Halo, Changemakers!
Kalian pasti tahu kalau Indonesia adalahi negara demokrasi karena kita diberikan kesempatan untuk bebas dalam mengungkapkan opini kita di publik juga media sosial Namun, munculnya UU ITE menjadi perdebatan karena masih banyaknya pasal karet yang dengan mudahnya menjebloskan orang-orang yang hanya ingin mengungkapkan pendapat mereka di media sosial.

(Sumber: kumparan.com)
Salah satu kasus yang bisa kita lihat akhir-akhir ini terkait dengan pasal karet dari UU ITE, ada kasus pelecehan seksual dan bullying di KPI yang mana pelaku melaporkan balik korban yang udah speak up di media sosial. Pelaku melaporkan balik korban dengan 310 KUHP, 311 KUHP terkait pencemaran nama baik, dan pelanggaran UU ITE.
Lalu, apakah kebebasan kita dalam berekspresi sebenarnya punya batasan? Sebelum kita membahas tentang batasan, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu tentang kebebasan berekspresi ya!

(Sumber: suara.com)
Apa sih, kebebasan berekspresi?
Ketika kita ingin mencari, menerima, atau menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk dari a-z dan dengan cara apapun itu disebut sebagai kebebasan berekspresi. Biasanya kita temui atau dilakukan dalam bentuk lisan, tertulis, audiovisual, budaya, artistik atau politik. Selain itu, kamu harus tahu juga adanya kebebasan berekspresi, maka hak asasi manusia yang kita miliki, seperti kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama itu didukung.
Kebebasan berekspresi juga ada hubungannya dengan kebebasan berserikat, di mana kita punya hak untuk membentuk atau bergabung dengan kelompok, perkumpulan, serikat pekerja, atau partai politik. Selain itu juga berhubungan dengan kebebasan berkumpul secara damai, seperti ikut demonstrasi damai atau pertemuan publik.
Kebebasan berekspresi itu penting banget!
Kenapa bisa penting? Dengan bebasnya kita dalam berekspresi, maka dapat membantu semua orang untuk mencari informasi seluas-luasnya, tanpa adanya batasan dan larangan, sehingga kita bisa mengembangkan diri melalui ilmu-ilmu yang kita dapatkan.

(Sumber: bbc.com)
Selain bisa mencari informasi, kita jadi bisa berkumpul dan berdemonstrasi menuntut hak kita orang orang lain kepada pemerintah maupun orang-orang berkuasa lainnya loh. Pasti ingat dong, dengan peristiwa #ReformasiDikorupsi oleh mahasiswa di Jakarta, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya yang menilai Omnibus Law merugikan masyarakat beberapa tahun lalu? Nah, adanya demo mahasiswa, demo para buruh, dan lain-lain, adalah bentuk kebebasan berekspresi yang kita dapatkan untuk menilai kebijakan pemerintahan.
Terus, sebenarnya kebebasan berekspresi punya batasan tertentu nggak?
Dalam mengungkapkan pendapat kita, tentu ada beberapa situasi di mana ada batasan yang harus kita tahu. Batasannya ada pada ujaran melanggar hak orang lain, mendukung kebencian, dan memicu diskriminasi atau kekerasan, itu yang sangat nggak boleh dilakukan.Terutama ujaran kebencian yang seringkali kita temui di media sosial. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa dengan mereka memberikan ujaran kebencian sampai melakukan diskriminasi, termasuk dalam kebebasan berekspresi.
Hal ini juga tercatat di UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang melarang, “setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”.

(Sumber: twitter.com)
Belum lama ini, ada permasalahan yang sempat heboh di media sosial Tiktok dan Twitter di mana Ali Hamza diboikot oleh netizen Indonesia karena ujaran kebencian yang rasis. Awalnya ia memberikan opini tentang masalah di negara Korea Selatan yang menyinggung agama lain di akun TikTok-nya, namun sayangnya opini dia menjurus ke arah rasisme. Bahkan di kolom komentar, dia juga menjelek-jelekkan orang Korea Selatan secara fisik maupun agama.. Selain itu, dia juga sering mengunggah video yang tujuannya adu domba antara penyuka K-Pop dengan orang awam.
Dalam mengungkapkan pendapat kita, tentu harus didasari semangat kemanusiaan yang percaya kalau setiap orang itu punya nilai yang sama, walaupun punya latar belakang golongan yang berbeda-beda. Selain itu, jangan lupa berpendapat dengan bukti-bukti yang nyata untuk mendukung opini kita, dan membangundiskusi yang rasional, bukan hanya argumen yang isinya emosi, rasa benci, dan prasangka.
Di saat yang bersamaan, kita juga tahu dan harus ingat adanya regulasi dalam kebebasan berekspresi juga bisa disalahgunakan oleh orang-orang yang memang ingin memecah belah dan menggunakan regulasi yang ada untuk pembungkam kritik, penghambat diskusi, dan lain-lain. Namun, Champ ingin mengingatkan agar kalian semua bisa tetap berani untuk mengekspresikan diri kalian dan tahu batasannya ya! Selamat Hari Demokrasi Internasional, Changemakers!