#ForABetterWorldID

Mencegah Relasi Kuasa Sebagai Penyakit Kekerasan Perempuan di Sekolah

profile

campaign

Update

​Hai, Changemakers!

Udah nyoblosnya kan, kemarin? Nah, sekarang coba kita kembali ke realita.Selain kampanye paslon kepala daerah, setiap tanggal 25 November sampai 10 Desember kita melakukan kampanye 16 HAKTP (Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan).

Mengenal Kampanye 16 HAKTP

Kampanye 16 HAKTP dilakukan setiap 25 november sampai 10 Desember. Kenapa tanggal itu yang digunakan? 25 November merupakan Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional. 10 Desember menjadi peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional.

16 HAKTP dijalankan pertama kali oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991. Dalam skala global, 16 HAKTP dijalankan oleh PBB. Sedangkan di Indonesia dijalankan oleh Komnas Perempuan. Tujuan kampanye 16 HAKTP ingin menciptakan kehidupan sosial yang ramah dan aman bagi siapa saja, utamanya perempuan.

Mengapa perempuan? Dari fakta yang ada, perempuan masih rentan mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik, seksual, dan verbal. Nggak usah jauh-jauh. Lihat saja media sosial yang menjadi “teman hidup” manusia modern. Di media sosial, mudah menemukan kekerasan kepada perempuan. Misalnya saja, viralnya konten “tobrut (tok*t brutal)” yang mengarah pada perempuan. Itu menjadi tanda, masyarakat hanya melihat perempuan dari sisi tubuh semata.

Jika media sosial telah terkontaminasi oleh kekerasan, menjadi indikasi bahwa kekerasan terhadap perempuan mencapai titik nadir. Sehingga di tahun 2024, kampanye 16 HAKTP memuat tema besar: bersatu mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

Tema yang penuh tantangan, sulit, dan terjal. Dalam kacamata sosial, pondasi kehidupan ada dua: ekonomi dan pendidikan. Nah, dari segi pendidikan, sekolah telah menjadi sarang kekerasan terhadap perempuan. Menurut laporan Federasi Serikat Guru Indonesia, 31 persen anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual di lembaga sekolah. Jika ranah basic-nya aja udah terkontaminasi, bagaimana bisa mengentaskan kekerasan pa

Tanggapan Wakil Kepala Sekolah, Sekolah Perempuan Jember

Selvira Meiseisar, Wakil Kepala Sekolah di Sekolah Perempuan Jember menjelaskan, mengapa kekerasan terhadap perempuan di ruang pendidikan formal masih kerap terjadi. Menurutnya perempuan masih dinilai sebagai makhluk lemah. Sehingga dianggap boleh memperlakukan perempuan semena-mena. Cara pandang yang merendahkan perempuan, semakin klimaks dengan minimnya edukasi pencegahan kekerasan kepada perempuan.



image

Agar sekolah nggak menjadi sarang kekerasan perempuan, Selvira memberikan dua solusi. Pertama, cara preventif melalui sosialisasi tentang pencegahan dan cara menghadapi kekerasan seksual. Kedua, mendirikan satgas. Kehadiran satgas membantu penanganan kasus dan membantu memulihkan korban dari sisi psikis.

Seberapa efektif cara yang disampaikan oleh Selvira untuk menyelesaikan kekerasan terhadap perempuan di sekolah? Tergantung pada pelaksanaan di lapangannya.

Tapi, apa yang disampaikan oleh Selvira, bukan berangkat dari kertas kosong. Ia sudah mempraktikkannya di Sekolah Perempuan Jember. Sekolah Perempuan Jember memiliki program berupa sosialisasi pencegahan kekerasan seksual dan bullying di lingkungan sekolah, advokasi kasus kekerasan seksual, dan pemberdayaan.



image

Meruntuhkan Relasi Kuasa

Dari berbagai faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan di sekolah, relasi kuasa menjadi penyebab paling mengerikan. Relasi kuasa membuat seseorang menjadi takut dan terkontrol.

“Terus gimana cara menghadapinya?” tanya Champ.

Bagi Selvira, relasi kuasa bisa diruntuhkan melalui pendidikan mengenai hak-hak asasi, kesetaraan gender, dan keadilan. Dengan begitu, bisa membangun wawasan pada perempuan mengenai perlindungan diri dari penyalahgunaan kuasa. Wawasan itu juga penting agar perempuan memahami hubungan yang nggak sehat. Cara lain, menemukan orang-orang di sekitarnya yang bisa memberikan dukungan sosial kepada perempuan saat menjadi korban.

Selvira juga berharap agar pemerintah lebih aware pada isu-isu perempuan. Karena masih banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan, kasusnya belum terselesaikan. Lalu, kehadiran satgas bisa difungsikan dengan baik, bukan diciptakan sebagai formalitas semata agar perempuan dan laki-laki, bisa merasa ruang aman dan nyaman tanpa kekerasan seksual.

Seperti penilaian Selvira, bahwa dunia lebih baik ketika setiap individu bisa menghargai diri sendiri dan orang lain. Ketika setiap orang tau batasan yang baik dan buruk, sehingga setiap individu bisa merasakan setara, serta menerima kekurangan dan kelebihan.

Agar bisa menghadirkan kesetaraan di masyarakat, harus membuka akses kepada perempuan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya. Kamu bisa melakukannya dengan menyelesaikan Challenge Dukung 50 Perempuan Penggerak Perdamaian di Ciayumajakuning, Cirebon Ekspresikan Kebebasan Beragama. Melalui penyelesaian Challenge akan membuka donasi Rp20 ribu yang didanai Search for Common Ground. Donasi digunakan untuk pelatihan kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi 50 perempuan di Ciayumajakuning. Yuk, bangun kesetaraan!



Referensi:

https://www.detik.com/edu/sekolah/d-7483002/ada-101-korban-kekerasan-seksual-di-sekolah-pada-2024-kasusnya-ada-di-wilayah-ini

https://narasi.tv/read/narasi-daily/sejarah-dan-tema-peringatan-16-hari-anti-kekerasan-terhadap-perempuan-haktp-2023#google_vignette



heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone