Hai, Changemakers!
Udah tahu dong kalau di Indonesia terdapat banyak sekali masyarakat adat. Melansir dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (“AMAN”), jumlah ragam masyarakat adat di Indonesia mencapai 2.449 komunitas masyarakat adat dengan perkiraan jumlah populasi sebanyak 40 hingga 70 juta jiwa.
Nah, harus kita akui masyarakat adat terbilang sebagai garda terdepan yang menjaga alam di Indonesia karena kehidupan mereka yang dekat dengan alam. Berbanding kembalik dengan kita yang jadi masyakarat urban yang yang tinggal di kota. Jadi banyak sekali fakta menarik dan pembelajaran seputar kelestarian alam yang bisa kita contoh dari masyarakat adat di Hari Masyarakat Adat Seduni kali ini. Ada apa aja?
Langsung aja kita kepoin di bawah!
Foto: CNN Indonesia
Suku Baduy
Masyarakat Baduy contoh terdekat salah satu masyarakat adat yang sangat menghargai lingkungan. Bagaimana enggak, di tengah gempuran modernisasi dan pembangunan masyarakat adat masih membangun rumah mereka yang terbuat dari kayu dan bambu, mereka juga nggak menggunakan pasta gigi dan sabun yang kita pakai sehari-hari karena dipercaya mengandung zat kimia yang bisa merusak lingkungan dan air yang ada di alam. Masyarakat Baduy menggunakan tanaman khusus yang bisa membersihkan badan dan gigi sebagai pengganti sabun dan pasta gigi.
Kamu yang tinggal di Jabodetabek pasti pernah kedapatan melihat suku Baduy berjalan kaki? Nah, masyarakat Baduy terutama Baduy dalam mempercayai dengan berjalan kaki mereka juga turut nggak mencemari lingkungan dan tetap bisa dekat dengan alam karena mereka berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki!
Eitsss, jalan kaki tanpa alas atau sendal sekarang banyak digaungkan oleh beberapa influencer dan praktisi kesehatan, loh. Dilansir dari Kompas.com berjalan kaki tanpa alas bisa membantu menurunkan tekanan darah, mengurangi ketegangan otot, dan meningkatkan kesehatan jantung. Tapi kamu tetap harus memperhitungkan di mana kamu akan berjalan tanpa alas kaki, ya.
2. Suku Anak Dalam
Dari Banten kita beralih ke Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan Suku anak dalam dikenal juga dengan banyak sebutan lain yakni Suku Kubu, Orang Rimba, atau orang Ulu. Dilansir dari Good News from Indonesia Suku anak dalam merupakan salah satu masyarakat yang sangat menggantungkan hidupnya terhadap sumber daya alam di hutan. Namun, mereka memiliki aturan dan cara sendiri dalam memanfaatkannya demi menjaga kelestarian hutan yang mereka tinggali.
Misalnya, mereka memiliki aturan mengenai nggak boleh menebang pohon atau membuat ladang pada wilayah hutan yang dianggap menjadi tanah peranakan. Meski begitu, suku anak dalam yang hidup di dalam kawasan hutan adat, boleh menebang hutan tetapi harus mengikuti aturan adat tertentu. Aturan tersebut adalah tidak boleh menebang hutan untuk dijadikan perkebunan sawit dan karet. Mereka hanya boleh menanam ubi dan tanaman buah-buahan agar tutupan lahannya bisa rapat kembali.
Kemudian, luas lahan hutan yang ditebang untuk dijadikan lahan pun terbatas, misal hanya sekitar 50 meter untuk beberapa orang. Aturan-aturan tersebut harus dipatuhi, dan apabila ada pelanggaran biasanya akan diberikan sanksi oleh para tetua suku.
3.Suku Adat Togutil
Nggak cuma di Indonesia bagian barat, di Indonesia bagian timur lebih tepatnya di Maluku. Terdapat suku Maluku Togutil merupakan sebutan untuk suku adat yang berada di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Uniknya, kelompok masyarakat adat ini ternyata hidup di hutan dengan cara berpindah-pindah. Keberadaannya secara spesifik biasa berpindah di lingkungan sekitar hutan hutan Totodoku, Tukur-Tukur, Lolobata, Kobekulo, dan Buli.
Meski berpindah-pindah, setiap membuka lahan untuk menjadi sumber pangan mereka juga menerapkan paham menghormati alam yang ketat. Suku Adat Togutil menganut aturan adat para nenek moyang yang mengharuskan keturunannya untuk selalu menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang ada.
Penduduk asli togutil percaya kalau setiap jenis tumbuhan dalam kehidupan manusia memiliki jiwa dan emosi yang sama dengan manusia. Jadi masyarakat togutil memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana dan nggak serakah untuk meraupnya.
Nah, itu dia pelajaran lingkungan kali ini yang bisa kita pelajari dari teman-teman masyarakat adat. Ada yang jadi inspirasi kamu? Tulis di kolom komentar, ya!
Sambil cari inspirasi lainnya dari masyarakat adat kamu bisa bantu tumbuhkan toleransi dengan ikut dan selesaikan Challenge Sebarkan Cinta Islam: Bantu 300 Milenial di Bukittinggi Dengan Festival Literasi!. Dengan menyelesaikan Challenge ini kamu sudah membuka donasi sebesar Rp40 ribu yang didanai oleh A Better World Foundation. Donasi yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan Festival Literasi Islam Cinta yang diikuti oleh 300 orang di Bukittinggi dan sekitarnya, Sumatera Barat. Program sosial ini berfokus pada Festival Literasi yang bertujuan meningkatkan minat baca dan pemahaman tentang cinta dan perdamaian dalam Islam.Yuk, ikut dan selesaikan sekarang!