dunia yang setara, nggak ada apapun jenis kekerasan maupun penindasan. Jadi, semua orang bisa bebas menentukan pilihannya, bebas menjalani hak dan kewajibannya, dan yang terpenting adalah mereka merasa aman hidup di dunia tanpa harus mengalami ketakutan-ketakutan tertentu dan batasan-batasan tertentu. 



Champ: Bagaimana kamu melihat peran penulis dan jurnalis dalam memperjuangkan perubahan sosial terkait dengan isu kekerasan perempuan, dan apa yang kamu harapkan dari dampak tulisanmu dalam masyarakat?


image

Jasmine: Peran penulis dan jurnalis dalam memperjuangkan perubahan sosial terkait dengan isu kekerasan perempuan itu penting banget! Peran media itu adalah corong pengetahuan dan informasi masyarakat. Kita berperan sangat besar untuk membentuk bahkan mengubah perspektif pola pikir masyarakat. Jadi, ketika media bisa menuliskan suatu isu yang sensitif, punya perspektif tanpa mempertebal stigma, itu akan membuat masyarakat jadi makin aware gitu. 


Jadi, harapanku kepada media yang sebagai corong pengetahuan dan informasi untuk membantu membangun perspektif kepada masyarakat, mereka bisa menjadi entitas yang mampu menuliskan berita dengan perspektif mendalam dan nggak hanya ngejar klik atau sensasi. Tapi, lebih menuliskan isu karna mereka concern dengan hal tersebut. Ketika media dan jurnalis concern pada beberapa isu, mereka akan menuliskannya bisa lebih baik dan punya keberpihakan. Sehingga, nggak ada lagi diksi-diksi di media yang menghakimi para korban atau penyintas. 


Sedangkan, kalau dari aku sendiri, aku merasa aku tuh nggak bisa kalau misalnya ada sesuatu yang terjadi di masyarakat dan aku lihat tapi nggak aku tuliskan. Semakin kesini aku menyadari bahwa ketika aku mempunyai pengetahuan dan concern mengenai suatu hal, kayaknya sayang aja gitu kalau hanya berhenti di aku. Aku juga pengen orang lain tau apa yang aku ketahui. Jadi, harapanku ketika orang-orang baca tulisanku tuh orang-oranng lebih paham dan aware tentang kasus-kasus kekerasan seksual dan tau kalau ada beberapa korban yang belum mendapatkan hak pemulihan dan keadilan yang utuh. Ketika orang-orang sudah punya concern terkait isu ini, orang-orang akan jadi tergerak untuk speak-up atau seenggaknya punya concern dan share kepada orang lain. 


Aku inget bukunya "Extinction Rebellion" disana dijelasin "kalau kamu punya pengetahuan apapun, kamu harus harus share awareness itu meskipun cuma ke satu orang aja. Ketika kamu share itu ke satu orang maka orang itu akan share ke orang lainnya lagi. Jadi, kesadaran itu akan meningkat dan itu akan membuat kesadaran kolektif. Ketika sudah ada kesadaran kolektif, nanti kita bisa bergerak sama-sama dan bisa membuat perubahan di situ." 




Setelah ngobrol bareng Jasmine, Champ jadi tau banget ternyata nulis berita isu kekerasan terhadap perempuan nggak bisa sembarangan, ya! Champ harap media lain juga bisa ikut aware dengan hal yang mereka tulis apakah memberikan dampak baik atau justru sebaliknya kepada korban. Nah, buat kamu yang biasanya nulis concern isu kekerasan terhadap perempuan sudah ngikutin tips dari kak Jasmine belum? Coba komen di bawah, yuk! 


heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone