Hai, Changemakers!
Kalian pasti udah nggak asing sama lagu Bangun Pemudi Pemuda. Lagu yang sering dinyanyikan waktu di Sekolah Dasar. Dari saking hafalnya, kalau ada yang lagi memutarkan lagu Bangun Pemudi Pemuda, kita bisa langsung ikutan nyanyi, tanpa aba-aba.
Di tengah kepopulerannya, apakah kamu tau kalau ada kritik sosial di baliknya? Atau kamu udah kenal siapa pencipta lagu tersebut?
Sebelum Champ ngasih tau, apa kritik sosial di balik lagu Bangun Pemudi Pemuda, Champ mau ngasih tau siapa penciptanya. Ini penting agar masyarakat bisa menghargai lagu nasional kita.
Penciptanya bernama Alfred Simanjuntak. Alfred Simanjuntak atau akrab disapa Pak Siman merupakan anak sulung dari delapan bersaudara. Beliau lahir pada 8 September 1920 di Parlombuan, Tapanuli, Sumatera Utara.
Sumber gambar: Satu Harapan
Keberanian Alfred Simanjuntak
Alfred Simanjuntak lahir dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana. Ayahnya berprofesi sebagai guru. Dia bercerita kalau di rumahnya nggak punya piring, mangkok, gelas, sendok, dan garpu. Kalau ke sekolah, harus menempuh jarak 90 km dengan berjalan kaki.
Di balik kesederhanaan hidupnya, lahir jiwa pemberani. Alfred Simanjuntak kecil merantau ke Jawa pada usia 14 tahun.
Perjalanannya ke Solo dilalui melalui kapal menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Lalu menyambung perjalanan ke Solo dengan kereta api. Dia bersekolah di Holand Inlandase Kweekschool.
Sumbangsihnya untuk bangsa luar biasa. Ia pernah menjadi wartawan dan guru. Di antara profesi yang digeluti, guru adalah pekerjaan paling berkesan. Menurut beliau, mendidik merupakan tindakan untuk membangun bangsa.
Musisi Nasionalis yang Ditakuti Jepang
Atas pengabdiannya di bidang pendidikan, Pada 10 Februari 2001, Alfred Simanjuntak mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Saint John University.
Pengabdian untuk Indonesia, ditorehkan melalui seni. Seni yang beliau ciptakan, bukan sebatas seni. Melainkan seni yang berjiwa api. Dari lagu-lagunya, Jepang meringkuk dan menggigil. Lagu-lagunya membawa sikap patriotik dan membakar semangat perjuangan masyarakat.
Dari lagunya, moncong teror membuntuti hidupnya. Alfred Simanjuntak bercerita ke Majalah Dia, ketika Jepang kalah, ada yang mengaku dari intel Jepang meneleponnya. Intel tersebut mengucapkan selamat masih hidup, sebenarnya nama Alfred Simanjuntak tertulis dalam buron Kempetai Jepang (polisi rahasia). Orang yang ditangkap Kempetai Jepang akan disiksa bahkan dihukum mati.
Lagunya memang bukan sembarang lagu. Orang yang mendengarnya, menjadi bergairah, bergelora, dan berapi-api untuk negeri Indonesia. Sama halnya dengan lagu Bangun Pemudi Pemuda.
Hiduplah Perempuan!
Lagu yang diciptakan saat sedang mandi, dianggap berbahaya oleh Jepang. Pada tahun 1943 Alfred Simanjuntak berhasil merampungkan lagu Bangun Pemudi Pemuda dalam waktu kurang lebih satu jam. Setelah rampung, ia diam-diam memperdengarkannya ke murid-muridnya di Sekolah Rakyat Sempurna Indonesia di Semarang.
Selain menjadi bahan bakar perjuangan rakyat Indonesia, Bangun Pemudi Pemuda diciptakan oleh Alfred Simanjuntak untuk melawan cara pandang masyarakat yang merendahkan perempuan.
Kalau Changemakers sadar, ada yang “tidak normal” dari judul lagunya. Kenapa Champ bilang “tidak normal”? Bukan buruk dan jelek, melainkan Alfred Simanjuntak menyematkan “pemudi” (panggilan orang muda perempuan) lebih dahulu. Di masyarakat, normalnya menuliskan atau menyebut sapaan untuk laki-laki terlebih dahulu.
Alfred Simanjuntak bercerita dari lagu Bangun Pemudi Pemuda, ingin menyadarkan bahwa pemuda lahir dari pemudi. Artinya perempuan memiliki peran penting
Alasan lain, Alfred Simanjuntak ingin mengkritik tradisi orang Batak yang selalu mendahulukan laki-laki. Misalnya saja ketika pesta, laki-laki selalu didahulukan daripada perempuan. Kalau rapat gereja, bapak-bapak yang selalu kumpul.
Dalam hatinya, ia ingin memberikan pelajaran kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana di luar negeri, perempuan dihargai, seperti ladies and gentlemen.
Aritnya, sebuah lagu bukan sebatas nada dan melodi. Lagu menjadi media perlawanan terhadap permasalahan masyarakat. Dari lagu juga, bisa membangun pengetahuan baru.
Lagu Toleransi dari Santika Lestari
Santika Lestari ikut menjadikan lagu sebagai media yang berguna bagi masyarakat. Mereka menciptakan lagu Pangaping Kaasih Diri. Pangaping Kaasih Diri kental dengan nilai menghargai perbedaan untuk menciptakan toleransi. Uniknya, Pangaping Kaasih Diri ada komponen doa, jampe, dan mantra di komponen lagunya.
Pada 9 November 2024 terselenggara Pagelaran Pangapin Kaasih Diri. Tujuan besarnya untuk menguatkan identitas budaya dan menyebarkan toleransi.
Kamu bisa membantu Santika Lestari menyebarkan toleransi dari musik dengan menyelesaikan Challenge Doa dan Harmoni Musik Nusantara untuk Perdamaian di Indonesia. Dengan menyelesaikan 2 aksi, kamu membuka donasi Rp20 ribu yang didanai Search for Common Ground. Donasi digunakan untuk memperluas jangkauan Pangaping Kaasih Diri. Yuk, bantu perkuat budaya dan toleransi!
Referensi:
https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20241021133401-569-1157919/lirik-lagu-bangun-pemudi-pemuda-ciptaan-alfred-simanjuntak#:~:text=Lagu%20Bangun%20Pemudi%20Pemuda%20adalah,sedang%20dalam%20masa%20penjajahan%20Jepang.
https://mediaindonesia.com/humaniora/604251/lirik-lagu-bangun-pemudi-pemuda-makna-dan-sejarahnya
https://korankaltim.com/read/nasional/37592/ini-kisah-di-balik-lagu-bangun-pemudi-pemuda-di-sejarah-hari-sumpah-pemuda?page=2
https://majalahdia.net/wawancara/alfred-simanjuntak-harus-melakukan-sesuatu/amp/
https://www.satuharapan.com/read-detail/read/alfred-simanjuntak-dalam-kenangan
https://tirto.id/alfred-simanjuntak-diburu-kempeitai-jepang-karena-lagu-patriotis-fH51
https://historia.id/kultur/articles/di-sekitar-lagu-bangun-pemudi-pemuda-DnJgg/page/1