Linksos merupakan organisasi difabel penggerak inklusi dengantujuan mewujudkan penghormatan hak-hak penyandangdisabilitas. LINKSOS mempunyai strategi program seperti AdvokasiKebijakan, Edukasi Masyarakat, Pemberdayaan Ekonomi,Swadaya Masyarakat, dan Sinergitas Lintas Sektor.

Isu mengenai kesehatan reproduksi perempuan dengan disabilitas belum menjadi pemberitaan yang sentral. Akibatnya pemahaman mengenai kespro minim dikuasai baik oleh kelompok disabilitas atau orang terdekat dan masyarakat luas. Hal ini karena akses terhadap informasi kesehatan reproduksi yang masih tabu, terlebih lagi  informasi Kesehatan Reproduksi bagi penyandang disabilitas. 

Data Catahu Komnas Perempuan pada 2021 mencatat adanya 87 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas. Kekerasan seksual berupa pemerkosaan, pencabulan dan eksploitasi seksual tercatat sebagai kasus terbanyak yakni 42%. Masifnya penggunaan gadget juga mengakibatkan peningkatan kekerasan berbasis teknologi media (online) yang terjadi pada penyandang disabilitas karena luasnya informasi dan minimnya pemahaman kesehatan reproduksi yang benar sebagai filter. Padahal, sudah semestinya penyandang disabilitas punya hak yang sama untuk terpenuhinya hak kesehatan reproduksi.

Maka dari itu, yuk tunjukan dukungan kamu kepada penyandang disabilitas, bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk memenuhi hak kesehatan reproduksi dengan mengikuti Campaign & Challenge #MARIINKLUSI.

MARIINKLUSI

Membumikan isu kesehatan reproduksi terutama bagi perempuan penyandang disabilitas.

Melalui aksimu, kamu telah berkontribusi untuk dunia yang lebih baik bersama

Menurut data statistik, angka kisaran disabilitas anak usia 5-19 tahun adalah 3,3%. Sedangkan jumlah penduduk pada usia tersebut (2021) adalah usia tersebut (2021) adalah 66,6 juta jiwa. Dengan demikian jumlah anak usia 5-19 tahun penyandang disabilitas berkisar 2.197.833 jiwa. Selanjutnya, data Kemendikburistek Agustus 2021 menunjukkan jumlah peserta didik pada jalur Sekolah Luar Biasa (SLB) dan inklusif adalah 269.398 anak. Artinya persentase anak penyandang disabilitas yang menempuh pendidikan formal baru sebesar 12.26%. Artinya masih sangat sedikit dari yang seharusnya dilayani. Salah satu faktor penghambat terbesar adalah kurang tersedianya Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang berkompeten serta kemampuan dalam adaptasi kurikulum dan pembelajaran yang masih rendah serta tersedianya media pembelajaran yang aksesibel belum maksimal

Kampanye ini akan membuat kita semua sadar mengenai pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Dukungan dari berbagai pihak diperlukan untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif. Juga sebagai jalan membuka isu pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi sebagai pembahasan masyarakat luas melalui aksi-aksi penyebaran informasi mengenai pendidikan inklusi.

Cara yang dapat dilakukan oleh semua orang untuk terlibat meningkatkan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus salah satunya dengan mengikuti rangkaian aksi kita di aplikasi campaign.com sebagai wujud dukungan nyata. Semua orang dapat menyelesaikan empat aksi di aplikasi campaign.com sebagai bentuk dukungan dan donasi tanpa uang. Setiap dukungan Anda sangat bermanfaat bagi kepentingan pendidikan anak berkebutuhan khusus.

Donasi akan dipergunakan untuk melakukan pelatihan mengenai inklusif learning pada mahasiswa khususnya jurusan pendidikan luar biasa karena di masa depan akan menjadi pemimpin dan terjun langsung di masyarakat. Seorang pemimpin sudah semestinya paham mengenai isu inklusivitas termasuk di dunia pendidikan. Pionir ini akan menggeser multiple layer stigma sehingga berpotensi besar pada diskriminasi yang berbentuk penolakan bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus di Indonesia.

PENDIDIKAN SETARA BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS INDONESIA

action photo type

Menurut data statistik, angka kisaran disabilitas anak usia 5-19 tahun adalah 3,3%. Sedangkan jumlah penduduk pada usia tersebut (2021) adalah usia tersebut (2021) adalah 66,6 juta jiwa. Dengan demikian jumlah anak usia 5-19 tahun penyandang disabilitas berkisar 2.197.833 jiwa. Selanjutnya, data Kemendikburistek Agustus 2021 menunjukkan jumlah peserta didik pada jalur Sekolah Luar Biasa (SLB) dan inklusif adalah 269.398 anak. Artinya persentase anak penyandang disabilitas yang menempuh pendidikan formal baru sebesar 12.26%. Artinya masih sangat sedikit dari yang seharusnya dilayani. Salah satu faktor penghambat terbesar adalah kurang tersedianya Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang berkompeten serta kemampuan dalam adaptasi kurikulum dan pembelajaran yang masih rendah serta tersedianya media pembelajaran yang aksesibel belum maksimal



Kampanye ini akan membuat kita semua sadar mengenai pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Dukungan dari berbagai pihak diperlukan untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif. Juga sebagai jalan membuka isu pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi sebagai pembahasan masyarakat luas melalui aksi-aksi penyebaran informasi mengenai pendidikan inklusi.�
Cara yang dapat dilakukan oleh semua orang untuk terlibat meningkatkan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus salah satunya dengan mengikuti rangkaian aksi kita di aplikasi campaign.com sebagai wujud dukungan nyata. Semua orang dapat menyelesaikan empat aksi di aplikasi campaign.com sebagai bentuk dukungan dan donasi tanpa uang. Setiap dukungan Anda sangat bermanfaat bagi kepentingan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Donasi akan dipergunakan untuk melakukan pelatihan mengenai inklusif learning pada mahasiswa khususnya jurusan pendidikan luar biasa karena di masa depan akan menjadi pemimpin dan terjun langsung di masyarakat. Seorang pemimpin sudah semestinya paham mengenai isu inklusivitas termasuk di dunia pendidikan. Pionir ini akan menggeser multiple layer stigma sehingga berpotensi besar pada diskriminasi yang berbentuk penolakan bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus di Indonesia.






