Hai, Changemakers!
Ada paradoks tentang kesialan. Di satu sisi, manusia enggan untuk mendapatkan nasib sial. Di sisi lain, kesialan serupa bayangan yang membuntuti manusia. Kita nggak bisa menghindari dari kesialan. Meski begitu, kita bisa berdoa agar kesialan nggak selalu menimpa kita.
Berbagai cara dilakukan manusia untuk menjauh dari hari sial. Di Indonesia, sebagai negara yang memiliki kekayaan budaya, punya tradisi menolak sial, atau lebih akrab dikenal sebagai tolak bala.
Kenalan dengan Tradisi Tolak Bala dari Indonesia
Ada banyak tradisi tolak bala yang dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Bukan hanya ada di satu daerah, loh!
Sumber gambar: Kompas
Kalau kamu, udah kenal apa aja tradisi tolak bala yang ada di Indonesia? Kali ini Champ bakal kenalin beberapa tradisi tolak bala yang ada di Indonesia.
1. Mekotek
Masyarakat Bali, utamanya Mengwi, Kabupaten Badung punya tradisi tolak bala bernama mekotek. Menurut web Dinas Kebudayaan Badung, mekotek dilakukan oleh masyarakat hindu di Bali.
Secara histori, mekotek dilakukan untuk menyambut prajurit Kerajaan Mengwi yang mendapatkan kemenangan atas Kerajaan Blambangan di Jawa. Menariknya, pada tahun 1915 Mekotek dilarang oleh pemerintah Belanda. Tujuannya agar nggak terbangun pemberontakan. Ketika dihentikan, masyarakat terserang penyakit. Akhirnya mekotek diperbolehkan lagi untuk menolak bala.
Pelaksanaan mekotek dilakukan setiap 6 bulan sekali berdasarkan kalender Hindu pada Sabtu Kliwon Kuningan. Dulu, perayaan mekotek menggunakan besi, tapi memakan banyak korban luka. Sehingga kini digantikan dengan tingkat dari kayu pulet.
Peserta menggunakan pakaian adat madya dan berkumpul di Pura Dalem Munggu. Lalu melakukan persembahyangan dan ucapan makasih atas hasil perkebunan. Kemudian pawai ke sumber air di Kampung Munggu. Nantinya, tongkat kayu yang dibawa diangkat membentuk piramida.
2. Tiba anca
Tradisi Tiba anca selain berguna untuk kepentingan manusia, juga berdampak baik untuk lingkungan. Kok bisa?
Tiba anca merupakan tradisi suku Bajo, khususnya yang ada di Desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Tiba anca menjadi tradisi tolak bala untuk mengobati orang sakit atau yang sulit sembuh. Dalam pelaksanaannya, dilakukan pada pagi dan malam hari.
Menariknya dari tiba anca, bukan hanya dilakukan di rumah, tapi juga di hutan mangrove dekat perkampungan. Pada akhirnya hutan tersebut dijadikan hutan larangan dan masyarakat dilarang menebangnya. Dari sana, mangrove ikut terjaga.
3. Tari muang sangkal
Tari muang sangkal berasal dari Sumenep. Secara bahasa, tari muang sangkal terdiri dari dua kata. Muang, berarti membuang. Sangkal, berarti kegelapan. Tari muang sangkal memang memiliki makna untuk membuang sial.
Pelaksanaan tari muang sangkal, biasa dilakukan pada acara sakral, seperti pernikahan. Atau menyambut tamu agung. Dalam aturannya, tari muang sangkal dilakukan oleh perempuan dengan berjumlah ganjil dan nggak boleh menstruasi.
4. Rebo wekasan
Masyarakat yang berada di Sumatra, Jawa, dan NTT umumnya menjalankan rebo wekasan. Pelaksanaan rebo wekasan dilakukan pada Rabu terakhir di bulan Shafar, pada kalender Hijriyah.
Selain menolak sial, rebo wekasan dilakukan sebagai wujud syukur. Terjadi akulturasi dalam pelaksanaannya, antara nilai Islam dan budaya Jawa.
Kalau dilihat dari sejarah, rebo wekasan berkaitan dengan penolakan kedatangan penjajah. Pada tahun 1602, ada kabar bahwa Belanda akan menjajah Jawa. Dari sana, masyarakat melakukan berbagai cara untuk menolak kedatangan penjajah.
Tolak Bala untuk Perdamaian
Sebenarnya tradisi tolak bala bukan sekadar mengusir sial, tapi bisa mendatangkan perdamaian. Saga Jamblang melakukannya dengan membuat kegiatan Pagelaran Seni #TolakBala Untuk Cirebon Damai. Sebuah kegiatan yang memadukan antara tradisi dan doa bersama untuk menolak bala.
Kegiatan dari Saga Jamblang dilaksanakan pada Senin, 28 Oktober 2024 di Gedung Yakin. Ada tiga tujuan dari kegiatan Saga Jamblang. Pertama, membangun kesadaran anak muda tentang keberagaman. Kedua, menjadi narasi alternatif terkait toleransi dan perdamaian di tengah Pilkada 2024. Ketiga, membentuk persahabatan secara kolaboratif.
Kegiatan menyebarkan toleransi Sega Jamblang, nggak berhenti di sana aja. Sega Jamblang akan menjalankan program mengajak 100 pemuda cirebon untuk roadshow ke rumah ibadah untuk belajar toleransi.
Kamu bisa membantu terselenggaranya program Sega Jamblang dengan ikut dan selesaikan Challenge Mengajak 100 Pemuda Cirebon Belajar Toleransi dan Perdamaian melalui Roadshow Rumah Ibadah. Dari penyelesaian aksi, akan membuka donasi Rp20 ribu yang didanai Search for Common Ground. Yuk, jadikan anak muda semakin paham toleransi dari aksimu!
Referensi:
https://www.liputan6.com/regional/read/5141417/6-ragam-ritual-tolak-bala-di-indonesia?page=3
https://news.detik.com/berita/d-6927756/apa-itu-rabu-wekasan-ini-pengertian-dan-sejarah-tradisinya
https://medium.com/@fp24809/tari-muang-sangkal-tari-membuang-petaka-9702dec618e
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/02/01/tradisi-tolak-bala-ala-suku-bajo-yang-jaga-kelestarian-alam
https://www.mongabay.co.id/2024/01/12/ritual-tolak-bala-suku-bajo-torosiaje-kearifan-lokal-menolak-bencana/
https://disbud.badungkab.go.id/artikel/17799-tradisi-mekotekan#:~:text=Mekotek%20merupakan%20warisan%20leluhur%20yang,oleh%20umat%20Hindudi%20Bali.&text=Pada%20awalnya%20Mekotek%20dilakukan%20untuk,kemudian%20menjadi%20tradisi%20hingga%20sekarang.