โHai, Changemakers!
Pernah nggak sih kamu bayangin, berapa banyak sampah plastik yang kita hasilkan tiap hari cuma dari satu sekolah aja? Di SMP 1 Jati, Kudus, jawabannya mengejutkan bangetโ2.400 kg sampah plastik di tahun 2024 aja! Itu setara dengan 0,14% dari total sampah se-Kabupaten Kudus. Angka yang kelihatannya kecil, tapi dampaknya besar. Dari situlah perjalanan kami dimulai.
Ibu Sumaryatun, S.Pd., M.Pd., SMP 1 Jati, Kepala Sekolah bercerita melalui kampanye #TumbuhBersama, SMP 1 Jati membawa misi yang sederhana tapi berdampak besar: membentuk Generasi Peduli Sampah (Gen-PS)โanak-anak yang nggak cuma cerdas akademik, tapi juga punya empati sama lingkungan, tanggung jawab, dan semangat kerjasama. Gimana caranya? Salah satunya dengan kebiasaan kecil tapi powerful: bawa tumbler dan kotak makan sendiri ke sekolah. Karena perubahan dimulai dari hal kecil di sekitar.
Aksi Lingkungan Sekaligus Meningkatkan Kecerdasan Emosional Pelajar
Kampanye ini nggak cuma soal ngurangin sampah, tapi juga membangun karakter. Program pembelajaran di SMP 1 Jati mengintegrasikan nilai-nilai Social Emotional Skills (SES), seperti empati terhadap lingkungan, kerjasama, dan rasa tanggung jawab. Jadi saat anak-anak belajar soal plastik, mereka juga belajar bagaimana jadi manusia yang peduli dan nggak cuek.
Kampanye ini #TumbuhBersama juga sejalan banget sama visi SMP 1 Jati untuk menciptakan lingkungan sekolah yang hijau, bersih, dan asri. Dan dengan dukungan dari Djarum Foundation, semangat itu makin menyala karena kami merasa upaya kecil ini punya makna yang besar.
Bareng-bareng Jalankan Kampanye
Kampanye ini bukan kerja satu orang. Di SMP 1 Jati, semuanya turun tangan: guru, siswa, TU, bahkan orang tua. Mulai dari sosialisasi di lapangan, pendampingan instalasi aplikasi Campaign, sampai ke tahap dokumentasi aksi. Semua dilakukan dengan semangat gotong royong. Guru memberikan umpan balik positif ke siswa, murid saling berbagi lewat surat pribadi, dan anak-anak bantu orang tua di rumah. Semua aksi ini didokumentasikan sebagai bagian dari tantangan kampanye.
Awalnya memang ada tantangan dari gadget nggak kompatibel, sampai siswa yang kurang antusias. Tapi mereka nggak nyerah. Justru itu jadi motivasi buat terus dampingi anak-anak, bangkitin semangat mereka, dan hasilnya? Banyak yang berhasil nyelesaiin challenge bahkan melebihi target!