Hai, Changemakers!
17 Juli kemarin, kita merayakan Hari Keadilan Internasional yang bertujuan untuk menyuarakan keadilan. Keadilan, kata yang terdiri dari delapan huruf tersebut, mudah ditulis dan diucapkan, tapi sangat sulit dipraktikan. Nggak usah jauh-jauh saat kecil aja pasti kita pernah berantem sama adik atau sama teman gara-gara merasa diperlakukan nggak adik entah itu dalam pembagian makanan atau dalam permainan. Nah, di aspek kehidupan bermasyarakat bahkan nilai keadilannya masih terasa suram.
Bagaimana nggak, menurut press release Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, perempuan masih mengalami marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban kerja.
Lantas, bagaimana dengan kehidupan perempuan? Apakah udah menikmati keadilan?
Kita cari tahu jawabannya bersama Kak Betty Herlina. Kak Betty adalah seorang jurnalis lepas, sekaligus founder dari Bincang Perempuan. Sebagai founder dari Bincang Perempuan, Kak Betty punya tugas untuk mengawasi produksi konten Bincang Perempuan di website dan media sosial. Kak Betty juga bertugas untuk mengawasi aktivitas komunitas Bincang Perempuan Circle.
Bincang Perempuan sendiri berdiri pada 24 April 2020. Bincang Perempuan hadir menjadi ruang bagi jurnalis perempuan dan perempuan muda untuk bertumbuh. Dalam praktiknya, Bincang Perempuan menawarkan ide segar, terutama tentang perempuan dan anak muda dari berbagai perspektif. Seperti, lingkungan, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, dan politik. Bincang Perempuan juga berbicara perihal persoalan perempuan yang membahas tentang kebebasan beragama dan toleransi.
Melihat Kondisi Kehidupan Perempuan
Dari sudut pandang Kak Betty, kehidupan perempuan di Indonesia udah mulai banyak kemajuan. Pelayanan pada perempuan juga udah mulai baik. Meski mulai ada perubahan, kita nggak boleh cepat bahagia. Karena ideologi patriarki masih mengakar di kehidupan masyarakat. Contoh kecilnya saja, masih ada yang menilai kalau tugas mengantar anak hanya tugas seorang ibu.
Cara pandang patriarki terjadi karena adanya kekeliruan internalisasi pendidikan sejak kecil. Sejak kecil, anak laki-laki diajarkan untuk kuat dan mandiri. Sedangkan perempuan diajarkan untuk lembut dan mengurus rumah tangga. Belum lagi media arus utama, bahkan media sosial menormalisasikan jika tugas rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Akibatnya masyarakat meyakini jika tugas tersebut sebagai kebenaran mutlak.
Apakah persoalan perempuan berhenti di sana saja? Nggak, dong!
Polemik Perempuan di Dunia Kerja
Masih banyak persoalan yang terjadi pada perempuan. Menurut Kak Betty akses pendidikan terhadap perempuan, utamanya di daerah terpencil masih nggak merata. Dari sisi kesehatan, edukasi kesehatan terhadap perempuan masih kurang optimal. Di dunia kerja, masih terjadi kesenjangan upah dan karir.
Apa yang disampaikan oleh Kak Betty, selaras dengan laporan dari Bank Dunia. Menurut laporan Bank Dunia, perempuan masih kesulitan mendapatkan kesetaraan di dunia kerja.
Ketidaksetaraan di dunia kerja bagi Kak Betty bisa ditanggulangi secara struktural. Bagi Kak Bety, pemerintah harus mampu mengimplementasikan Undang-Undang yang melarang diskriminasi berbasis gender di tempat kerja.
Bukan hanya pemerintah, dari pihak perusahaan juga harus membangun lingkungan kerja yang inklusif. Agar sesama pekerja merasa aman dan dihargai. Di sisi lain, perusahaan juga harus memastikan transparansi pengupahan dan kesamaan dalam kesempatan menduduki posisi pemimpin.
Hukum yang Belum Optimal Bagi Perempuan
Lebih mirisnya lagi, perlakuan nggak adil pada perempuan merambat pada aspek yang lebih luas, yakni hukum. Padahal, kesamaan di depan hukum adalah hak bagi setiap manusia. Sebab, hukum diciptakan untuk memberikan rasa aman terhadap manusia. Sayangnya, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hukum masih nggak adil terhadap perempuan.
Mengapa perempuan masih diperlakukan “berbeda” di depan hukum?
“Berdasarkan pengalaman saya di lapangan, ada beberapa hal yang membuat perempuan sering kali mengalami penyingkiran di depan hukum. Salah satunya akibat kultur patriarki yang masih kuat dan mengakar di masyarakat kita, ini berdampak dan mempengaruhi penegakan hukum. Perempuan sering dianggap kurang penting dibandingkan laki-laki, dan pandangan ini dapat tercermin dalam cara kasus-kasus yang melibatkan perempuan ditangani,” tegas Kak Betty.
Selain itu, aparat penegak hukum masih memegang stereotip bahwa perempuan merupakan makhluk yang emosional. Hal itu yang akhirnya meragukan persepsi aparat penegak hukum terhadap perempuan. Bahkan, membuat perempuan yang menjadi korban kejahatan merasa enggan melapor karena khawatir nggak akan dipercaya.
Ketidakadilan hukum pada perempuan juga disebabkan oleh terbatasnya akses pendidikan dan informasi. Sehingga, membuat perempuan kurang memahami hak-hak yang dimilikinya.
Sebuah kondisi yang dilematis. Padahal, bagi Kak Betty, hukum menjadi penting untuk menekan kekerasan pada perempuan. Mengingat, kasus kekerasan terhadap perempuan masih terus berulang. Di tahun 2023 saja, Komnas Perempuan mendapatkan 4.374 kasus kekerasan pada perempuan.
Duh miris, ya. Semoga ketidakadilan yang terus menimpa perempuan, segera berakhir. Karena setiap manusia punya hak yang sama entah itu laki-laki, perempuan, teman Disabilitas semuanya.
Seperti yang dijelaskan oleh Kak Betty, dunia yang lebih baik terjadi ketika setiap individu, tanpa memandang gender, memiliki kesempatan yang setara untuk mencapai impian dan hidup yang bermakna. Karena seyogianya semua orang punya hak untuk menikmati akses pendidikan, kesehatan, dan membuat keputusan. Selain itu, semua orang juga berhak untuk mendapatkan informasi yang berkualitas.
Champ sepakat dengan apa yang disampaikan Kak Betty. Dunia yang lebih baik bisa terbentuk jika kita bisa saling menghargai perbedaan. Membangun sikap menghargai perbedaan, bukan perkara mudah karena harus dibentuk sejak kecil.
Yuk, kita dukung pembentukan arti penting perbedaan sejak kecil dengan ikutan Challenge Harmoni Kids Trip Kenalkan Keberagaman Sejak Dini di Cirebon dari Inspiration House. Challenge yang bertujuan untuk menumbuhkan arti toleransi sejak kecil. Dengan ikutan dan menyelesaikan Challenge tersebut, kamu akan membuka donasi sebesar Rp40 ribu yang didanai oleh A Better World Foundation. Ayo bergerak bersama untuk menumbuhkan indahnya toleransi sejak kecil!
Referensi:
https://news.detik.com/berita/d-7229808/komnas-perempuan-catat-401-975-kasus-kekerasan-sepanjang-2023
https://www.antaranews.com/berita/3826641/menteri-pppa-ketidakadilan-pada-perempuan-masih-terjadi-dalam-hukum
https://ekonomi.bisnis.com/read/20240304/12/1746382/di-dunia-kerja-kaum-perempuan-kian-sulit-dapat-hak-yang-setara-dengan-pria
https://www.kemenpppa.go.id/page/view/OTM5