#ForABetterWorldID

Cemooh yang Menimpa Abidzar Adalah Pelajaran untuk Kita

profile

campaign

Update

​Hai, Changemakers!

Dunia entertainment tak pernah sepi dan senyap dari huru-hara. Minggu ini, dunia entertainment sedang ramai hujatan netizen kepada Abidzar, aktor sekaligus anak dari Almarhum Ustaz Uje.

Drama “Business Proposal” yang diadaptasi ke film Indonesia menjadi cikal hujatan netizen kepada Abidzar. Abidzar sendiri merupakan pemeran utama dalam drama tersebut.



image

Sumber gambar: Okezone

Kronologinya berawal ketika Abidzar menjadi bintang tamu di salah satu podcast. Ada dua ucapan Abidzar yang menjadi sumbu hujatan netizen. Pertama, menyebut penggemar drama korea sebagai fanatik. Kedua, mengatakan kalau dirinya nggak utuh melihat drama aslinya atau membaca webtoon The Official Blind Date yang menjadi referensi drama Korea “Business Proposal”sebelum melakukan syuting.

Dua ucapan tersebut langsung membuat gonjang-ganjing jagad X, hingga sempat menjadi trending topic. Ada yang menyuarakan kalau malas menonton filmnya karena sikap Abidzar yang dinilai kurang baik dan bijaksana. Misalnya tulisan dari p****e, “Nah iya bener nih, namanya adaptasi dari novel atau webtoon pasti banyak yang pro kontra sebelum tayang. Tapi kalo aktornya arogan gitu orang2 juga males. Ngapain nonton? Ja udah pernah nonton versi koreanya kok.”



Mengenal Etika Berbicara kepada Publik

Di cuitan X juga ramai yang membandingkan Abidzar dengan Iqbal saat memerankan film “Dilan”. Menurut netizen, Iqbal bisa meyakinkan penonton kalau dia berusaha untuk memberikan terbaik di film “Dilan. Perbandingan lainnya yang disorot netizen, masalah sikap antara Abidzar dengan Iqbal.



image

Sumber gambar: tangkapan layar X

Perbandingan yang menarik untuk diulik. Sebuah sikap pada dasarnya nggak bisa dilepaskan dengan etika. Hal ini bukan hanya berfokus pada Abidzar, melainkan semua elemen masyarakat. Persoalan etika udah menjadi sorotan para filsuf Yunani Kuno. Mereka juga menyoroti etika berkomunikasi karena akan melibatkan orang banyak.

Bagaimana etika ketika berbicara di hadapan orang? Jawaban menarik hadir dari tulisan Rina Juwita seorang Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman. Dalam tulisannya yang berjudul “Public Figure dan Etika Komunikasi Publik”, dijelaskan ketika berbicara di hadapan orang, kita harus memahami karakteristik audiens dan mempelajari topik yang akan dibahas.

Menariknya lagi, tulisan Rina Juwita menjelaskan kalau seseorang harus melakukan pengontrolan bahasa tubuh dan penggunaan kata yang akan diucapkan. Apabila bahasa tubuh dan kata berpotensi menimbulkan nilai konotasi negatif, kita harus menghindarinya. Kenapa? Karena berbicara bukan sekadar menyampaikan pembicaraan, melainkan punya dampak besar kepada orang yang menerima pesan tersebut.

Biar nggak ngawang-ngawang dengan penjelasan dari Runi Juwita, ada komentar cerdas dari netizen yang Champ baca di pemberitaan Tempo. Komentarnya mengatakan, sebenarnya Abidzar bisa mengganti ucapannya dari “penggemarnya yang fanatik” dengan “merasa beban karena aktor di dramanya punya fans internasional dan aktingnya bagus.” Dari komentar itu, bisa terlihat perbedaan diksi yang digunakan terhadap dampak emosional audiens.

Riset Tak Bisa Lepas dari Manusia

Kita beralih dari sikap netizen yang membandingkan Abidzar dengan Iqbal. Champ juga tertarik dengan komentar yang dibaca di berita Tempo. Inti komentarnya, mempertanyakan kenapa Abidzar terlihat kurang melakukan riset terhadap sebuah karya yang akan dimainkan olehnya?

Kenapa komentarnya menjadi menarik? Bisa menjadi “tamparan” bagi manusia mengenai hakikatnya. Apa hubungannya riset dengan manusia? Manusia diciptakan oleh-Nya dengan akal dan nafsu. Akal dan nafsu mendorong manusia untuk berpikir dan mengajukan pertanyaan. Berpikir dan mengajukan pertanyaan merupakan pondasi dalam riset.

Jangan membayangkan riset sesuatu hal rumit dan besar–seperti di ranah kampus yang dimulai dari hipotesis, rumusan masalah, metode penelitian, dan analisis data.

Sebenarnya semua aktivitas manusia perlu yang namanya riset. Entah disadari atau nggak oleh kalian, ketika tukang becak menanyakan ke mana lokasi tujuan penumpangnya dan berapa orang yang akan naik, itu menjadi wujud dari riset. Atau ketika belanja baju online, kita bertanya: apakah model ini pas dengan tubuhku? Kemudian, kalian tanya ke teman atau keluarga, maka itu juga bagian dari riset.



Artinya apa? Sebagai makhluk yang punya kesadaran, riset merupakan teman sejati di kehidupan. Problem yang terjadi di manusia modern, kita kerap menumpulkan rasa ingin tau. Alasannya, semakin teknologi informasi maju, semakin malas mencari informasi. Soalnya, ada persepsi yang keliru: kita bisa mencarinya nanti. Konsekuensinya, rasa untuk bertanya akan sesuatu hal menjadi berkurang seiring waktu.

Tentunya, agar riset yang kita lakukan punya nilai guna, bukan hanya berhenti pada sebuah pertanyaan.

Gimana biar mampu melakukan riset yang baik? Jawaban mendalam dilakukan oleh Gadamer, seorang pemikir hermeneutika. Menurut Gadamer, untuk menghasilkan riset yang baik, seseorang harus punya kemampuan mengumpulkan data.Setelah data dikumpulkan, kita harus menarik kesimpulan dengan logis dan memahaminya untuk membangun sudut pandang. Terakhir, menyampaikan pesan kepada masyarakat.

Proses yang sebenarnya susah-susah gampang. Pengumpulan data bisa diperoleh dari bacaan, visual, dan fenomena lapangan. Penarikan kesimpulan dan pemahaman, dilakukan dengan menarik benang merah dari data yang didapat oleh kita. Penyampaian pesan bisa dilakukan sesuai tujuan dari riset yang dilakukan.

Dari kasus Abidzar, kita bisa belajar banyak hal. Agar ketika ada isu atau kasus di luar sana–kita jangan hanya menerima isu atau kasus tersebut. Lebih baik, diolah dan direnungkan menjadi sebuah pelajaran.

Eh, itu kan pondasi dari riset. Champ jadi makin paham sikap meneliti merupakan hakikat manusia.

Hakikat manusia lainnya adalah saling melindungi, tanpa kekerasan. Kamu bisa membantu melawan kekerasan gender dengan ikut Challenge No Fear with VIVO and Jaringan Indonesia Positif Nusa Tenggara Timur. Yuk, jadi bagian kebaikan!



Referensi:

https://solobalapan.jawapos.com/berita-utama/2305603418/kenapa-abidzar-al-ghifari-dan-a-business-proposal-viral-ucapannya-bikin-blunder-hingga-bikin-para-penggemar-drakor-ngamuk#google_vignette

https://www.tempo.co/teroka/abidzar-kembali-dikecam-netizen-usai-kritik-fans-fanatik-k-drama-ika-natassa-ikut-bersuara-1200229

https://humaniora.uin-malang.ac.id/component/content/article/106-artikel/5537-apa-tujuan-penelitian?Itemid=437

Rina Juwita. 2017. “Public Figure dan Etika Komunikasi Publik”. Universitas Mulawarman.



heart

Hearts

heart

Komentar

Comment

Done
Download the Campaign #ForABetterWorld app for a better world!
Skyrocket your social impact and let's change the world together.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone