Halo Changemakers!
Pada tanggal 4 September 2020 lalu, HelpNona baru saja mengadakan activation event di Instagram Live, loh. Banyak banget informasi penting dan menarik yang jadi obrolan kita dengan narasumber Psikolog Klinis Sri Juwita Kusumawardhani, M. Psi.
Khusus di artikel ini, HelpNona udah merangkum tanya jawab dengan narasumber supaya kamu juga bisa dapet informasi lengkapnya dan makin pede untuk katakan #CintaBukanLuka.
Yuk, kita simak!
Q: Apa sih perbedaan relasi yang sehat, tidak sehat dan relasi dengan kekerasan?
A: Rentang hubungan romantis itu ada dari yang sehat sampai yang abusive, di tengah-tengahnya ada kondisi unhealthy relationship.
Healthy Relationship: Based on equality and respect, terjalin komunikasi yang sehat , memiliki batasan yang sehat, saling support dengan pasangan, ada kompromi satu sama lain, jadi ada perbedaan pendapat itu tidak apa asal bisa kompromi satu sama lain. Perlu diingat bahwa konflik sebenarnya salah satu ciri hubungan yang sehat asal dapat menyelesaikan dengan baik.
Unhealthy Relationship: Usaha mengontrol pihak lain, ada bentuk komunikasi yang tidak sehat, ada pressure, ada ketidakjujuran, ada ketidak percayaan, adanya inconsiderate behaviour, kesemua hal ini berakibat pihak lain mulai merasa tidak nyaman, banyak sedih dan galau.
Abusive Relationship: Ada ketimpangan relasi dalam power & control melalui manifestasi kekerasan psikis, ekonomi, seksual, dan fisik.
Q: Bagaimana red flags unhealthy relationship saat bergeser menjadi abusive relationship? Apa saja tanda-tandanya?
A: Kita bisa melihat hal ini melalui beberapa aspek dalam hubungan:
1. Komunikasi:
ü Unhealthy Relationship: Kurang komunikasi, ada hal yang ditutup-tutupi, sering berdebat
ü Abusive Relationship: Ada kata-kata yang merendahkan, menghina, dan menyakiti sebagai manifestasi dari kekerasan psikis.
2. Respect:
ü Unhealthy Relationship: Mulai ada pressure, mulai tidak considerate dengan well being pasangan
ü Abusive Relationship: Tidak menghargai perbedaan individual berupa perbedaan pandangan maupun perbedaan perasaan yang tidak dipertimbangkan, juga tidak menghargai keamanan secara fisik dari pasangan
3. Trust:
ü Unhealthy Relationship: Mulai tidak percaya dengan pasangan, juga merasa berhak tahu privacy pasangan
ü Abusive Relationship: Ada gaslighting dan shifting blaming
4. Sosial:
ü Unhealthy Relationship: Kemana-kemana selalu berdua sampai tidak punya aspek kehidupan selain dengan pasangan
ü Abusive Relationship: Ada tindakan isolasi dan posesif hingga relasi kita terputus dengan orang terdekat lainnya.
5. Seksual:
ü Unhealthy Relationship: Berpikir bahwa consent adalah sesuatu yang berkelanjutan
ü Abusive Relationship: Tipu daya, ancaman kekerasan, juga kekerasan dilakukan agar tindakan seksual tercapai.
Q: Apakah hubungan yang tidak sehat dan abusive masing-masing layak dipertahankan? Lalu bisakah pasangan berubah?
A: Pahami bahwa:
1. Seseorang itu hanya bisa berubah jika dia memang ingin berubah, kita tidak bisa menyelamatkan seseorang yang tidak mau berubah.
2.Untuk mempertimbangkan hubungan layak dipertahankan atau tidak, pertimbangkanlah apakah kebutuhan well being diri kita secara fisik dan mental terpenuhi saat menjalani hubungan ini.
3.Cek koneksi social support untuk dapat kekuatan saat berpisah dengan pelaku yang concern dengan kesejahteraan kita.
4. Pahami bahwa hubungan abusive sudah pasti tidak layak untuk dipertahankan. Sementara untuk konteks unhealthy relationship, kita bisa tulis atau refleksikan perilaku pasangan yang tidak sehat agar lebih yakin untuk berpisah.
Q: Apakah kekerasan oleh pasangan juga terjadi pada laki-laki? Apa bentuknya serupa dengan yang dialami penyintas perempuan?
A: Laki-laki mungkin saja mengalami kekerasan oleh pasangan, biasanya jika laki-laki mengalami kekerasan, ia mengalami kekerasan secara psikis. Tapi sebenarnya kekerasan seperti ini juga ada layer lain, misal dari kasus yang pernah diterima narasumber, seorang laki-laki mengalami kekerasan psikis dalam rumah tangga karena secara ekonomi pasangannya lebih mampu, itu artinya kekerasan terjadi karena pasangannya memiliki power dan kontrol dari segi finasial di rumah tangga. Meskipun ini kasus yang jarang. Ada juga bentuk unhealthy relationship, di mana pasangannya stalking secara berlebihan karena tidak ada trust.
Namun untuk kasus kekerasan seksual , kompleksitasnya akan sangat jauh berbeda. Karena bagaimanapun juga perempuan dikonstruksikan sebagai simbol kesucian di masyarakat dengan adanya mitos-mitos keperawanan, itulah mengapa perempuan jauh lebih rentan mengalami kekerasan seksual. Belum lagi masalah biologis tubuh perempuan yang memiliki potensi mengandung hingga ada resiko kehamilan tidak diinginkan, juga masalah kesejahteraan aspek kesehatan reproduksinya. Hal ini berbeda dengan aspek gender yang dilekatkan pada laki-laki.
Q: Jika hubungan kita tidak sehat, lalu kita putus. Selang berapa lama kita balikan lagi. Apakah mungkin relasinya akan jadi sehat
A: Mungkin saja kalau ada proses introspeksi dari kedua belah pihak. Akan tetapi harus ada usaha dari pelaku untuk improve dan menyadari kesalahan sejak awal dan itu membutuhkan waktu.
Q: “Jika temen posesif, selalu ingin dihargai maunya oleh pasangan, selalu salahin pasangannya, egonya tinggi. Apa yang bisa kita lakukan sebagai teman?”
A: Pahami bahwa kita cuma bisa bantu edukasi dan jadi support system saja. Kita bisa memberi tahu dia, tapi kita tidak bertanggung jawab apakah dia berubah atau tidak. Karena kalau pelaku tidak sadar dia salah, akan susah untuk berubah.
Q: Bagaimana cara menetapkan batasan yang baik dengan pasangan?
A: Kata kuncinya 1, berdiskusilah dengan terbuka dan saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Q: "Pernah berada dalam hubungan yang abusive dan sudah putus. Namun satu tahun berlalu, masih terngiang-ngiang dengan pengalaman kekerasan yang dialami. Apa yang harus dilakukan?
A: Sebenarnya jika kita mengalami kekerasan adalah wajar bahwa kita merasa trauma. Setiap orang berbeda-beda proses pemulihannya. Kalau sudah satu tahun, bisa dipertimbangkan untuk bertemu dengan mental health profesional untuk pendampingan psikologis. Jangan-jangan ada masalah forgiveness yang perlu dipertimbangkan, bukan untuk pelaku, namun jangan-jangan kepada diri kita sendiri.
Q:Bagaimana menyeimbangkan hati dan logika saat memutuskan untuk putus saat hubungannya sudah unhealthy?
A: Kalau usia kita masih remaja atau dewasa muda di bawah 25 tahun, bagian otak kita yang berpikir secara rasional belum berkembang secara baik. Jadi mungkin kamu menemukan tantangan saat berada dalam situasi ini. Kamu bisa berdiskusi dengan orang terdekat terkait permasalahan ini supaya bisa melihat masalah secara objektif.
Q: Bagaimana kalau kita kerap merasa curiga dengan pasangan?
A: Perlu cek lagi apakah kita punya trauma di keluarga dan saat masa kecil kita sehingga kita mungkin merasa sulit membangun trust dengan pasangan.
Itulah teman-teman rangkuman pertanyaan HelpNona dengan narasumber di Sesi IG Live #CintaBukanLuka. Buat teman-teman yang belum join Program kita, yuk segera klik link di bawah ini ❤: