Hai, Changemakers!
Masih dalam merayakan Hari Bumi Sedunia, Champ semakin sadar, betapa sayangnya Champ sama bumi kita ini! Champ sudah melakukan banyak hal dalam membantu menjaga bumi, dimulai dari membuang sampah pada tempatnya hingga mencoba mengurangi penggunaan plastik.
Untuk bicara lebih lanjut tentang sustainable living seperti kemarin dengan Kak Restu dari Jejak Rimba Raya, kali ini Champ berkesempatan untuk ngobrol dengan Kak Akita Verselita selaku Data Research Analyst dan Host Program dari Mongabay Indonesia tentang kehidupan sustainable dari yang umum sampai hal detail mengenai sustainable living yang perlu kamu ketahui. Nggak usah berlama-lama, langsung aja kepoin obrolan Champ bareng Kak Akita di bawah ini!
Q: Hai, Kak Akita! Menurut Kak Akita sendiri, sustainable living, tuh, apa, sih?
Bumi ini menyediakan sumber daya yang buat kita hidup dengan nyaman. Tapi sumber daya itu terbatas. Sustainability sebetulnya adalah usaha untuk mengurangi damage atau dampak antara penggunaan sumber daya yang disediakan oleh bumi yang digunakan manusia. Sustainability nggak memfokuskan pada menyelamatkan lingkungan aja tapi ada 3 faktor lainnya, yaitu penyelamatan ekonomi, sosial, lingkungan. Perlu ada gerakan-gerakan sustainability yang juga mendukung ekonomi masyarakatnya supaya nggak ikut terkena dampak yang buruk.
Barang-barang sustainable, kan, sekarang banyak ditemukan dan diklaim ramah lingkungan, seperti stainless straw dan tote bag belanja. Sebenarnya bagaimana kita menilai kalau barang-barang tersebut ramah lingkungan dan mendukung gaya hidup kita yang baru ini?
Setiap sumber daya yang kita pakai dari bumi ini pastinya akan menghasilkan karbon. Kita bisa mempraktekkan sustainable living ketika kita bisa meminimalisir karbon-karbon yang dihasilkan oleh aktivitas harian kita. Tote bag dan stainless straw juga belum tentu dapat membantu, karena kalau misalnya dalam sehari kita pakai tote bag 10 biji dibandingkan dengan menggunakan 1 kantong plastik, mana yang dampak karbonnya yang lebih banyak? Nah, kita bisa menerapkan reduce, reuse, recycle aja.
Menurut Kak Akita, sustainable living saat ini memang sebuah komitmen atau hanya tren yang ikut-ikutan aja, sih?
Menurut saya, nggak ada salah dengan ikut-ikutan selama tren itu baik dan ada dampak positifnya. Nanti akan ada pola yang terbentuk dari tren itu. Budaya awalnya pun bisa jadi tren. Siapa tahu yang ikut-ikutan bisa menjadikannya jadi habit dan lalu jadi budaya juga.
Kalo emang sekedar ikut-ikutan, gimana caranya agar mematenkan kalau kita nggak sekedar ikut-ikutan atau untuk semakin memantapkan hati?
Menurut saya semua dari kebiasaan. Dalam satu kota atau desa, orang-orang udah biasa buang sampah pada tempatnya, pasti yang nggak ikut kebiasaan tersebut malu atau mendapatkan hukuman sosial dari masyarakat.
Apa aja, sih, kak, manfaat dari sustainable living?
Sebagai manusia, pasti kita pengen hidup yang aman, tentram, dan damai. Yang paling menyebalkan kalau kita tidak follow sustainable living, yang terkena dampaknya kita sendiri. Nggak perlu ngomongin climate change, deh, karena apa yang kita lakukan sekarang aja berdampak pada anak atau cucu kita nanti. Pasti kita nggak mau, kan, ngasih dampak negatif ke tempat cucu kita nanti.
Nah, hal terdekat apa, nih, kak, yang bisa kita lakukan saat ini untuk mendukung sustainable living?
Mengubah pola hidup sehari-hari, dari bangun tidur, pasti kita buka handphone atau laptop, dan di sini kita cek dulu kalau charger-nya masih menempel padahal udah penuh, karena nanti energi listriknya terbuang sia-sia. Saling mengingatkan juga dengan sesama untuk mendukung sustainable living.
Next time kita bakalan ngobrol sama siapa, hayo? Yang satu ini adalah seorang aktor, loh. Kira-kira siapa, nih, menurut kalian? Ia adalah seorang aktor yang juga peduli terhadap lingkungan! Kepo, nggak? Stay tuned, ya!