Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman, namun sering kali keberagaman ini menjadi salah satu faktor pemicu adanya konflik dimana salah satunya adalah kekerasan berbasis agama. Insiden diskriminasi dan kekerasan berbasis agama di Indonesia terus terjadi sepanjang tahunnya. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang besar bagi kita semua. Kenapa sih hal ini bisa terjadi, dan apa saja yang bisa kita lakukan untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang lebih toleran?
Di wilayah Sumatera, khususnya di Provinsi Riau dan Sumatera Barat, insiden diskriminasi berbasis agama masih sering terjadi. Menurut Setara Institute, Indeks Kota Toleran (IKT) menunjukkan bahwa Kota Pekanbaru, Riau, mengalami penurunan drastis dalam peringkat toleransi dari urutan ke-2 pada tahun 2021 ke urutan ke-62 pada tahun 2022 dan terus menurun hingga berada pada urutan ke-88 pada tahun 2023.
Data dari Human Rights Watch juga menunjukkan bahwa di tahun 2020, di Indonesia, tercatat sudah sebanyak 200 lebih kasus pelanggaran kebebasan beragama terjadi. Dengan sebagian besar kejadian, terjadi di Pulau Sumatera. Salah satunya yaitu di Provinsi Riau dan Sumatera Barat. Di tahun yang sama, sudah
terdapat 26 kasus gangguan terhadap tempat ibadah di Pekanbaru, Riau. Kasus-kasus ini termasuk penolakan pendirian rumah ibadah, pesantren, dan perusakan tempat ibadah. Berikut adalah contoh berita tentang bentrokan yang terjadi akibat pengeras suara mushola di Pekanbaru, yang menunjukkan betapa pentingnya dialog dan edukasi untuk mencegah konflik semacam ini.
Judul Berita: “Warga Bentrok Gara-gara Pengeras Suara Mushola, Sosiolog Sebut Pentingnya Berdialog” (Sumber: Kompas, 19 Maret 2022)
Jika masyarakat sendiri kurang paham tentang pentingnya keberagaman, maka konflik dan diskriminasi bisa mudah terjadi dan akan terus ada hingga ke generasi mendatang. Tak hanya di Pekanbaru saja, kasus diskriminasi ini juga terjadi di Sumatera Barat dimana terdapat sekolah di Padang, Sumatera Barat, yang harus menutup kegiatan belajar mengajar karena tekanan dari kelompok intoleran.
Beberapa orang mungkin merasa bahwa isu ini tidak terlalu penting, namun perlu kita ketahui bersama teman-teman bahwa jika hal ini tidak ditangani dengan baik dan dimulai dari sekarang diskriminasi berbasis agama akan dapat merusak harmoni sosial dan memicu konflik yang lebih besar.
Data dari Wahid Foundation juga menunjukkan bahwa intoleransi bisa memicu kekerasan yang lebih luas dan merusak kohesi sosial di masyarakat. Ketika intoleransi dibiarkan berkembang maka bukan hanya kerukunan yang terancam, tapi juga perdamaian dan stabilitas sosial. Oleh karena itu, penting sekali bagi kita semua untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang toleransi serta
keberagaman demi menciptakan masyarakat yang lebih harmonis juga toleran dengan perbedaan.
Ayo Bergabung dalam Gerakan Perdamaian!
Mari bersama-sama wujudkan toleransi dan harmoni di Sumatera, khususnya di Pekanbaru serta Padang. Donasi kamu akan mendukung penyelenggaraan seminar tentang toleransi keberagaman dan berbagai kegiatan inspiratif lainnya.
Bagaimana caranya?
- Tulis hal baru tentang bina damai di media sosialmu.
- Ambil foto keberagaman dan kebersamaan bersama teman-teman dari latar belakang berbeda.
- Bagikan quotes favoritmu tentang keberagaman dan screenshot sebagai tanda dukungan.
Akan ada reward menarik untuk 4 peserta terbaik! Teman-teman akan mendapatkan uang tunai senilai 200k per orang, ilmu terkait toleransi dan keberagaman, rekomendasi LinkedIn dari Iyes Indonesia, voucher Cakap, serta publikasi di Instagram @Iyesindonesia.
Jangan lewatkan kesempatan untuk menjadi agen perdamaian ya! Yuk, cek detail campaignnya dan selesaikan aksi Challenge Campaign ini.
Bersama kita bisa ciptakan Indonesia yang lebih toleran dan damai!