Masyarakat Pulau Jawa bagian barat, dikejutkan dengan pemadaman listrik dari Minggu (4/8) hingga Senin (5/8). Tak tanggung-tanggung, padamnya listrik memakan waktu selama belasan jam. Kerugian pun dialami banyak pihak, baik waktu dan materi, mulai dari terjebak di stasiun MRT bawah tanah, bisnis kuliner yang merugi, hingga sulit bekerja lantaran tak ada akses listrik. Namun, dibalik kerugian tersebut, kualitas udara salah satu kota penyumbang polusi udara terbesar, yaitu Jakarta, dinilai membaik pada Senin (5/8) akibat listrik mati, benarkah? Berdasarkan informasi di situs www.AirVisual.com, situs penyedia peta polusi online harian kota-kota besar di dunia, kualitas udara DKI Jakarta pada pukul 08.25 WIB berada di urutan ke-21. Kualitas udara Jakarta itu lebih baik dibandingkan hari sebelumnya saat Jakarta berada di urutan kedua untuk level kualitas udara terburuk di dunia. Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKH) Dodo Gunawan mengatakan, dua hal ini yaitu listik padam dan kondisi polusi udara, memang ada kaitannya. Ketika listrik padam, aktivitas manusia yang menggunakan listrik maupun menghasilkan polusi jadi berkurang. Kualitas udara bisa membaik karena berkurangnya dua aktivitas warga yaitu mobilitas dengan moda transportasi dan aktivitas industri. Nah, kalo menurut Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN I Made Suprateka, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membahas polusi Jakarta. Dari pertemuan tersebut, disimpulkan penyumbang polusi Jakarta terbesar ternyata berasal dari asap kendaraan sebesar 70 persen, Changemakers. Memang sih ada kaitan antara pemadaman listrik dan tingkat polusi udara Jakarta, namun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bukanlah penyebab utama udara Jakarta jadi membaik.