Hai, Changemakers!
Teknologi yang disambut meriah oleh masyarakat, nyatanya bisa menjadi bumerang untuk kehidupan. Ini terjadi karena di era digital, segala privasi menjadi nggak ada sekat dan nggak terbatas. Setiap orang bisa mengakses dan mengulik apa yang pernah kita lakukan di masa dulu melalui apa yang kita unggah di media sosial.
Terlebih lagi, melalui kemajuan web dan media sosial, setiap orang bisa mengutarakan apa yang ingin kita sampaikan. Meski bagus, ketika kita menyampaikan argumen di media sosial dan web, segala yang disampaikan nggak bisa benar-benar terhapus seutuhnya. Karena bisa dilihat kembali, meski udah bertahun-tahun lamanya. Ini yang disebut dengan jejak digital.
Jejak digital, ngerinya bukan main-main, Changemakers! Akhir-akhir ini, kita diperlihatkan bagaimana kengerian jejak digital, bisa merusak reputasi seseorang.
Jejak Digital dalam Panggung Politik
Di bulan Agustus, jejak digital masa lalu Ridwan Kamil ramai jadi obrolan publik. Ridwan Kamil yang kini mencalonkan diri di kontestasi Pilgub Jakarta, justru pernah membuat cuitan di media sosialnya yang menjelek-jelekkan orang Jakarta. "Tengil, gaul, glamoor, songong, pelit, gengsian, egois, pekerja keras, tahan banting, pamer, hedon. Itu karakter orang JKT. #citybranding." Diketahui cuitan tersebut dibuat pada tahun 2011.
Sumber gambar: tangkapan layar X
Bukan hanya menyudutkan orang Jakarta, ada juga jejak digital Ridwan Kamil yang mengandung unsur seksis. “Tips Bank: Sblm buka rek, lihat ukuran lingkar dada customer service anda. Kl terlalu besar, curigai. Segera pindah ke Bank lain. #MD." Cuitan tersebut juga dibuat pada tahun 2011.
Saat jejak digital masa lalu yang dibuat Ridwan Kamil kembali terangkat, beliau meminta maaf. Ridwan Kamil mengaku jika dirinya yang dulu, mudah marah dan julid, tapi kini mulai bijak.
Belum lagi kasus jejak digital yang diduga dilakukan oleh Gibran. Netizen berhasil menemukan akun Kaskus yang diduga milik Gibran dengan nama Raka Gnarly dan Fufufafa. Awalnya menggunakan akun Raka Gnarly, tapi karena lupa password menggantinya dengan akun Fufufafa.
Dalam hal ini, akun Fufufafa ditemukan menulis narasi-narasi yang menyudutkan Pak Prabowo. Salah satunya: “Istri cerai, Anak homo, Trus mau lebaran sama siapa,”tulisan yang dibuat pada Juni 2018.
Sumber gambar: tangkapan layar X
Sejauh ini, belum menemukan berita tentang klarifikasi Gibran terhadap isu yang menimpa namanya.
Berangkat dari dua kasus tersebut, terlepas dari siapa yang melakukannya, dunia virtual memang telah menjadi ruang kebebasan berekspresi, tapi ada baiknya juga untuk tetap mengedepankan nilai moral yang berlaku di masyarakat. Karena menurut SaFEnet, terdapat 48 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi di ruang digital pada April-Juni 2024. Di sisi lain, masyarakat biasanya acuh terhadap jejak digital kita dilakukan kapan, meski dilakukan di masa lalu, masyarakat tetap menganggapnya buruk.
Menghindari Jejak Digital yang Buruk
Sumber gambar: Freepik
Jadi kunci pentingnya bagi kita yang ingin menggunakan media sosial dan web adalah sikap kebijaksanaan. Sikap kebijaksanaan meliputi:
1. Membuat konten-konten dengan orientasi membangun citra diri yang positif;
2. Berpikir mendalam tentang apa yang ingin dibuat di dunia virtual. Utamanya berpikir tentang konsekuensi yang akan ditanggung. Dalam hal ini, bisa juga meminta pendapat kepada orang lain;
3. Mempelajari banyak hal terhadap satu isu yang ingin ditulis. Agar mendapatkan data mendalam;
4. Jangan asal memberikan komentar, tanpa argumen yang kuat; dan
5. Nggak sembarangan mengikuti trend di media sosial. Ini bertujuan untuk menjaga data privasi kalian.
Jejak Digital Punya Dampak yang Merugikan
Jadi harus berhati-hati sebelum melakukan tindakan di dunia digital. Karena ada banyak dampak mengerikan ketika kita mempunyai jejak digital yang buruk.
Pertama, berpotensi ditolak ketika melamar pekerjaan. Menurut laman AURA, 88 persen manajer perekrutan di Amerika Serikat mempertimbangkan memecat karyawannya dari pertimbangan konten media sosial yang dibuatnya.
Kedua, merusak reputasi diri. Jejak digital adalah bagian dari cara masyarakat menilai seseorang.
Ketiga, bisa mengancam kehidupan anggota keluarga lainnya. Sehingga bisa menciptakan kehidupan yang nggak tenang.
Keempat, memiliki potensi untuk ditolak dari perguruan tinggi.
Kelima, pencurian informasi pribadi. Sehingga, bisa merugikan secara material.
Agar kita nggak menjadi korban dari kerugian jejak digital yang negatif, ada baiknya segera membersihkannya. Caranya:
1. Membatasi apa yang dibagikan di media sosial;
2. Mengirim permintaan penghapusan konten pribadi di Google;
3. Membersihkan riwayat dan cache secara berkala; dan
4. Menghapus media sosial dan email.
Dari apa yang kita pahami tentang jejak digital, poin besarnya, harus punya sikap kehati-hatian dan kepedulian. Peduli tentang bagaimana bahasa yang kita produksi, punya dampak besar bagi kehidupan. Baik kehidupan pribadi, maupun kehidupan orang lain. Karena sejatinya, bahasa bukan sekadar kumpulan huruf dan tanda baca.
Biar kita semakin punya nilai kepedulian, Champ mau ajak kalian untuk membantu anak-anak di sekolah Kami, Bintara Jaya, Bekasi untuk bisa latihan futsal dengan nyaman. Caranya, ambil dan selesaikan Challenge 53 Anak Sekolah Kami di Bekasi Nggak Punya Alat Olahraga Layak. Bantu Yuk! Penyelesaian Challenge akan membuka donasi sebesar Rp25 ribu yang didanai Yayasan Dunia Lebih Baik. Donasi digunakan untuk membeli perlengkapan latihan, seperti kun, marker, bola, deker, dan kaos kaki. Yuk, ambil dan selesaikan sekarang juga !
Referensi:
https://nasional.kompas.com/read/2024/08/28/15022901/ramai-ramai-netizen-telusuri-jejak-digital-ridwan-kamil-pramono-anung
https://www.jawapos.com/nasional/015042153/setelah-kaesang-dan-erina-gudono-kali-ini-giliran-jejak-digital-diduga-gibran-yang-diungkit-ketahuan-pernah-jelek-jelekin-prabowo-subianto-di-medsos
https://www.industry.co.id/read/95542/4-tips-memiliki-rekam-jejak-digital-yang-positif\
https://www-aura-com.translate.goog/learn/what-are-the-consequences-of-a-digital-footprint?_x_tr_sl=id&_x_tr_tl=en&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=wapp
SAFEnet. Laporan Pemantauan Hak-hak Digital di Indonesia April-Juni 2024