Cara satu-satunya yang diketahui Magda untuk tetap bisa berhubungan dengan almarhum suaminya, Asmara Nababan, adalah dengan menulis surat setiap hari. Melalui surat-surat itulah Magda menceritakan segala hal yang dirasakan dan dialaminya sejak bangun hingga tidur kembali. Tak seharipun terlewatkan. Hingga dia menyadari bahwa menulis adalah kekuatannya dalam menghadapi hidup setelah kepergian sang belahan jiwanya. Magda tergugah untuk menulis buku yang diniatkan dalam setiap tahun satu buku. Tema bukunya diambil dari berbagai peristiwa yang dialaminya selama ini.Tahun ini Magda sangat produktif menulis. Dia menulis buku yang berjudul Daun Puteri Malu yang terinspirasi dari kisah masa kecilnya yang mempercayai mitos bahwa kalau menggenggam daun puteri malu tidak akan membuatnya dimarahi ketika bicara jujur.Selain itu dia juga mengabadikan cerita tentang pengalamannya bersama suami dan anak- anaknya selama menemani mertua tercinta yang sedang sakit di Siborong-borong dari tahun 1983-1985. Dia memberi judul bukunya Sepatu Emas Buat Inang yang diambil dari celetukan Asmara, Aku ingin memberi Inang sepatu emas.Naskah-naskah yang ditulisnya menjadi buku disajikan bersama-sama dengan cerita segala aktifitas dan pergumulannya. Kita akan membaca sebuah proses seorang manusia menghidupi hidupnya dalam bulir-bulir kata yang tersusun sebagai sebuah Naskah Keabadian keabadian.