#ForABetterWorldID

Stigma: Perempuan Berumah Tangga Bareng Perempuan Karir Sekaligus Ibu Rumah Tangga

profile

campaign

Update

Dari anggapan bahwa perempuan harusnya di rumah saja sampai perempuan nggak usah sekolah tinggi-tinggi, masih banyak sekali stereotip dan stigma terhadap perempuan, bahkan di abad ke-21 yang seharusnya lebih progresif ini. Tapi nyatanya nggak berhenti di situ. Nggak hanya perempuan yang bekerja, perempuan yang berpendidikan, atau perempuan yang bekerja di dunia sosial saja, perempuan berumah tangga pun terkena stigma ini. 


Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa, sih, stigma yang didapatkan perempuan yang berumah tangga, Champ berkesempatan untuk ngobrol dengan Kak Ummu Hanny selaku Product Support di Campaign.com, yang juga merupakan seorang ibu. 


Q: Hai, Kak Hanny! Apa kesibukan kakak saat ini? 

A: Sekarang aku ibu rumah tangga yang punya seorang bayi dan juga bekerja sebagai karyawan swasta. 


Stigma negatif atau pandangan negatif apa yang pernah Kak Hanny terima atau dengar mengenai perempuan di lingkungan sehari-hari sebagai ibu atau istri?

Yang pernah aku dengar, “Udah jadi istri dan punya bayi, kok, masih kerja? Memang suaminya nggak mampu menafkahi? Kasian nanti bayinya nggak terurus karena kesibukkan kerja.” 


Bagaimana Kak Hanny menghadapi stigma tersebut?

Santai aja, sih. Kan, yang tahu kita siapa itu orang terdekat. Ibu bekerja bukan berarti meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri. Ibu atau istri bekerja sudah pasti diizinkan suami dan bukan semata-mata untuk membantu finansial keluarga. Ada satu quote yg menarik dari suami saya yaitu, “Keberadaan saya bermanfaat buat keluarga sudah pasti dan baik. Nah, bisa lebih baik lagi jika menjangkau dan bermanfaat untuk lingkungan juga itu luar biasa baik.” Suami sangat meng-empower istri.


Hal apa yang kira-kira orang pada umumnya nggak paham atau salah paham tentang kehidupan atau pemikiran seseorang perempuan yang sehari-hari berkegiatan utama menjadi ibu, istri, atau mengurus rumah tangga? 

Mengurus rumah tangga itu nggak mudah dan butuh banyak perjuangan. Ibu rumah tangga tidak lebih buruk ataupun lebih baik daripada ibu yang bekerja. Semua itu punya jalannya masing-masing dan jangan dikomparasi. Stigma di luar sana ada tentang istri atau ibu yang harus bisa atau jago masak. Kalau ini, sih, bagaimana sebagai perempuan bisa berkomunikasi dengan pasangannya. Banyak, kok, jaman sekarang pasangan tidak menuntut istri untuk bisa masak, yang penting dikomunikasikan dengan pasangan. Nggak hanya soal masak aja, tapi semua pekerjaan domestik wajib dikomunikasikan. 


Adakah pesan untuk perempuan di luar sana yang tengah berjuang sama seperti Kak Hanny?

Untuk perempuan yang baru memulai babak baru menjadi istri atau ibu, tetap semangat! Jangan pernah membeda-bedakan dengan perempuan lainnya yang akhirnya malah jadi baper. Kalau capek, lelah, atau overwhelmed dengan kondisi yang dijalani, harus berani komunikasi dengan pasangan dan yang paling penting berbagi peran dan saling support. Untuk yang sudah jadi ibu, kalau capek, ingat selalu senyuman anak dan jadikan booster untuk kembali bersemangat. 


Nah, di bulan ini, kita sudah belajar tentang stigma perempuan di dunia kerja, dunia sosial, dunia pendidikan, dan juga dalam berumah tangga. Untuk kalian sendiri, apa stigma perempuan yang masih melekat dalam diri kalian? Bagaimana kalian menyikapinya? Kalian juga bisa berikan kata-kata dukungan kepada sesama perempuan yang sedang berjuang sama seperti kalian di kolom komentar, ya. Kita harus melawan stigma terhadap perempuan ini bersama, untuk dunia yang lebih baik. 


heart

Hearts

heart

Komentar

Komentar

Done
Download aplikasi Campaign #ForABetterWorld untuk dunia yang lebih baik
Tingkatkan dampak sosialmu dan mari mengubah dunia bersama.
img-android
img-playstore
img-barcode
img-phone
img-phone