#ForABetterWorldID

Dari Tarian Jarinya, Wantja Bersuara untuk Kesehatan Mental

profile

campaign

Update

​Hai, Changemakers!

Champ kemarin kaget deh, soalnya halaman depan koran Jawa Pos edisi Sabtu, 5 Oktober 2024, di bagian headline-nya tertulis Redam Depresi dengan Ruang Berekspresi. Di dalamnya membicarakan tentang mirisnya angka depresi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Untuk menanggulangi persoalan depresi, manusia membutuhkan ruang untuk bisa menyampaikan ekspresinya.

Kalau kamu percaya nggak sama pernyataan di atas? Kalau Champ percaya sih, soalnya pada hari Jumat, 4 Oktober 2024, Champ beruntung banget punya kesempatan ngobrol bersama Irwan Tja, atau akrab disapa Wantja. Pria yang menjadi konten kreator edukasi kesehatan mental melalui doodles ini bicara banyak hal tentang seni dan kesehatan mental.

Bagi Wantja, seni memiliki peranan penting untuk menjaga kesehatan mental. Sebab, seni menjadi “rumah” untuk mengeluarkan gagasan dan ekspresi. Ketika seni bisa menjadi wadah untuk menyampaikan gagasan dan ekspresi, di sana kita bisa jujur dengan diri sendiri. Kita bisa mengungkapkan apa yang kita rasakan.


image

Wantja yang Berkreasi untuk Kebaikan Orang Lain

Wantja aktif menjadikan doodles sebagai media mengedukasi kesehatan mental sejak 2020. Tentu, apa yang dilakukannya memiliki cerita panjang.

Ketertarikan Wantja terhadap kesehatan mental dibentuk bukan karena ia seorang profesional, psikolog atau psikiater. Bukan juga disebabkan oleh trauma. Semuanya bermula saat ia bergabung ke sebuah komunitas yang punya fokus edukasi dan advokasi pada permasalahan bunuh diri. Wantja memilih untuk ikut komunitas, agar hidupnya nggak hanya kerja, pulang, kerja, pulang dan weekend menghabiskan uang.

Kerja di satu sisi, menjadi kebutuhan alamiah seorang manusia. Tapi di sisi lain, dunia kerja bisa berdampak buruk untuk kesehatan mental. Dari sana, Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun ini mengangkat tema “It is Time to Prioritize Mental Health in the Workplace”.

Wanca menjelaskan, agar bisa menjaga kesehatan mental di tempat kerja, harus tau waktu. Kapan kita bisa gas, kapan kita harus slowing down. Kita bisa gas, ketika ada capaian yang ingin segera dicapai. Lalu harus slowing down biar nggak terjebak sama hustle culture.



image

Dengan konsep kerja yang dijelaskan oleh Wantja, dirinya mencoba menemukan makna dengan ikut komunitas itu. Selama enam bulan di komunitas, Wantja merasa semakin dekat dengan permasalahan kesehatan mental. Sebab, di komunitas itu, dirinya melakukan banyak kegiatan, mulai dikasih studi kasus, merangkum paper, dan membaca jurnal.

Terus, kenapa Wantja memilih doodles sebagai media berkreasinya?

Karena Wantja sebelumnya bekerja sebagai guru bahasa Inggris di salah satu lembaga bimbel. Ketika mengajar bahasa Inggris, muridnya berpendapat kalau bosan belajar hanya teks saja. Dari sana, ia mencoba mengkreasikan doodles sebagai media pembelajaran. Hasilnya, memuaskan karena muridnya bisa belajar lebih baik.

Klimaksnya, yang membuat Wantja memutuskan untuk membuat konten kesehatan mental, ada satu momen yang mengetuk hatinya. Waktu menjadi pengajar bahasa Inggris, ada muridnya yang mengirim DM ke dia. Isi DM-nya, mengucapkan terimakasih atas ilmu yang diberikan, ia bisa lolos SBMPTN.

Dari sana, Wantja berpikir jika ingin berkarier, ia ingin berkarier yang bisa memberi dampak untuk orang lain.

Selain menjadikan media sosial sebagai ruang untuk mengkreasikan doodles, Wantja juga menjadikan buku sebagai ruang barunya. Saat ini, ia udah menerbitkan tiga buku, antara lain: Ini Aku, Lika Liku Pekerja Rumah Tangga Migran Indonesia, dan Iblis di Pekarangan.

Di buku yang berjudul Lika Liku Pekerja Rumah Tangga Migran Indonesia, Wantja menjadi penulis sekaligus yang menggambar ilustrasi komiknya. Buku itu menceritakan sisi pahit pekerja migran Indonesia. Buku itu selain menarasikan tentang tekanan yang dialami oleh pekerja migran Indonesia, juga mengkritik pihak-pihak yang membuat kejahatan pada pekerja migran. 


Tantangan Wantja dalam Berkarya

Dalam proses berkaryanya, perjalanan Wantja nggak berjalan mulus. Ia pernah merasa ragu, apakah pantas melakukan ini? Karena dia sendiri bukan seorang psikolog atau psikiater. Menghadapi kebimbangan itu, Wantja memosikan dirinya sebagai katalis, seseorang yang menyuarakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

Selain meragukan kapasitas yang dimilikinya, tantangan lain yang harus dihadapinya, melawan konsistensi. Tak jarang, dirinya merasa bosan untuk berkarya.

Sebenarnya manusiawi, kalau rasa bosan itu menghampiri seseorang, apalagi dalam berkarya. Agar nggak cepat merasa bosan, menurut Wantja, seni itu jangan hanya berhenti untuk diri sendiri, tapi harus ada tantangannya.

Ngomongin tantangan, Champ mulai menyadari betapa pentingnya seni untuk kesehatan mental. Selain sebagai media berekspresi, di sisi lain, seni menjadi alat menyebarkan pengetahuan.

Mendapatkan Seni yang Membahagiakan

Tapi persoalannya, bagaimana jika kita ingin mengeksplorasi seni yang cocok untuk diri sendiri?

Pertama-tama menurut Wantja, harus dikembalikan ke diri sendiri. Jangan memaksakan seni yang nggak kita inginkan. Harus menemukan kecocokan. Kecocokan seni dan diri sendiri bisa disadari dengan rutinitas sehari, dari apa yang biasa kita kerjakan, apa yang sering ditonton, dan dengan siapa kita bergaul. Dari sana, seni yang sesuai dengan diri sendiri bisa muncul.

Apa yang disampaikan oleh Wantja, memiliki konteks mendalam tentang penerimaan. Sejatinya, setiap orang punya perspektif dan kehendaknya masing-masing. Sesuai dengan nilai Wantja tentang dunia yang lebih baik. Baginya, dunia yang lebih baik ketika kita bisa memanusiakan semuanya yang ada di muka bumi ini dengan cara membangun toleransi.

Menerima kehadiran makhluk lain sangat penting agar kita nggak merasa paling superior. Cara lain agar diri kita nggak merasa superior, yakni dengan memiliki tangan terbuka. Coba lihat di sekitar kita, masih ada UMKM yang sulit menjalankan roda perekonomiannya. Yuk kita bantu UMKM jadi lebih baik lagi dengan ikut dan selesaikan Challenge Bantu UMKM di Jakarta Jadi Lebih Baik bersama Warteg Meilani AW. Challenge yang selesai akan membuka donasi Rp25 ribu yang didanai Wahyoo Ventures dan Yayasan Dunia Lebih Baik. Donasi digunakan untuk pelatihan digital marketing.



heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone