Hai, Changemakers!
Kecantikan alam Indonesia tak pernah habis, bukan cuman Raja Ampat atau Bali, NTT juga menjadi surga bagi Indonesia. Provinsi yang berbatasan dengan Timor Leste ini menyimpan segudang wisata alam yang memesona. Ada pantai Pink, Danau Kelimutu, Taman Nasional Pulau Komodo, dan masih banyak pesona alam lainnya di NTT yang memukau.
Meski NTT menyimpan sejuta keindahan alam, ada sisi gelap yang jarang diketahui. Apakah itu?
Ini dia…
Stunting Tertinggi Nomor Dua di Indonesia, NTT
Di balik keindahannya, ternyata NTT menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi nomor dua di Indonesia. Menurut laporan Detik, jumlah stunting di NTT sebesar 37 persen dari jumlah penduduknya. Sesuai dengan hasil survei kesehatan Indonesia tahun 2023, bahwa prevalensi stunting pada balita di Provinsi NTT sebesar 37,9 persen. Artinya, ada 37 sampai 38 balita di NTT yang mengalami stunting.
Angka stunting yang mengkhawatirkan. Karena target prevalensi stunting balita Indonesia 2023 dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024,punya ambang batas 20 persen. Wilayah dengan prevalensi di atas 20 persen, dikatakan tinggi.
Sebenarnya nih, stunting di NTT pada tahun 2023, bisa dikatakan menurun, tapi nggak memuaskan. Kenapa? Turunnya nggak signifikan. Dilansir ANTARA NTT menurut Plt BKKBN NTT, Elsa Pongtuluran menjelaskan jika ada 63.804 anak yang mengalami stunting. Di tahun 2022, ada 77.738 anak yang mengalami stunting. Artinya, tahun 2023, stunting di NTT turun 2,5 persen.
Elsa Pongtuluran kembali melanjutkan tentang kabupaten di NTT dengan stunting tertinggi. Berdasarkan data pada 10 September 2023, Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi prevalensi stunting tertinggi dengan total 9.738 orang penderita stunting. Selanjutnya ada Kabupaten Sikka dengan total 3.318 orang penderita stunting.
Pas Champ baca data dari Studi Status Gizi Indonesia tahun 2021, ada 15 kabupaten di NTT berstatus merah dalam masalah stunting. Lima belas kabupaten itu adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka.
Sumber gambar: RANAKANEWS
Mengapa Bisa Terus Terjadi?
Dari fakta di atas kita pasti bertanya-tanya, apa yang membuat stunting di NTT terus berulang?
Kalau menurut Elsa Pongtuluran, stunting di NTT disebabkan oleh sulitnya masyarakat menjangkau fasilitas kesehatan karena kendaraan yang minim. Sanitasi dan ketersediaan air bersih belum maksimal, sehingga anak-anak mudah terserang penyakit.
Kalau berkaca dari artikel Satu Data Sektoral NTT, stunting disebabkan oleh kemiskinan. Kemiskinan membuat masyarakat sulit mendapatkan makanan bergizi. Selain itu, praktik tradisional membuat praktik kesehatan ibu menjadi buruk.
Berbeda dengan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Usman Kansong. Setelah Sosialisasi Pencegahan Stunting kepada Forum Lintas Agama di Labuan Bajo pada 30 Juli 2024, Usman Kansong menjelaskan penyebab stunting di NTT disebabkan oleh cara berpikir.
Usman Kansong menyoroti potensi ikan laut yang baik di NTT, harusnya bisa menjadi sumber protein. Nah, masyarakat menganggap untuk mendapatkan protein harus dari daging sapi yang harganya mahal. Masyarakat juga berpikir, kalau mencegah stunting saat anak udah lahir, padahal harus dilakukan selama masa kehamilan.
Tindakan dari Pemerintah
Dengan kondisi stunting yang terus membuntuti, pemerintah melakukan program gizi, seperti makanan tambahan, pendidikan gizi untuk ibu, dan memperbaiki sanitasi.
Program lain dari pemerintah adalah dengan meningkatkan kemudahan akses ke pelayanan kesehatan. Pemerintah ikut memberikan edukasi terkait gizi pada seribu hari pertama kehidupan anak.
Nggak berhenti di sana, pemerintah dalam menyelesaikan masalah stunting, melakukan kolaborasi dengan berbagai organisasi dan LSM.
Memang penyelesaian stunting bukan perkara mudah. Nggak bisa hanya berpangku pada satu pihak.
Ayo Berkolaborasi Mengentaskan Stunting
Itu sebabnya, Champ mau ajak mahasiswa yang untuk ikut kolaborasi bersama 1000 Days Fund dan Campaign di kampanye sosial #CegahStunting. Kriterianya:
1. Terdiri 4 orang dari kampus yang sama;
2. Kampus berasal dari Jabodetabek;
3. punya pengalaman buat kegiatan offline; dan
4. peduli dan tertarik sama isu stunting.
Nantinya akan ada tantangan yang harus kamu lakukan, yakni menggelar film screening: Indonesia’s Silent Emergency dengan minimal 50 peserta. Selain itu, kamu harus membuat kampanye sosial di aplikasi Campaign #ForABetterWorld.
Apa yang kamu dapatkan? Tiap tim terbaik mendapatkan dana Rp5 juta untuk acara film screening untuk 3 tim pemenang. Ada lagi yang menarik, yaitu volunteering trip 3 hari 2 malam ke Labuan Bajo untuk 1 tim pemenang utama.
Tunggu apalagi, yuk segera daftarkan dirimu melalui link https://bit.ly/OpenCall1000DaysFund. Pendaftaran sampai 4 November 2024. Champ tunggu aksi kamu untuk membantu menyelesaikan permasalahan stunting! Kalau bukan kita, siapa lagi?
Referensi:
https://news.detik.com/kolom/d-7439610/mengatasi-darurat-stunting-di-ntt
https://kupang.antaranews.com/berita/125697/bkkbn-harapkan-angka-stunting-di-ntt-turun-hingga-10-persen-pada-2024
https://news.schoolmedia.id/lipsus/15-Kabupaten-di-NTT-Masuk-Kategori-Merah-Stunting-2441
https://www.rri.co.id/daerah/536711/angka-stunting-di-ntt-menurun-hingga-15-2-persen
https://www.detik.com/bali/nusra/d-7465007/ntt-kaya-ikan-tapi-stunting-tinggi-mindset-warga-jadi-penyebab
https://satudatasektoral.nttprov.go.id/statistik_ntt/stunting-di-ntt-faktor-penyebab-dan-intervensi-untuk-masa-depan-yang-lebih-baik/#:~:text=Faktor%20Penyebab%3A,mengakses%20layanan%20kesehatan%20dan%20gizi.