#ForABetterWorldID

Ada yang Menusuk, tapi Bukan Pisau…

profile

campaign

Update

​Hai, Changemakers!

Tau nggak, apa yang lebih red-flag dibandingkan si doi yang nggak ada kabar? Jawabannya, organisasi yang toxic! “Kok bisa Champ?

Kalian kalau ikut organisasi, pasti harapannya mau meningkatkan kualitas dan kapasitas diri. Tapi, itu nggak berlaku kalau kalian masuk ke organisasi yang beracun, alias toxic. Yang ada hanya tersiksa, tertekan, dan terbelenggu.

Yang benar aja. Rugi dong. Coba kita bedah, kenapa kamu harus menghindari organisasi toxic.

Korban dari Organisasi Toxic 

Ya, tentu rugi. AE, mahasiswi tingkat akhir yang Champ ajak ngobrol, mengaku pernah terjebak di organisasi toxic. Dia hanya dapat beban kerja yang banyak. Kalau kerjanya banyak, terus dapat apresiasi, nggak jadi persoalan. Sayangnya, AE mendapatkan gunjingan di belakangnya. Gunjingan yang terjadi, akhirnya membuat dia mengalami tekanan emosional.

Nggak jauh berbeda dengan AM. Mahasiswi Surabaya itu bercerita ke Champ, kalau dirinya pernah ikut organisasi yang terlalu mengurus persoalan privasi keluarganya. Padahal, itu bukan ranahnya. Seharusnya jika ingin mengulik AM, bukan persoalan keluarga, tapi tentang gagasannya untuk organisasi.

Yang menyedihkan, AM sampai pernah bertanya-tanya pada dirinya sendiri: kenapa aku selalu salah dalam melakukan sesuatu? Kondisi tersebut terjadi akibat dirinya selalu dianggap nggak becus dalam melakukan kegiatan di organisasi.

Kalau sudah gitu, apa yang bisa diharapkan dari organisasi toxic?

Makanya, buat Changemakers yang ingin masuk organisasi, harus hati-hati. Jangan sampai salah langkah. Salah sedikit, bisa mental illness.

Kalian harus kenali ciri-ciri organisasi yang nggak sehat. Dari obrolan Champ sama AM dan AE ada beberapa ciri yang bisa jadi acuan kalau organisasinya toxic.


image

Sumber gambar: Pinterest

Yuk, Kenali Dulu Sebelum Masuk

Pertama, sistem rekrutmen nggak jelas. Kalau ada teman kalian yang tiba-tiba masuk ke organisasi tanpa seleksi yang jelas, hati-hati! Itu menandakan organisasi nggak punya manajemen yang baik. Manajemen yang amburadul, menandakan regulasi di dalamnya juga jelek. Padahal, regulasi yang baik penting di organisasi agar kegiatan dan sikap di dalamnya tertata baik.

Rekrutmen yang nggak jelas, juga jadi tanda adanya transaksi politis. Bisa jadi organisasinya mengedepankan budaya kongkalikong. Kalau organisasi sudah terjadi transaksi politik, maka relasi di dalamnya akan bersifat superior-inferior.

Kedua, pemimpin terpilih dengan kontroversial. Pemimpin ibarat nahkoda sebuah kapal. Kalau nahkodanya bagus, kapal bakal berlayar tenang dan baik. Beda lagi jika nahkodanya jelek, kapal akan terombang-ambing.

AN, seorang mahasiswa yang sudah lulus bercerita tentang organisasi di kampusnya. Katanya, di kampusnya, ketua yang terpilih secara kontroversial, organisasi yang dipegangnya awut-awutan. Bahkan, program kerjanya nggak jalan. Kalaupun berjalan, hanya sebuah formalitas saja.

Ketiga, mendewakan senioritas. Budaya senioritas sangat bahaya di organisasi. Para senior bisa gelap mata pada juniornya. Setiap tindakan dan argumen yang disampaikan junior, dianggap salah. Yang terjadi, kamu nggak akan bisa berkembang.

Keempat, program kerja hanya ajang gengsi. Ini di luar nurul, sih. Soalnya, program kerja bukan ajang buat gengsi, melainkan ruang untuk melatih kreativitas. Mirisnya, AE pernah terjebak pada kondisi itu. Organisasinya hanya mengejar gengsi dalam menjalankan program kerja. Semisal, program kerja studi banding harus ke kampus besar biar dapat prestisius.

Mengerikan banget, ya. Makanya hati-hati. Buat Changemakers yang mau ikut organisasi, harus melakukan riset dulu. Misalnya, kamu mau masuk organisasi A. Kamu bisa riset media sosialnya buat cari tau anggotanya bagaimana, sistem dan budaya kerjanya, program kerja yang dijalankan, dan hal lain yang berkaitan dengan identitas organisasinya. 

Kalau kamu ada teman yang punya pengalaman di organisasi, bisa banget sharing. Tujuannya untuk meminta masukan dan pendapat. 


image

Sumber gambar: Pinterest

Kemudian, kalau kamu tiba-tiba diajak masuk ke organisasi oleh seseorang, kamu harus kritis. Kritis dalam artian, jangan mentah-mentah bilang “iya.” Kenapa? Ingat ciri organisasi toxic yang pertama. Kamu harus bisa jaga jarak untuk bisa berpikir dan merefleksikan diri untuk mengambil jawaban.

Gimana Buat yang Sudah Terlanjur Nyebur?

Itu buat yang masih belum join. Kalau yang sudah terlanjur nyebur ke dalam, Champ juga punya tips. Kalau sudah merasa organisasi yang kamu ikuti toxic, kamu harus punya sikap berani. Berani untuk menyatakan diri buat keluar. Ingat brother/sister, kesehatan mentalmu yang utama.

Jika nggak berani buat keluar, kamu harus bisa ambil jarak. Dengan mengambil jarak, bisa menjauh dari lingkaran organisasi. Apalagi kamu sudah memberikan saran ke organisasi tersebut dan masih nggak ada perubahan, kamu bisa langsung pergi dan mencari organisasi yang benar-benar bisa membuat kamu berkembang menjadi lebih baik lagi.




image

Sumber gambar: Pinterest

Organisasi toxic sudah seharusnya dihilangkan. Biar bisa menghilangkan organisasi toxic, harus belajar arti kesetaraan. Banyak cara buat belajar kesetaraan. Bisa baca buku, lihat film, ikut pemberdayaan. Kamu juga bisa selesaikan berbagai Challenge kesetaraan di aplikasi Campaign #ForABetterWorld.

Nih, Champ kasih rekomendasi Challenge yang mengajarkan arti kesetaraan. Kamu bisa selesaikan Challenge Dukung Perempuan Ekonomi Mandiri dari DPC IWAPI Kabupaten Buleleng. Challenge tersebut mendukung kesetaraan ekonomi perempuan. Mari selesaikan Challenge tersebut untuk mendukung pemberdayaan wanita tani kurang mampu di Buleleng. Karena Challenge yang selesai akan membuka donasi Rp17.500 yang disponsori Yayasan Dunia Lebih Baik. Ssskkuuyyy…



heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone