Hai, Changemakers!
Katanya sih, salah satu bentuk healing anak muda zaman sekarang adalah mengisap rokok. Emang iya, ya? Hasil olahan tembakau ini jadi hobi untuk penikmatnya. Faktanyaprevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun.
Permintaan yang terus meningkat di Indonesia memunculkan banyak merek rokok di pasaran. Nah, inovasi terbaru untuk menikmati produk olahan tembakau adalah rokok elektronik. Lalu, apakah klaim yang menyebutkan bahwa rokok elektronik lebih baik daripada rokok konvensional itu tepat? Terkait hal tersebut, Champ berkesempatan untuk ngobrol bareng Kak Naya dari #SuaraTanpaRokok. Penasaran dengan pembahasannya? Yuk, langsung aja simak informasinya di bawah ini!
Mengenal Lebih Dekat Sosok Kak Naya
Perempuan yang memiliki nama panjang Innayah Putri ini merupakan digital content creator #SuaraTanpaRokok. Selain sibuk mengelola akun media sosial komunitas ini, dia juga sedang menjalankan dua campaign di #SuaraTanpaRokok untuk momentum peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada 31 Mei, yakni kolaborasi antara #DirtyEcigs dan @sfafortc dan kolaborasi sama @mobilitas_ramah_iklim dari Makassar.
“Pertama, #DirtyEcigs kolaborasi sama @sfafortc. Di campaign ini, kita ngobrolin soal rokok elektronik mulai dari bahayanya, marketingnya yang gaet anak muda, mitos-mitos seputar rokok elektronik di masyarakat, sampai apa sih yang kira-kira bisa kita lakukan untuk ‘melawan’ industri rokok,” kata Kak Naya.
“Selain itu, kita juga ada campaign kolaborasi sama @mobilitas_ramah_iklim dari Makassar, di sana kita bahas tentang rokok dan road safety, karena masih sering banget nih kita ketemu sama orang yang nyetir sambil ngerokok, padahal itu kan bahaya banget,” cerita Kak Naya antusias.
Lahirnya Gerakan #SuaraTanpaRokok
#SuaraTanpaRokok berdiri pada tahun 2015. Berdasarkan keterangan Kak Naya, teman-teman tergerak untuk membuat gerakan ini karena melihat banyak sekali orang yang sebenarnya terganggu sama rokok, tapi enggan untuk mengungkapkannya. Nama #SuaraTanpaRokok muncul karena mereka ingin menjadi the voice of silent majority. Mereka sadar kalau sebenarnya perokok adalah korban dari industri rokok itu sendiri. Teman-teman dari #SuaraTanpaRokok nggak membenci perokok, tapi justru malah peduli sama mereka.
“Jadi caranya dengan berusaha mengingatkan lewat orang-orang di sekitar mereka. Harapannya #SuaraTanpaRokok bukan cuma jadi wadah untuk menampung suara teman-teman yang tidak merokok, tapi juga jadi ‘rumah’ untuk teman-teman perokok yang sedang mencari support untuk berhenti merokok,” kata Kak Naya.
Kisah dari Perokok Pasif yang Dibagikan ke #SuaraTanpaRokok
Mbak Dian adalah ibu dua anak dari Salatiga yang menjadi korban rokok orang lain atau biasa dikenal sebagai perokok pasif. Mbak Dian merupakan survivor kanker laring yang bekerja di salah satu instansi pemerintah. Menurut dokter, beliau terkena kanker laring karena terpapar asap rokok sehari-hari, di rumah dan di tempat kerja. Yang bikin tambah sedih, anak-anaknya kerap menanyakan kapan bisa dengar suara ibunya lagi 🥲.
Mbak Dian ini salah satu contoh gimana rokok nggak cuman membunuh orang yang merokok, tapi juga menyakiti orang-orang yang nggak bersalah di sekitarnya. Tapi, yang paling bikin kagum, setelah Mbak Dian berhasil survive, beliau justru ikut menyuarakan bahaya dari rokok lewat akun sosial media pribadinya.
“Tahun lalu, #SuaraTanpaRokok sempat bertemu dengan Mbak Dian, suara beliau masih sama, hilang dan nggak terdengar, tapi di saat yang bersamaan suara beliau juga terdengar lantang lewat platform lainnya,” ucap Kak Naya.
Perokok Muda Jadi Korban
Sumber: Freepik/@BalashMirzabey
Jumlah perokok muda di Indonesia setiap tahunnya meningkat. Kak Naya mengaku miris mengetahui fakta tersebut karena melihat secara langsung di lingkungan sekitarnya. “Aku lihat teman-teman aku banyak juga yang mulai merokok sejak aku masih duduk di bangku SD. Ini sebenarnya PR untuk kita semua. Meskipun bisa diakui, implementasi aturan rokok di Indonesia terus membaik, terutama dari sisi Kawasan Tanpa Rokok, tapi kita tentu masih ketinggalan jauh, bahkan dari negara-negara tetangga,” ucap Kak Naya.
Ukuran Pictorial Health Warning (PHW) pada kemasan rokok di Indonesia masih 40%, relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan Timor Leste yang udah 95% ataupun Malaysia 75% serta negara lain. Lalu, penjualan rokok di Singapura nggak sebebas di sini. Indonesia juga masih menjadi satu-satunya negara di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang mengizinkan iklan rokok.
Meskipun setiap kota udah punya peraturan daerah (perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok, tapi masih banyak iklan-iklan rokok yang terpampang jelas di tempat-tempat yang seharusnya dilarang. Belum lagi, ada kelompok remaja yang menganggap “nggak merokok nggak gaul”.
“Masa anak-anak dan remaja adalah masa di mana mereka gemar mencontoh, mau mencoba hal baru, dan mencari panutan. Tapi bagaimana mereka bisa lepas dari jerat rokok, kalau setiap hari mereka terus-terusan terpapar sama rokok, mulai dari aktivitas merokok sampai iklannya. Bahkan iklan rokok di internet juga sekarang banyak banget kan? Anak-anak remaja jadi semakin terpapar oleh iklan rokok di internet, termasuk media sosial,” ungkap Kak Naya.
Rokok Elektronik Bukan Alat Bantu Berhenti Merokok
Sumber: Freepik/@prostooleh
Tren rokok elektronik digadang-gadang bisa menjadi alat bantu untuk berhenti dari rokok konvensional. Bahkan ada yang bilang kalau rokok elektronik lebih aman daripada rokok konvensional. Eits, Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR malah mengatakan kalau penggunaan rokok elektronik sebagai alat bantu untuk berhenti merokok itu nggak tepat.
“Rokok elektronik itu peralihan, karena kalau alat bantu begitu dia berhenti dari rokok konvensional, ya namanya juga alat bantu, ya rokok elektroniknya juga berhenti dong! Itu baru namanya membantu berhenti merokok. Ini bukan namanya membantu, tapi namanya memindahkan dari rokok konvensional ke rokok elektronik,” ungkapnya, dikutip dari detikHealth.
Kak Naya setuju kalau rokok elektronik bukanlah alat untuk berhenti merokok. Menurutnya, rokok elektronik jelas bukan barang yang seharusnya dianggap normal. Sebab, udah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa rokok elektronik bahaya bagi kesehatan, seperti popcorn lung, kanker, sampai kematian.
“Tapi lagi-lagi nih, PR kita masih banyak. Kita bisa lihat gimana rokok elektronik yang isinya berbahaya, tapi dikemas dengan bentuk yang unik-unik dan berwarna-warni, belum lagi dibuat juga aksesorisnya macam-macam, liquidnya dengan berbagai rasa, belum lagi marketingnya yang menggaet influencer,” kata Kak Naya.
Tips Berhenti Merokok
Sumber: Freepik/@freepik
Berhenti merokok bukan perkara yang mudah bagi para perokok. Sebab, beberapa kandungan dalam rokok dapat menimbulkan efek kecanduan. Menurut Kak Naya, hal terpenting dalam usaha berhenti merokok adalah mengumpulkan niat.
“Kebanyakan Sobat STR yang cerita ke #SuaraTanpaRokok, kalau yang harus diperkuat ketika memutuskan berhenti adalah niatnya. Kedua, coba cari support system, keluarga, teman, komunitas. Ketiga mungkin juga bisa mengurangi intensitas nongkrong sama teman-teman perokok,” kata Kak Naya.
“Tapi kalau aku pribadi melihat salah satu cara ampuh untuk berhenti merokok adalah sayang diri sendiri dan ingat sama orang kesayangan kita. Ketika kita merokok, dampaknya bukan cuma ke kesehatan tubuh kita, tapi juga bisa membahayakan orang yang jadi perokok pasif di sekitar kita, suami, istri, anak, dan orang tua,” imbuhnya.
Harapan di Hari Tanpa Tembakau Sedunia
Sumber: Freepik/@freepik
Kak Naya berharap pemerintah bisa lebih tegas dan serius terkait aturan soal rokok, kenaikan harga rokok, peringatan di bungkus rokok yang diperbesar, membuat akses pembelian rokok lebih sulit, serta pelarangan iklan rokok baik yang ada di billboard, TV, media digital seperti internet dan media sosial. Lebih lanjut, dia ingin anak muda supaya semakin aware soal bahaya rokok dan lebih berani untuk bersuara.
Dunia yang Lebih Baik Menurut Kak Naya
Menurut Kak Naya, dunia yang lebih baik adalah dunia yang lebih ‘ramah’ terhadap kelompok rentan, seperti orang tua, anak-anak, dan kelompok disabilitas. Dunia di mana semua orang bisa menghirup udara segar tanpa asap rokok, baik rokok konvensional, elektronik dan bentuk lainnya.
“Aku juga berharap setiap orang bisa mengakses pendidikan dan kesehatan yang layak dan adil. Nggak ada lagi anak-anak yang kelaparan, nggak ada lagi orang-orang yang meninggal karena kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan, nggak ada lagi anak-anak yang putus sekolah karena kekurangan biaya. Dunia di mana setiap orang bisa punya kesempatan yang sama layak,” kata Kak Naya.
Nah, itu tadi beberapa hal yang Champ obrolin bareng Kak Naya. Gimana nih Changemakers? Insightful banget, kan? Kita jadi makin aware kalau penggunaan rokok, baik itu konvensional maupun elektronik sama berbahayanya.
Sekarang, waktunya kamu ikutan Challenge yang bertajuk Ayo Jaga Kesehatan Mata Anak. Dengan mengikuti Challenge ini, kamu bisa membuka donasi sebesar Rp25 ribu yang disponsori oleh Yayasan Dunia Lebih Baik (YDLB), Ishk Tolaram, dan A New Vision. Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk edukasi ke masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan mata anak, pelatihan bagi orang tua soal pentingnya menjaga kesehatan mata anak, pemeriksaan mata, dan bantuan kacamata bagi yang membutuhkan. Yuk, bersama-sama menjaga kesehatan mata anak dengan menyelesaikan Challenge ini!