Hai, Changemakers!
Siapa yang di sini pernah ngerasain gimana effort-nya membuat proyek atau kampanye sosial. Duh, pasti rasanya kalau diceritain bisa 3 hari 3 malem nggak, sih?
Atau ada yang sekarang lagi pusing banget sama proyek atau kampanye sosialnya? Tenang-tenang biar nggak penat, Champ punya pantun, nih:
Hari Minggu pergi membeli jajan
Taunya dapat jajan yang abal-abal
Tindakan apa yang berdampak besar bagi kehidupan?
Apalagi namanya kalau bukan kampanye sosial
Cakep, nggak? Kampanye sosial memang punya dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Tapi, di balik dampak besarnya, kita semua tau tantangan untuk membuatnya juga nggak kalah besar, loh.
Memangnya apa saja tantangan saat membuat kampanye sosial? Coba kita merapat apa aja sih, tantangan membuat proyek atau kampanye sosial? Kali kamu ada yang relate?
1. Menetapkan Tujuan
Sumber foto: Pinterest
Dalam kampanye sosial, membuat tujuan menjadi hal mendasar. Penetapan tujuan berguna untuk menentukan target audiens, membuat program kerja, dan membuat tolak ukur penilaian.
Jika tujuannya nggak jelas, maka kampanye sosialnya bisa dipastikan juga nggak jelas. Tapi, membuat tujuan kampanye sosial ternyata nggak mudah.
Dalam membuat tujuan kampanye sosial, berpotensi menghasilkan konflik, hingga perpecahan. Ini terjadi ketika diskusi pembuatan tujuan, ada sesama anggota saling ngotot agar pandangannya diterima.
Belum lagi sulitnya memahami kondisi sosial budaya (sosbud) masyarakat yang akan menjadi target audiens. Memahami kondisi sosbud sebuah masyarakat bukan perkara sehari dua hari, mengingat identitas sosial dan kehidupan masyarakat bersifat dinamis dan kompleks
2. Birokrasi yang Rumit
Sumber foto: BKN Yogyakarta
Untuk melakukan kampanye sosial butuh sebuah legalitas. Karena sebuah kampanye sosial akan beraktivitas di wilayah baru. Mau nggak mau, butuh perizinan.
Sayangnya, catatan dari Akbar dan Naufal dalam buku Praktik Kerelawanan di Indonesia menjelaskan kalau birokrasi menjadi momok menakutkan untuk melakukan kampanye sosial.
Kok bisa menakutkan? Sebagaimana umumnya, persoalan birokrasi di Indonesia menjadi hal yang rumit. Selain butuh berkas administrasi yang berjubel-jubel, juga sering dilempar ke sana ke mari. Kalau nggak kuat mental, bisa merasa capek. Kalau udah merasa capek, maka kampanye sosial berpotensi menjadi batal.
3. Nggak Semua Masyarakat Terbuka
Sumber foto: Pinterest
Jika surat perizinan sudah selesai dan tujuan kampanye sosial sudah matang, masih ada tantangan lainnya. Yakni, belum tentu semua masyarakat bersifat terbuka.
Champ menelusuri web LMS Kemendikbud. Di dalamnya berisi diskusi orang-orang yang sedang membuat aksi sosial. Champ menemukan curahan seseorang yang bercerita kalau masyarakat yang berada di lokasi aksi sosialnya, ternyata nggak terbuka.
Champ jadi penasaran, kenapa masyarakat bisa bersifat tertutup? Setelah Champ cari ke beberapa sumber, masyarakat menjadi tertutup terhadap nilai perubahan, bisa terjadi ketika memiliki karakteristik memegang teguh nilai tradisinya, sehingga menjadi acuh pada perubahan.
Untuk mengatasi persoalan itu, komunitas sosial yang ingin melakukan kampanye sosial harus membangun hubungan emosional. Yang tentu saja, butuh waktu lama.
Atau bisa merangkul para stakeholder. Tapi, untuk merangkul stakeholder bukan perkara mudah. Banyak stakeholder bersifat apatis. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil riset Reskiaddin, dkk., tentang tantangan pemberdayaan penyakit tidak menular di salah satu desa di Sleman. Salah satu poin risetnya menjelaskan kalau stakeholder nggak melakukan dukungan optimal dalam pemberdayaan.
4. Minat Volunteer yang Rendah
Sumber foto: Pinterest
Kehadiran Volunteer atau relawan menjadi penting untuk membantu mencapai tujuan kampanye sosial. Terlebih lagi, jika kampanye sosialnya punya prioritas dan skala besar.
Tapi, Champ menemukan fakta dari catatan Okezon kalau anak muda Indonesia mulai bersikap apatis. Sikap apatis itu pada akhirnya menjadikan minat anak muda untuk mengikuti volunteer menjadi kurang antusias.
5. Kesulitan Dana
Sumber foto: Pinterest
Dana menjadi modal ekonomi yang penting untuk menjalankan program kerja kampanye sosial. Beberapa Changemakers bilang sulitnya mendapatkan pendanaan sosial yang ngebuat organisasi atau komunitas kadang vakum.
Sangat disayangkan, ya, Changemakers. Padahal, kampanye sosial punya dampak baik buat masyarakat. Tapi, harus mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber pendanaan.
Kabar gembiranya, Champ punya solusi bagi komunitas atau organisasi sosial yang sedang membangun kampanye sosial, tapi kesusahan mendapatkan sumber pendanaan. Kalian bisa ikutan Matchmaking yang diadakan oleh Campaign di bulan Desember.
Kabar baiknya lagi, komunitas atau organisasi sosial kalian berkesempatan mendapatkan pendanaan sebesar Rp25 juta! Wih… nggak kaleng-kaleng, kan.
Gimana caranya daftar, Champ? Gampang, kok. Daftar melalui link: https://campaign.com/organizer/matchmakingforabetterworld
Batas pendaftarannya tanggal 14 Desember 2023. Champ tunggu ide-ide keren kampanye sosial kalian!
Referensi:
https://edukasi.okezone.com/read/2016/10/28/65/1526789/pemuda-saat-ini-cenderung-bersikap-apatis
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/mod/forum/discuss.php?d=1865
https://ewb-argentina.org/social-projects-5-challenges-for-strategic-management/
Mawlana, A, dkk.,. 2023. Praktik Kerelawanan di Indonesia. Yayasan Sekolah Relawan:Depok
Reskiaddin, L.O, Anhar, V.Y, Sholikah, Wartono. 2020. “Tantangan dan Hambatan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Daerah Semi-Perkotaan: Sebuah Evidence Based Practice di Padukuhan Samirono, Sleman Yogyakarta” . Jurnal Kesmas Jambi (JKMJ). 4(2).