Hai, Changemakers!
Kamu tahu nggak sih, semenjak pandemi angka pernikahan di bawah umur meningkat selama pandemi terjadi di Indonesia. Bahkan berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) Republik Indonesia, angka dispensasi kawin mengalami kenaikan menjadi 64 ribu orang.
Hal ini tentu relevan dengan film yang baru-baru ini tayang di bioskop. Identik dengan warna ungu, serta mengisahkan tentang perlawanan perempuan terhadap budaya patriarki. Coba tebak, film apa?
(Foto: liputan6.com)
Film Yuni (2021)
Yup, betul! Yuni, film yang disutradarai oleh Kamila Andini ini, tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai kemarin, Kamis, 9 Desember 2021. Film ini sebelumnya telah diputar di berbagai festival film internasional dan mendapatkan nominasi. Film ini meraih penghargaan seperti masuk 14 nominasi Piala Citra di Festival Film Indonesia 2021 dan nominasi Achievement in Directing di Asia Pacific Screen Awards. Juga menjadi perwakilan Indonesia untuk kategori Best International Feature Film dalam ajang penghargaan Academy Awards ke-94 atau Piala Oscar 2022.
Sinopsis
Buat kamu yang belum nonton, film ini bercerita tentang seorang gadis remaja cerdas bernama Yuni (Arawinda Kirana) dengan impian besar untuk kuliah. Ketika beberapa laki-laki yang nggak dikenalnya datang melamar, ia menolak lamaran mereka, karena Yuni memiliki keinginan untuk bebas dan melanjutkan pendidikannya. Akibat mitos dilarang menolak lamaran lebih dari tiga kali, Yuni pun menghadapi dilema di lamaran ketiganya.
Perempuan nggak punya pilihan?
Film ini jelas mengangkat isu sosial tentang pernikahan di bawah umur yang masih dianggap lumrah sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya di pedesaan.Seakan-akan hidup perempuan , hanya untuk menikah dan mempunyai anak. Selain stigma tersebut ternyata masih banyak stigma yang yang membuat perempuan “terkesan” nggak memiliki pilihan. Seperti:
(Foto: splendidofsun.wordpress.com)
1. Kodrat perempuan
Sebagian masyarakat masih menyebutkan kalau menikah serta mengurus rumah tangga adalah kodrat perempuan. Padahal sebenarnya perempuan masih punya pilihan selain mengurus rumah tangga. Dan urusan rumah tangga nggak hanya tanggung jawab perempuan.
(Foto: conatusnews.com)
2. Perempuan baik-baik harus menurut
Perempuan yang menuruti keputusan orang lain seperti suami atau orangtua jauh dianggap lebih baik dibanding perempuan yang bicara akan pilihan hidupnya atas dasar kehendaknya sendiri. Bahkan ada mitos yang mengatakan perempuan nggak boleh menolak lamaran dari laki-laki. Mungkin ini masih terjadi terutama di daerah pedesaan. Perempuan yang nggak menurut dianggap perempuan nakal dan pembangkang.
(Foto: twitter.com/senjatanuklir)
3. Keperawanan
Saat seorang perempuan kehilangan keperawanannya, mereka akan dianggap buruk dan bahkan bisa dikucilkan dari lingkungannya. Banyak anggapan jika keperawanan merupakan hal yang penting dan harus disimpan untuk laki-laki yang tepat.
Padahal secara medis, indikator keperawanan nggak bisa dipastikan secara akurat. Apalagi jika indikator perawan atau nggak itu dinilai dari keberadaan selaput dara atau hymen. Soalnya, selaput dara perempuan bervariasi bahkan ada yang nggak punya selaput dara dari kecil.
(Foto: lifestyle.okezone.com)
4. Nggak boleh lebih dari laki-laki
Katanya perempuan akan sulit mendapatkan suami kalau pendidikannya lebih tinggi atau penghasilannya lebih tinggi. Padahal, seharusnya baik laki-laki dan perempuan punya kesempatan yang sama dalam meraih impian mereka, tanpa ada perasaan direndahkan, ketika salah satunya memiliki pencapaian yang lebih.
Nah itu tadi beberapa stigma yang mungkin masih ada dan berkembang di negara kita. Menurut kamu kira-kira stigma seperti di atas masih ada nggak sih daerah kamu? Atau ada yang lain? Bisa kamu ceritakan di kolom komentar di bawah ya!