Hai, Changemakers!
Dalam dua belas belas bulan, bulan Ramadan menjadi waktu yang paling dinantikan muslim di penjuru dunia. Rahmat dan keberkahan menjadikan bulan Ramadan terasa spesial.
Tak ayal jika masyarakat muslim di Indonesia menyambutnya dengan gegap gempita. Masyarakat menyambutnya dengan sebuah tradisi. Hampir setiap daerah di Indonesia punya tradisinya sendiri-sendiri untuk menyambut Ramadan.
Ini dia tradisi menyambut Ramdan dari lima daerah. Yuk kita kenalan, biar makin kenal Indonesia.
1. Munggahan
Sumber gambar: Karosatuklik
Sesuai dengan namanya, munggahan berasal dari kata “unggah” yang berarti naik. Munggahan menjadi tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda. Pelaksanaannya dilakukan pada akhir bulan syakban.
Dalam tradisi munggahan, masyarakat melakukannya dengan kumpul bersama kerabat atau tetangga. Kemudian, menghidangkan nasi liwet, lalapan, sambal, dan berbagai lauk-pauk. Tujuan dari tradisi munggahan adalah menjaga nilai kebersamaan.
Tujuan yang sesuai dengan sejarahnya. Pada masa lalu, masyarakat Sunda terdiri dari dua kelompok, yakni “hinggil” dan “handap”. Masyarakat hinggil merupakan keturunan langsung nenek moyang dan tinggal di tempat asal. Sedangkan, masyarakat handap adalah orang muda yang melakukan perantauan. Dua kelompok tadi, dalam tradisi munggahan saling membaur. Handap, pulang dari perantauannya, sedangkan hinggil yang memimpin ritual.
2. Meugang
Sumber gambar: Kompas
Sama tapi berbeda. menjadi kalimat pas untuk menggambarkan tradisi meugang yang berasal dari Aceh dan munggahan. Persamaannya ada pada kegiatannya yang dilakukan dengan makan bersama. Perbedaannya ada pada lauknya–tradisi meugang menggunakan lauk sapi atau kambing sebagai sajiannya.
Secara histori, tradisi meugang udah ada sejak Kerajaan Aceh Darussalam. Meugang dilaksanakan sebagai simbol kebersamaan dan syukur datangnya Ramadan.
3. Mattunu sulong
Sumber gambar: Detik
Gelap malam di Polewali Mandar menjadi terang benderang ketika masyarakat menjalankan tradisi Mattunu sulong. Tradisi Mattunu sulong dilakukan warga dengan menyalakan api (pelita) yang terbuat dari tumpukan kapuk dan kemiri, lalu dililitkan pada bambu. Pelita ditempatkan di berbagai sudut rumah, antaranya: pagar, halaman, pintu masuk, dan dapur.
Mattunu sulong merupakan simbol dari harapan masyarakat agar Ramadan berjalan dengan baik, serta doa kepada Tuhan agar mendapatkan rezeki berlimpah.
4. Padusan
Sumber gambar: Kompas
Pulau Jawa, tak pernah kekurangan nilai kebudayaannya. Salah satunya adalah tradisi padusan. Secara kebahasaan, padusan berasal dari kata “adus” yang berarti mandi. Sesuai dengan asal katanya, padusan dilakukan dengan mandi. Mandi yang bertujuan untuk menyucikan diri.
Biasanya, masyarakat melakukan padusan satu hari sebelum bulan Ramadan yang biasa dilakukan di sungai, telaga, kamar mandi pribadi, dan sumber mata air lainnya.
Kalau melihat dari nilai sejarahnya, tradisi padusan bukan murni dari tradisi Islam. Padusan berasal dari akulturasi agama Hindu, Budha, dan Animisme. Dulu, masa Kerajaan Majapahit, padusan dilakukan oleh kaum ksatria, brahmana, pujanggan, dan empu untuk menyucikan diri. Kemudian, pada masa Wali Songo padusan diakulturasikan dengan nilai Islam.
5. Malamang
Sumber gambar: RRI
Dari tanah Minangkabau, ada tradisi malamang untuk menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi malamang dilakukan warga dengan memasak lemang, makanan khas yang berasal dari beras ketan. Ini menjadi tradisi silaturahmi antarwarga.
Usia malamang sendiri udah lama. Syekh Burhanuddin–pembawa Islam di Minangkabau– disebut sebagai tokoh yang mencetuskan malamang. Ceritanya, Syekh Burhanuddin melakukan perjalanan ke daerah pesisir Minangkabau. Dalam perjalanannya, beliau berkunjung ke rumah para warga. Dalam kunjungannya, Syekh Burhanuddin disajikan makanan yang diragukan kadar kehalalannya.
Akhirnya, beliau meminta masyarakat untuk mencari bambu dan daun muda. Kemudian, memintanya untuk memasukkan beras ketan putih dan santan untuk dimasak di tungku kayu bakar. Setelahnya Syekh Burhanuddin meminta masyarakat menyajikan lamang untuk media silaturahmi.
Wah… Champ membayangkan betapa bijaknya masyarakat Indonesia. Mereka bukan hanya mengadakan tradisi, melainkan menciptakan tujuan yang bisa menjadi pengetahuan bagi setiap orang.
Bangga banget sama Indonesia! Bukan cuman budayanya, Indonesia juga kaya dengan produk UMKM lokalnya, dari Sabang sampai Merauke.
Yuk, bantu kemajuan UMKM lokal dari Indonesia. Kamu bisa bantu UMKM perempuan Sentani dengan ikut Challenge Bersama Mama Anthoneta Ohee, Bantu Perempuan Sentani Bangun Bisnis. Dengan menyelesaikan tiga aksi, kamu telah membuka donasi sebesar Rp25 ribu yang didanai SCash Global dan Yayasan Dunia Lebih Baik. Donasi akan digunakan Mama Anthoneta Ohee untuk mengembangkan dan memperluas jaringan pasar UMKM-nya. Jadilah agen kemajuan UMKM Sentani sekarang juga!
Referensi:
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/12/13094471/mengenal-tradisi-cucurak-cara-warga-bogor-sambut-ramadhan; https://www.tempo.co/hiburan/7-tradisi-menyambut-bulan-ramadan-di-berbagai-daerah-kaya-makna-1212175
https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-6013768/mengenal-mattunu-sulong-tradisi-cahaya-warga-polewali-mandar-sambut-ramadan
https://www.antaranews.com/berita/4681625/ragam-tradisi-menyambut-bulan-suci-ramadhan-di-berbagai-daerah
https://www.rri.co.id/lain-lain/1358634/munggahan-tradisi-unik-menyambut-ramadan-yang-tetap-lestari-di-tengah-modernisasi
https://www.liputan6.com/feeds/read/5829441/mengenal-tujuan-munggahan-tradisi-menyambut-ramadhan-penuh-makna?page=3