Hai, Changemakers!
Champ punya tebak-tebakan, nih. Selain gagasan cemerlang dan sikap yang humanis, apa hal penting lainnya dalam politik?
Jawabannya adalah… partisipasi anak muda! Kehadiran anak muda dalam politik menjadi penting. Soalnya anak muda dikenal selain memiliki banyak hal inovatif, tapi juga gagasan kritis. Dengan gagasan kritisnya, anak muda bisa menjadi suara oposisi terhadap kemapanan penguasa.
Nggak cuma itu anak muda juga dikenal dengan perawakan kreativitasnya. Kreativitas anak muda penting untuk transformasi. Melalui kreativitasnya, berpotensi menghasilkan gagasan baru untuk menemukan jalan keluar berbagai persoalan sosial yang masih menjadi polemik di masyarakat.
Tapi sayang banget nih, dengan potensinya yang besar untuk membawa perubahan, ternyata masih banyak anak muda nggak peduli pada politik. Ratu Lubis dalam webinar bertajuk “Suara Pemuda, Suara Penentu”, menyatakan kalau anak muda yang nggak peduli terhadap politik bisa dibilang tinggi.
Apa yang dikatakan oleh Ratu Lubis, senada dengan catatan dari Konde.co. Catatan Konde.co menyatakan kalau anak muda menilai politik sebagai hal yang nggak penting. Rasa-rasanya apa yang ditulis oleh Konde.co, nggak berlebihan. Menghimpun dari Kompas, dari 150 responden anak muda, 90,7 persen acuh tak acuh pada informasi politik.
Duh… kalau sudah begini, kata Changemakers siapa yang salah? Dari data yang Champ dapat, sebenarnya anak muda nggak sepenuhnya salah.
Anak Muda Sering Tersakiti
Tindakan nggak peduli anak muda terhadap politik terjadi akibat sering dikecewakan oleh pemerintah. Setiap kali anak muda bersuara, suaranya nggak didengar. Seolah-olah suara anak muda ibarat sisa makanan: terbuang dan nggak berguna.
Atau jika nggak didengarkan, anak muda yang bersuara, dianggap subversif. Melalui penilaian subversif, akhirnya anak muda dibungkam.
Changemakers tau novel Laut Bercerita? Laut Bercerita menceritakan sekumpulan mahasiswa yang aktif berpolitik untuk membawa perubahan di Indonesia. Tapi, sikap kritisnya membuat dirinya direpresi, ditekan, dan disingkirkan oleh pemerintahnya sendiri. Dan kasus yang terjadi di Laut Bercerita, masih terjadi sampai sekarang.
Belum lagi cara pandang masyarakat yang mengagungkan senioritas. Dengan cara pandang senioritas, anak muda yang punya keinginan untuk terjun ke politik, dinilai belum siap karena belum punya pengalaman banyak. Istilah lainnya, diremehkan.
Akhirnya, cara pandang senioritas, membuat anak muda malas terjun ke dunia politik. Terbukti dari survei Centre for Strategic and International Studies, hanya ada 1,1 persen anak muda yang bergabung ke partai politik.
Sumber gambar: Pinterest
Politik Sebatas Drama
Sikap malas anak muda untuk terjun ke politik semakin terbentuk tatkala politik sekadar formalitas. Formalitas politik bisa dilihat dari sikap politisi yang hanya dekat dengan masyarakat jika masa kampanye. Tindakan tersebut sudah biasa terjadi kan, Changemakers?
Nah, sikap politisi yang hanya dekat dengan masyarakat kalau sekadar ada perlunya, membuat anak muda menjadi pesimis pada politik. Politik sudah dianggap gagal menjadi seni mengelola kehidupan.
Sikap pesimis anak muda Indonesia terhadap politik, menurut survei Good News From Indonesia dengan Populix juga disebabkan oleh penegakan hukum yang kacau dan korupsi yang tinggi.
Sumber gambar: Pinterest
Budaya Populer yang Menggiurkan
Klimaksnya, anak muda menjadi lebih tertarik mengonsumsi budaya populer. Banyak anak muda yang lebih memilih menikmati musik pop, anime, drakor, sinetron, dan komedi, daripada mengikuti informasi politik.
Kesenangan anak muda terhadap budaya populer bisa dilihat dari laporan Tirto.id yang menuliskan jika 49,72 persen orang Indonesia suka menonton drama Korea dengan 56,14 persen responden berusia 21 tahun sampai 26 tahun.
Mengapa anak muda lebih tertarik pada budaya populer? Karena bagi anak muda, budaya populer lebih menghibur, mendidik, dan menggairahkan. Dibandingkan informasi politik yang dianggapnya menjenuhkan.
Sumber foto: Pinterest
Keterbatasan Informasi Politik Sehat
Politik yang menjenuhkan semakin terbentuk manakala media sosial yang seharusnya menjadi ruang pendidikan politik sehat, justru nggak terjadi. Champ masih sering menemukan, akun-akun media sosial yang menjadi alat politik praktis dengan saling menjatuhkan calon pasangan.
Alhasil, anak muda yang seharusnya diberikan edukasi politik sehat, justru mendapatkan tontonan nggak bermutu.
Sumber gambar: Pinterest
Miris melihatnya ya, Changemakers.
Tapi, tenang saja. Champ punya solusi agar anak muda bisa mendapatkan informasi politik yang sehat. Champ pengen ajak kamu untuk ikutan Public Webinar: “Bangun Negeri Dengan #SuarakanCintamu, Emang Bisa?”
Acara akan dilaksanakan pada 21 Desember 2023, pukul 19.00 WIB. Kabar baiknya, acara dilakukan secara daring. Jadi, bisa diikuti oleh anak Indonesia di berbagai daerah.
Untuk pematerinya, nggak kaleng-kaleng. Ada Kak Andarini Sertianti selaku Growth and Partnership Lead, Think Policy. Kemudian, ada Kak Margianta S.J.D. selaku konsultan dan pegiat isu sosial.
Webinarnya bahas apa aja? Banyak dan bermanfaat tentunya. Membahas keterlibatan pemuda dalam integritas Pemilu, first voter dan peran pemuda dalam Pemilu 2024, toleransi dan keragaman pemuda dalam Pemilu 2024, dan motivasi untuk pemuda dalam menciptakan perdamaian Pemilu 2024.
Keren banget, kan… Yuk, para anak muda langsung daftarkan diri kalian di link berikut: https://bit.ly/daftarwebinarsuarakan Champ tunggu kamu, ya!
Referensi:
https://mojok.co/kilas/politik/optimisme-anak-muda/
https://politik.fisip.unair.ac.id/menuju-pemilu-2024-pentingnya-representasi-generasi-muda-dalam-menjawab-tantangan-di-tengah-arus-disrupsi/
https://tirto.id/anak-muda-lebih-suka-serial-korea-ketimbang-sinetron-coSM
https://theconversation.com/kaum-muda-diremehkan-di-panggung-politik-kita-perlu-dorong-peran-dan-pengakuan-mereka-sebagai-pemimpin-dan-politikus-159644
https://www.konde.co/2023/07/dear-para-politikus-apatisme-pemilu-menjalar-ke-anak-muda-dan-kelompok-minoritas.html/#google_vignette
https://dataindonesia.id/varia/detail/survei-ketertarikan-anak-muda-terhadap-politik-masih-rendah
https://www.kompas.id/baca/opini/2023/08/08/anak-muda-politik-dan-kesenjangan-demokrasi