#ForABetterWorldID

Sering Polemik, Apakah Anak Muda Punya Keinginan Memiliki BPJS Kesehatan?

profile

campaign

Update

​Hai, Changemakers!

Suka wisata masa lalu? Kalau suka, pas kamu lagi senggang, coba deh buka media sosial X, terus ketik di pencarian dengan kata kunci “BPJS”. Kalau kamu cari, ada banyak netizen yang curhat tentang keluh kesah mengenai BPJS Kesehatan.

Keluhan tentang BPJS Kesehatan, sebenarnya bukan hal baru. Dari dulu udah santer terdengar keluhan masyarakat tentang BPJS Kesehatan. Ada yang mengeluh tentang pelayanannya; ada juga yang mengeluh tentang diskriminasi yang diterima pasien.

Persoalan yang sebenarnya terjadi sejak dulu, tapi masih terulang sampai sekarang. Kayak laporan Ombudsman di 2023, menerima laporan adanya tindakan diskriminatif. Atau laporan Ombudsman di 2024 tentang keluhan pasien yang harus membeli obat di luar rumah sakit. Bukankah mengejutkan ya, persoalan yang sering dikeluhkan masyarakat, masih terus terjadi?

Kabar mengejutkan lainnya datang dari Harvey Moeis, terdakwa korupsi timah yang merugikan negara triliunan rupiah, justru menerima Bantuan Iuran BPJS! Sama halnya dengan istrinya. Kok bisa orang dengan segepok duit terdaftar sebagai penerima Bantuan Iuran BPJS?

Meskipun dijelaskan oleh Pj. Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, keduanya terdaftar karena pemerintah daerah menjalankan percepatan Universal Health Coverage yang memastikan seluruh penduduk Jakarta menerima layanan kesehatan.


image

Sumber gambar: Kompas

Pegawai BPJS, tapi Nggak Pakai BPJS?

Mengenai BPJS Kesehatan ada lagi yang mengejutkan. Di media sosial, lagi ramai tentang pegawai BPJS yang justru mendapat asuransi swasta non BPJS. Kaget? Syik syak syok, nggak sih.

Ketika berita itu ramai, netizen mengomentari dengan nada kritik. Katanya, wajar pelayanan BPJS nggak berubah, soalnya pegawai BPJSnya aja nggak tau rasanya antri panjang.



image

Sumber gambar: Instagram ctd.insider 


Kritik pedas lainnya, ada yang bilang, kalau mereka tau produknya lambat, tapi bukan memperbaiki, justru menggunakan produk lain.

Menurut kalian gimana?

Anak Muda Tutup Mata dengan BPJS Kesehatan

Wajar aja kalau Champ baca berita dari Liputan6, alasan masyarakat nggak punya BPJS Kesehatan, salah satu sebabnya karena nggak punya kemauan.

Ada hal yang menarik dari artikel Nakita yang mengutip penelitian dari Dokter Rina Agustina, Msc, Ph.D. Bahwa kelompok dengan rentang usia 20-35 tahun, hanya 52 persen yang memiliki BPJS Kesehatan.

Hampir separuhnya belum memiliki BPJS Kesehatan. Ada banyak faktor yang membuat mereka nggak punya BPJS Kesehatan, salah satunya karena belum percaya sama pelayanannya.

Waduh… Champ jadi mikir, sebenarnya orang usia 20-an layak atau nggak punya BPJS Kesehatan?

Kalau dilihat dari aspek hukum, sebenarnya udah diatur Perpres Republik Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, batas usia anak yang ditanggung BPJS Kesehatan orang tua yakni 21 tahun atau 25 tahun bagi yang menempuh pendidikan formal.

Artinya bagi orang yang udah berusia 21 tahun ke atas dan nggak menjalankan pendidikan formal, berhak untuk membuat BPJS Kesehatan.

Mereka yang Memilih dan Tak Memilih

Jika berkaca dari lapangan, ada tiga kubu dari data yang Champ dapat dari teman-teman. Kubu pertama, mereka yang nggak mau membuat BPJS Kesehatan. Ada yang berpikiran, proses pembuatannya ribet, jadinya bikin mager. Alasan lainnya, lebih memilih mengeluarkan uang lebih mahal, asalkan mendapat pelayanan yang baik. Atau lebih memilih menggunakan asuransi swasta.

Kubu kedua, sebaliknya. Mereka berpikiran memiliki BPJS di usia 20-an, sebagai keharusan. Narasumber dengan inisial NI yang udah lulus kuliah memiliki alasan, meskipun menggunakan BPJS terjadi diskriminasi, ia tetap menilai penting untuk memilikinya. Dia berkaca dari pengalaman keluarganya yang dirawat dengan 10 kantong darah, infus, obat, dan lain-lain dengan tanpa biaya.

Kalau narasumber dengan inisial KI, meski pernah menjadi korban dari rumitnya menggunakan BPJS Kesehatan, tapi tetap menilai punya BPJS Kesehatan di usia 20-an penting. Menurutnya, orang di usia 20-an udah mudah terserang penyakit. Khawatir jika terkena penyakit dengan biaya yang mahal. Meskipun KI memilih untuk selektif, kalau sakitnya nggak parah, ia lebih memilih untuk bayar aja daripada menggunakan BPJS Kesehatan.

Kubu ketiga, bisa dibilang netral. Kalau sering sakit-sakitan dan masuk rumah sakit, punya BPJS Kesehatan penting. Tapi kalau dirasa jarang sakit, nggak punya bukan masalah. Karena kalau jarang sakit, tapi bayar terus bisa dibilang cukup rugi.

Sebenarnya kalau dilihat dari segi manfaat yang akan diterima, BPJS Kesehatan menjadi jaminan yang bagus untuk setiap orang. Hanya saja, pelayanan yang belum baik menjadi batu besar yang harus diselesaikan. Jangan sampai ada polemik baru. Atau lucunya lagi, polemik lama, terus direproduksi begitu aja, tanpa adanya jalan keluar.

Karena persoalan kesehatan menjadi hal krusial bagi kehidupan. Apalagi tentang masalah stunting. Kamu jangan acuh sama stunting. Yuk belajar stunting dengan ikut Challenge Ayo bergerak Anak Indonesia Darurat Stunting DarTing.



Referensi:

https://www.liputan6.com/health/read/5096481/11-persen-masyarakat-indonesia-belum-punya-jkn-dirut-bpjs-kesehatan-beberkan-2-alasannya

https://ombudsman.go.id/news/r/pembatasan-layanan-pasien-bpjs-kesehatan-diskriminatif

https://ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwkmedia--diskusi-ombudsman-pelapor-media-ungkap-keluhan-pasien-bpjs

https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20240619144205-561-1111519/berapa-batas-usia-anak-yang-ditanggung-bpjs-kesehatan-orang-tua#:~:text=Berapa%20usia%20anak%20yang%20ditanggung,bagi%20yang%20menempuh%20pendidikan%20formal.

https://nakita.grid.id/read/021272025/studi-milenials-enggan-bayar-iuran-bpjs-kesehatan-ini-alasannya


heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone