#ISmile4You
Volunteer Contribution: Tetap Tersenyum di Tengah Bully Tak Berujung

ismile4you_org
Update
Sebut saja namaku Tony, aku lahir di keluarga bersahaja di sebuah desa. Aku tinggal bersama keluarga besar ibuku yang memiliki tiga adik perempuan. Dibesarkan di sekeliling anggota keluarga yang mayoritas wanita, muncul kegemaranku yang berbeda dibandingkan anak lelaki di lingkunganku. Aku jadi suka bermain boneka, masak-masakan, atau baju-bajuan (paper doll). Orang tuaku tidak memandang ini sebagai hal yang salah sehingga senantiasa menuruti keinginanku. Mungkin karena aku anak tunggal yang selama ini dinantikan. Bahkan mereka membelikanku boneka bayi wanita yang bisa bersuara. Aku sangat senang menerimanya karena boneka itu jauh lebih bagus dari boneka milik Santy, anak perempuan tetanggaku. Tetanggaku tidak memiliki anak laki-laki sehingga aku kerap bermain dengan anak perempuan mereka. Aku rasa ini pula yang membuatku berbeda tetapi ini semua bukanlah kemauanku.
Aku tidak melihat ada yang salah dengan perbedaanku itu hingga tiba saatnya memasuki masa sekolah. Betapa menyedihkan ketika aku kerap menjadi sasaran bully karena sikapku yang berbeda itu. Anak-anak di sekitarku mulai mengataiku dengan julukan yang menyakitkan hati, seperti (maaf) banci atau bencong. Sungguh perkataan bully yang keji dan cukup mempengaruhi keadaan psikis sebagai seorang anak. Hanya karena perbedaan itu mereka mengejekku seperti itu. Secara fisik akupun lemah sehingga tidak bisa menghajar mereka yang telah menyinggung perasaanku. Hal ini membuat mereka semakin parah mengejekku. Walaupun kegemaranku seperti anak perempuan dan fisikku lemah, aku bukanlah lelaki pesolek atau gemar berbusana seperti wanita. Ini membuat aku tak terima dengan ejekan mereka yang terus membuatku sedih. Aku pun hanya bisa menahan sakit hatiku.
Kadang aku berkeluh kesah pada orang tuaku. Pesan mereka hanyalah jangan hiraukan perkataan orang yang suka mengejekku jikalau aku tidak merasa seperti apa yang mereka pergunjingkan. Aku pun mencoba mengikuti nasihat mereka. Tetapi tetap saja citra anak kemayu terus melekat pada diriku di pergaulan sekolah. Bahkan ada pula guru yang ikut menjadikanku sebagai lelucon secara implisit. Miris memang, padahal seharusnya guru dapat memberikan pelajaran akan pentingnya menghargai perbedaan.
Seberapa besar tekad dan usahaku untuk berubah menjadi seperti anak lelaki pada umumnya, tetap saja tak dapat mengubah pandangan orang terhadap diriku. Bagi mereka aku hanyalah anak banci, yang lemah, mudah di-bully, dan payah dalam olahraga dan kegiatan fisik. Semakin banyak bully yang ku terima dan tak bisa terelakkan. Aku hanya bisa diam, diam, dan diam. Jika aku marah atau melawan pun tak ada gunanya. Mereka malah akan semakin semangat mengusikku. Amarah dan reaksiku hanya akan menjadi hiburan bagi mereka. Ingin rasanya memiliki kekuatan super untuk dapat membalas orang-orang yang telah mengejekku. Akan tetapi, karena keterbatasan yang aku miliki, aku hanya bisa berkeluh kesah kepada Sang Pencipta sembari bertanya “Mengapa aku harus mengalami semua ini? Mengapa aku berbeda?” Lalu aku pun memohon agar Tuhan memberikan balasan yang setimpal pada mereka yang telah menyakiti perasaanku itu.
Tuhan memang adil, walaupun aku memiliki kelemahan, aku juga punya kelebihan. Aku memiliki kemampuan akademik yang di atas rata-rata. Setidaknya prestasi yang dapat ku capai itu mampu membuatku tersenyum dan melupakan ejekan orang di sekitarku. Selalu ada sisi positif dari segala hal, ejekan tak berperi yang ku terima bisa jadi merupakan cara Tuhan untuk membentuk diriku menjadi pribadi yang sabar menghadapi cacian orang.
Aku pun berusaha menjadi seorang yang semakin bijaksana dalam menanggapi bully orang lain karena aku yakin ada hikmah kehidupan yang bisa diambil dari pengalaman ini. Pandangan buruk dari orang lain hendaknya tidak membuat kita merasa hina. Semua manusia sama di mata Tuhan, hanya amal ibadah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain. Aku jadikan cobaan ini semakin membuatku mendekatkan diri dengan Tuhan. Setiap rasa sakit hati yang ku terima, aku curahkan kepada Tuhan. Niscaya Tuhan pun akan beri kekuatan kita untuk tetap tersenyum dalam menghadapi berbagai bully. Walaupun terkadang rasa sakit hati masih ada ketika orang menyebut kita dengan ejekan itu, aku hanya menanggapi semuanya dengan senyuman dan berdoa semoga orang itu mendapat pencerahan dari Tuhan. Oleh karena itu, aku akan selalu tersenyum di tengah bully yang tak berujung.
story by Anonymous Volunteer
picture by Onique Juniarty

Hearts
Komentar
Bagikan
Untuk menulis komentar, kamu harus masuk ke akunmu terlebih dahulu.
Comment
Done
Baca Juga