Ditulis oleh: Literasi Pemuda Indonesia
Pemilih muda sebagai digital native memiliki dampak besar bagi demokrasi Indonesia karena menjadi persentase yang mendominasi perhitungan suara di Pemilu 2024, namun kini yang menjadi persoalan pemilih muda cenderung mengutamakan figur di atas ideologi atau kebijakan partai.
Peneliti gerakan politik di Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Muhammad Fajar, mengindikasikan bahwa pengutamaan figur di atas partai bisa jadi lebih terlihat pada kelompok anak muda ketimbang masyarakat secara umum.
Riset tahun 2018 dari peneliti politik Dirk Tomsa dari La Trobe University, Australia dan Charlotte Setijadi dari Singapore Management University menunjukkan hal tersebut bisa jadi karena gencarnya aktivisme politik berbasis figur yang diinisiasi anak muda Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Sementara itu, bagi pemilih muda terutama mereka yang baru pertama kali memiliki hak suara, keputusan politik sering kali dipengaruhi oleh arahan dari keluarga atau lingkungan terdekat. Hal ini karena emilih muda dalam rentang usia remaja mulai mengalami konflik terhadap kemandirian dan kontrol diri. Otonom dalam berpikir, termasuk menentukan pilihan mulai tumbuh pada usia ini. Namun, dalam beberapa situasi, mereka mungkin masih bingung dalam menentukan pilihan sehingga butuh bimbingan orang sekitar.
Padahal, Pemilih muda sebagai digital native memiliki akses tak terbatas terhadap informasi politik melalui media sosial dan internet. Namun, ada tantangan besar dalam memilah informasi yang valid dalam era literasi digital. Dalam sebuah penelitian, Gen Z terindikasi cenderung hanya membaca judul artikel berita dan enggan memverifikasi kebenarannya, Hal ini perlu dikhawatirkan mengingat Gen Z sering dipuja sebagai generasi yang ‘melek digital’.
Berdasarkan penelitian ini, 82% partisipan Gen Z bahkan gagal membedakan berita dan iklan. Di Indonesia, masih lemahnya kemampuan Gen Z dalam mendeteksi hoaks bisa jadi disebabkan oleh masih kurangnya kemampuan literasi digital yang mereka miliki. Berbagai akademisi mengamati banyaknya celah dalam edukasi literasi digital di berbagai jenjang pendidikan Indonesia.
Meningkatkan pendidikan literasi digital di kalangan generasi muda menjadi langkah penting, tetapi hal ini tidak cukup jika tidak diiringi dengan peningkatan partisipasi mereka dalam menyebarkan informasi yang benar dan memerangi hoaks. Inilah yang membuat peran pemilih muda sebagai digital native menjadi krusial dalam memperkuat demokrasi di Pemilu 2024.
Foto: Instagram Live Literasi Pemuda Indonesia
Dengan memahami dan mengelola informasi secara bijaksana, pemilih muda dapat membantu meredam misinformasi dan memperkuat ketahanan masyarakat terhadap pengaruh yang merugikan. Seluruh pemangku kepentingan, baik dari dunia akademik maupun pemerintah, perlu bekerja sama untuk merancang strategi baru yang dapat memperkuat literasi digital dan partisipasi politik generasi muda dalam proses demokrasi. Dengan demikian, peran pemilih muda sebagai digital native tidak hanya menjadi simbol perubahan, tetapi juga pilar penting dalam membangun masa depan demokrasi Indonesia.
Pemilu 2024 membutuhkan partisipasi aktif kita untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Yuk pemilih muda, ikuti Challenge "Memilah Informasi untuk Demokrasi" dalam Campaign #SuarakanCintamu demi masa depan demokrasi kita!