#Friendship4Peace

Kita Berdaya & Berdampak Untuk Sumatera Barat Lebih Inklusif

profile

peacegenid

Update

​Ditulis oleh: PBHI Sumbar


Hi, Sobat Pejuang HAM!


Kamu sudah tau belum? Hak untuk mendirikan rumah ibadah adalah hak yang tidak dapat ditunda. Kamu sudah pernah lihat, begitu banyak pemberitaan yang muncul di timeline kita tentang penolakan pembangunan rumah ibadah bagi kelompok rentan dan tindakan pengusiran ketika hendak beribadah. Menurut kamu, bisakah kita mendorong adanya upaya ruang aman bagi kelompok rentan dalam peribadatan mereka? Jawabannya adalah, BISA. Pertama, Sobat Pejuang HAM mesti kenali terlebih dahulu apa saja hak-hak para sobat yang harus dipenuhi, dilindungi, dan dihormati oleh negara dalam keadaan seperti apapun dan di manapun. 


Apakah Sobat Pejuang HAM sudah ambil peran dan terlibat dalam isu krusial ini?


Jadi begini, di berbagai belahan dunia, isu kebebasan beragama dan beribadah merupakan hak asasi yang diakui secara universal. Namun, realitasnya, kelompok-kelompok minoritas kerap menghadapi diskriminasi dan pembatasan dalam menjalankan ibadah mereka. Misalnya, seperti yang terjadi di Kota Pariaman, Sumatera Barat. Kelompok agama yang jumlahnya minoritas, terpaksa menghadapi penolakan sosial sampai birokrasi yang berlarut-larut ketika hendak membangun tempat ibadah mereka. Ini mencerminkan ketidaksetaraan yang berpotensi menimbulkan ketegangan sosial.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan kebijakan yang inklusif dalam rangka melindungi hak peribadatan kelompok minoritas, sangatlah penting. Apa itu kebijakan inklusif? Kebijakan inklusif dalam peribadatan artinya memberikan ruang yang sama bagi semua kelompok agama, tanpa memandang besar kecilnya jumlah pengikut. Kebijakan ini tidak hanya penting dari sudut pandang hukum, tetapi juga untuk merawat keberagaman budaya dan kepercayaan dalam masyarakat. 



Nah, negara yang memiliki kebijakan inklusif seharusnya memperlihatkan komitmen terhadap hak asasi manusia dan mendukung terciptanya kehidupan yang harmonis antar warga negara dengan latar belakang agama yang berbeda-beda. Kebijakan ini juga menekankan pada penghapusan segala bentuk diskriminasi yang dapat muncul, baik dalam hal penggunaan fasilitas publik untuk ibadah, pembangunan rumah ibadah, maupun pelaksanaan ritual keagamaan. 


Setelah PBHI Sumbar melaksanakan diskusi publik yang melibatkan semua kelompok dari berbagai latar belakang yang berbeda. Ternyata membangun sikap dan tidakan toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga menghargai, memahami, dan hidup berdampingan dengan orang lain yang memiliki pandangan atau latar belakang yang berbeda. Meskipun mendorong hak-hak dan sikap setara antar umat beragama ini cukup memiliki tantangan besar, tapi PBHI Sumbar percaya bahwa kita berdaya untuk mengubah itu semua. 



Generasi milenial dan Gen Z yang hari ini hidup di era digital dan menguasai berbagai media masa sebagai platform, dalam konteks ini bisa menggunakan hal tersebut sebagai alat perjuangan. Salah satunya kampanye di media sosial, generasi Milenial dan Gen Z bisa berdampak untuk mendorong adanya kebijakan yang punya keberpihakan pada kelompok rentan, mendorong pemerintah dan lembaga terkait agar mengimplementasikan kebijakan yang inklusif, terutama dalam peribadatan serta melawan narasi intoleran atau diskriminatif agar terciptanya dunia yang lebih setara dan damai. 

image

Kelompok minoritas sering kali menghadapi tantangan besar dalam menjalankan hak beribadah. Salah satu tantangan utama adalah stigma dan prasangka dari kelompok mayoritas. Di banyak negara, kebijakan yang diterapkan cenderung berpihak pada agama mayoritas, baik secara eksplisit maupun implisit. Akibatnya, kebebasan beragama yang dijamin oleh hukum sering kali diabaikan dalam praktik.


Selain itu, penafsiran hukum yang sempit terkait pendirian rumah ibadah juga sering kali menjadi kendala. Misalnya, SKB 2 Menteri yang mewajibkan jumlah minimal pemeluk agama tertentu untuk dapat mendirikan tempat ibadah. Aturan semacam ini sering kali mempersulit kelompok minoritas untuk mendapatkan hak mereka karena jumlah mereka yang kecil.


Mewujudkan kebijakan inklusif yang melindungi hak peribadatan kelompok minoritas adalah salah satu langkah penting dalam membangun masyarakat yang adil dan beradab. Kebijakan ini tidak hanya menjamin hak asasi setiap individu, tetapi juga membantu menciptakan harmoni sosial yang lebih besar. Dengan reformasi hukum, edukasi publik, dan dialog antaragama, kita dapat mewujudkan lingkungan yang menghargai keberagaman dan melindungi hak semua warga negara, tanpa terkecuali. 



image

Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, kita semua menjadi manusia berdampak dalam menghadapi tantangan ini, karena kita semua bisa mendorong dunia yang lebih baik. 



heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone