Hai, Changemakers!
Buat kamu yang suka nulis, obrolan kali ini dijamin cocok banget buat kamu! Karena, kita bakalan ngobrol sama salah satu Content Writer Intern di Campaign #ForABetterWorld. Banyak banget cerita menarik dari bintang tamu kita yang satu ini. Penasaran nggak sih Champ bakal ngobrolin apa? Yuk, langsung aja kepoin obrolan kita di bawah ini!
Champ: Hi, Kak. Biar Changemakers pada kenal, boleh dong perkenalkan diri dan ceritain tanggung jawabnya di Campaign?
Kak Akbar: Halo, Changemakers! Perkenalkan, namaku Akbar Mawlana, biasa dipanggil Akbar. Di Campaign aku menjadi Content Writer Intern yang tugasnya membuat konten tulisan soft selling maupun hard selling. Aku juga mau sedikit cerita tentang awal mula mengenal Campaign yaitu di akhir tahun 2020. Saat itu, aku mendaftar untuk melakukan studi independen di program Kampus Merdeka. Nah, setelah diterima, aku merasa cocok berada di sini karena Campaign mempunyai fokus dengan isu sosial, terutama pendidikan, kesetaraan, kesehatan, dan lingkungan, yang mana itu juga menjadi isu yang aku geluti sejak masih kuliah.
Champ: Kalau sekarang, apa kesibukannya selain menjadi Content Writer Intern di Campaign?
Kak Akbar: Selain menjadi Content Writer Intern di Campaign, saat ini aku juga aktif dalam dua komunitas yang aku buat bersama temanku, yaitu komunitas Arena Sosial dan komunitas Nemor. Gitu, Champ.
Champ: Waw, menarik! Boleh dong kak diceritain tentang dua komunitas tersebut dan apa aja sih program atau kegiatan yang biasa dilakukan?
Kak Akbar: Jadi, komunitas Arena Sosial itu aku dirikan bersama adik tingkatku pada tahun 2022. Alasan pertamanya karena dulu aku membaca disertasi tentang blogosphere karya dari M. Jacky yang menjelaskan bahwa ruang virtual itu bisa menjadi alat solidaritas dan memiliki nilai politik untuk mencapai tujuan. Nah, setelah membaca itu, aku ingin mendirikan suatu wadah yang bisa memanfaatkan ruang virtual untuk keilmuan sosial humaniora agar tidak tersingkirkan di tengah kehidupan yang serba praktis.
Menurutku, di kehidupan sekarang ilmu saintifik lebih dominan dalam membentuk kehidupan, padahal kehadiran ilmu sosial humaniora juga masih dibutuhkan. Makanya, aku dan temanku ingin sekali mendirikan komunitas yang akhirnya lahirlah komunitas Arena Sosial agar kita bisa memahami dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang ilmu sosial humaniora yang bisa memberikan obat penawar di tengah persoalan kehidupan ini. Program dari komunitas Arena sosial juga sebenarnya sederhana. Kita membuat konten tulisan dan webinar yang mengedepankan kajian ilmu sosial humaniora.
Nah, komunitas kedua namanya Nemor. Jadi, nama Nemor ini adalah singkatan dari Bahasa Madura, yaitu Nembha Elmo Ghumbhira yang artinya menimba ilmu sembari bergembira. Melalui komunitas ini, aku ingin menjadikannya sebagai wadah pendidikan yang membahagiakan untuk anak muda, terutama anak-anak SMA di Sumenep. Kenapa targetnya anak SMA? Karena, berdasarkan pengalamanku menjadi pemateri tentang kepenulisan dan ngasih materi sosiologi di SMA, aku melihat kalau anak-anak SMA di Sumenep ini takut untuk berargumen dan melakukan suatu interpretasi.
Ternyata, setelah aku cari akar persoalannya itu karena model pembelajaran di SMA yang masih kurang menggembirakan dan masih ada relasi kuasa antara guru dan murid. Nah, makanya aku dan temanku membuat komunitas Nemor di Bulan November 2023 lalu, yang harapannya komunitas ini bisa menjadi wadah pembelajaran bagi anak-anak SMA untuk bisa berani berargumen dan melakukan suatu interpretasi. Untuk kegiatannya yang udah berjalan itu adalah pelatihan menulis dan diskusi, dan kegiatan terdekat lainnya, kita akan melakukan nobar dan diskusi tentang debat Cawapres untuk membedah apa aja kelebihan dan kekurangan gagasan dari setiap paslon.
Champ: Keren banget! Tapi, walaupun udah banyak program yang berjalan pasti ada aja tantangan yang harus dihadapi. Nah, boleh diceritain apa aja tantangannya dan gimana cara untuk mengatasinya?
Kak Akbar: Kalau dari Arena Sosial, tantangan utamanya itu di ide konten. Nah, karena aku sebagai penulis konten di komunitas ini sendirian, jadi kadang aku kehabisan ide dan nggak tau harus nulis apa. Biasanya untuk mengatasinya, aku harus memperbanyak bacaan jurnal, buku, dan berita.
Persoalan yang kedua itu terkadang ada perbedaan pendapat antara aku dan temanku. Misalnya, temanku ingin Arena Sosial bayar iklan biar naik namanya. Tapi, aku nggak mau karena aku ingin mempertahankan idealisme tentang ilmu sosial humaniora yang mengajarkan tentang proses kehidupan. Nah, kalau kita bayar iklan agar nama kita naik, itu berarti kita udah gagal dalam proses menikmati kehidupan. Biasanya untuk mengatasi konflik ide ini, aku dan temanku terus mengasah ide dan berdiskusi mencari titik tengah agar Arena Sosial terus naik dan dikenal banyak orang.
Kalau di komunitas Nemor, tantangannya beda lagi, Champ.Tantangannya itu kalau ada anggota yang nggak aktif. Biasanya kita cari cara untuk meningkatkan solidaritas biar lebih akrab lagi. Tantangan lainnya di komunitas ini juga tentang pendanaan. Karena, sampai sekarang semua kegiatan yang kita jalankan masih dari kantong pribadi. Walaupun sejauh ini masalah dana masih aman karena pengeluarannya masih kecil, tapi kedepannya mungkin hal ini jadi tantangan yang perlu dipikirkan.
Champ: Wah, pasti nggak mudah ya melewatinya☹️ Tapi, dari cerita Kak Akbar di atas kayaknya suka banget menulis ya, kak. Champ penasaran, kenapa Kak Akbar suka menulis?
Kak Akbar: Awal suka menulis itu dari kelas 2 SMA karena ikut Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), tapi masih belum serius. Nah, pas masuk kuliah, aku mulai bener-bener mengasah teknik penulisanku sejak aku suka baca buku filsafat yang isinya ditulis dengan jernih dan rapi. Dari situ, aku terus belajar untuk mengasah skill menulis. Aku mulai ikut kelas menulis esai secara online dan mulai serius meningkatkan skill menulisku. Nah, masuk semester 5, tulisan risetku dinilai nggak berkualitas oleh salah satu dosen killer di kampus. Di situ, aku sempet down dan mikir “Masa iya sih tulisan risetku seburuk itu?”. Tapi, setelah aku baca lagi, ternyata emang bener tulisanku itu nggak layak banget.
Sampai akhirnya, aku mengajukan diri ke dosenku yang tadi untuk belajar membuat tulisan riset yang bagus. Nah, beliau ngajarin aku banyak hal sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk ikut berbagai lomba ilmiah. Alhamdulillah, di semester 6 sampai 8, aku mendapatkan beberapa penghargaan artikel terbaik hingga tingkat internasional. Jadi, dari hasil pecutan dosenku yang mengatakan tulisanku kayak ‘sampah’, aku bisa berdiri tegak dan semakin mencintai dunia kepenulisan sampai saat ini.
Champ: Keren banget!!! Champ lihat, Kak Akbar juga pernah menerbitkan buku ya. Boleh dong kak di-spill sedikit isi dari bukunya?
Kak Akbar: Aku dua kali keterima sebagai penulis terpilih dalam buku puisi. Terus, kalau buku ilmiah itu juga dua kali sebagai penulis terpilih di Fakultas Ilmu Sosial UNNES dan IVOS. Terus, aku juga nulis mandiri bareng temenku buku Gonjang-Ganjing Madura: Menyingkap Musik Tubuh dan Pendidikan Kritis. Buku ini ngebahas tentang bagaimana persoalan musik, tubuh sosial, dan pendidikan di daerah Madura yang bisa aku katakan sebagai suatu persoalan yang sangat kronis.
Selain itu, sekarang aku juga lagi proses buat menerbitkan buku tentang pendidikan dan gender di Sumenep, Champ. Jadi, ini adalah tulisan pribadiku yang isinya berangkat dari persoalan Kepala Sekolah di Sumenep. Terutama di SMA, yang nggak pernah diduduki oleh perempuan. Nah, aku ingin riset kenapa hal tersebut bisa terjadi dengan menggunakan perspektif sosiologi.
Champ: Wah, Champ jadi pengen baca bukunya juga! Oh iya, ngomongin soal menulis, pasti kadang kita ngerasa burnout kan? Nah, boleh dikasih tips ala Kak Akbar untuk mengatasinya?
Kak Akbar: Biasanya, aku nulis sesuai dengan waktu yang kita suka. Kalau suka malam, yaudah nulis pas malam, dan gitu juga bagi yang suka nulis pagi, siang atau sore. Terus, kalau lagi burnout, aku juga suka kasih jeda, jangan sampai kita nulis sambil mikirin editing. Karena itu bisa bikin otak kita semakin lelah. Selain itu, kalau di tengah-tengah lagi nulis udah mentok dan nggak bisa lanjut, aku stop aja. Karena prinsipku, kalau kita udah capek dan kalau kita udah nggak bisa mikir lagi tapi dipaksakan menulis maka hasilnya akan nol, nggak berkualitas. Jadi, aku istirahat aja sambil nonton YouTube, komedi, film, atau dengerin musik. Itu sih beberapa tips dari aku, Champ.
Champ: Lanjut, dari berbagai kegiatan baik dan karya yang udah kak akbar buat, sebenarnya apa sih cita-cita dan mimpi yang ingin Kak Akbar capai?
Kak Akbar: Mimpiku, ingin terus hidup dari menulis dan ingin terus berani berpikir dan mengajukan pendapat sekalipun hal itu dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan di era sekarang. Banyak teman-temanku yang setelah mengkritisi desa atau sistem pendidikan, mereka diancam oleh aparat desanya. Nah, aku ingin hidup untuk terus membuat kebaikan dengan cara berkarya dan terus berpikir untuk memberikan argumen kepada masyarakat.
Champ: Keren!!! Pertanyaan terakhir dari Champ, menurut Kak Akbar dunia yang lebih baik itu seperti apa?
Kak Akbar: Menurutku, dunia yang lebih baik harus berawal dari sekolah. Kenapa? Karena sekolah yang berkualitas adalah ruang untuk membangun pemikiran yang jernih. Tapi, yang menjadi persoalan, realitas sekolah di Indonesia masih sangat kurang dan terbatas. Kalau boleh berandai-andai, ketika masyarakat Indonesia punya pendidikan yang berkualitas dan akses pendidikan yang baik, maka Indonesia akan memiliki generasi penerus yang punya pemikiran jernih dan berani mengungkapkan gagasannya. Aku membayangkan bahwa negara Indonesia akan maju dan akan bisa satu tingkat di negara-negara adidaya sekarang saat ini.
Waw, obrolan kali ini insightful banget ya, Changemakers! Siapa nih, yang suka nulis juga kayak Kak Akbar? Bisa banget obrolan ini jadi motivasi untuk terus semangat menulis dan berdampak baik melalui tulisan. Kalau kamu lagi ngerasa capek nulis, bisa juga nih diikuti beberapa tips yang udah Kak Akbar kasih di atas.