Ditulis oleh: Sajajar.org
Teman-teman mungkin tidak asing dengan kerusuhan yang pernah terjadi di Kota Tasikmalaya dengan latar belakang Sara di tahun 1996. Kerusuhan yang terjadi akibat masalah sepele namun berdampak besar terhadap warga keturunan Tionghoa yang tokonya dibakar hingga warga nasrani yang gerejanya ikut dibakar.
Sumber foto: http://sejarah-kelam-indonesia.blogspot.com/
Namun, tahukah teman-teman dari kejadian tersebut, apa dampak yang dirasakan oleh warga tionghoa di tasikmalaya pasca terjadinya kerusuhan? Banyak warga Tionghoa yang mengalami trauma akibat kerusuhan tersebut. Kehancuran properti, seperti toko-toko dan rumah yang dirusak atau dibakar, serta ancaman fisik, membuat banyak orang merasa tidak aman. Dari segi aktivitas ekonomi, banyak dari komunitas Tionghoa di Tasikmalaya yang terlibat dalam sektor perdagangan. Pasca-kerusuhan, aktivitas ekonomi mereka terganggu karena kerusakan properti dan toko. Kerusuhan ini uga menciptakan jarak sosial antara masyarakat Tionghoa dan kelompok etnis lainnya di Tasikmalaya.
Secara keseluruhan, komunitas Tionghoa di Tasikmalaya mengalami proses pemulihan yang cukup panjang setelah kerusuhan tersebut. Meskipun ada upaya untuk menciptakan kembali kerukunan sosial, peristiwa tahun 1996 tetap menjadi titik balik penting yang memengaruhi dinamika sosial, ekonomi, dan politik di kota Tasikmalaya.
Meskipun memiliki Sejarah yang kelam, nyatanya Kota Tasikmalaya sudah mengalami perubahan dengan menuju kota toleran di wilayah priangan timur (Jawa Barat) sejak tahun 2022. Hal ini dibuktikan dengan terdapat 18 etnis berbeda yang selama ini hidup rukun dan terikat dalam jalinan silaturahmi Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) Kota Tasikmalaya. 18 etnis berbeda yang selama ini hidup rukun dan terikat dalam jalinan silaturahmi Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) Kota Tasikmalaya.
Melihat adanya berbagai kasus intoleransi dan konflik atas nama agama, dibentuklah Solidarias Jaringan Antarumat Beragama dan Kepercayaan atau biasa disebut SAJAJAR. Sajajar merupakan komunitas orang muda lintas paham keagamaan dan kepercayaan yang fokus melakukan Pendidikan dan advokasi dalam isu kebebasan Bergama dan berkepercayaan (KBB), toleransi, perdamaian, dan sosial dan dibentuk pada 1 Oktober 2016.
Dalam perubahan Tasikmalaya menuju kota toleransi sajajar membentuk beberapa program yang dapat menunjang hal tersebut, diantaranya Kelas Keberagaman. Kelas ini merupakan program yang mengendalikan toleransi beragama sejak dini. Program ini melibatkan anak-anak Madrasah supaya bisa belajar langsung dengan berkunjung ke rumah ibadah non-muslim. Program ini juga bekerjasama dengan PGM (Persatuan Guru Madrasah).
Program yang kedua yaitu Titik Temu, merupakan program yang mempertemukan anak muda lintas paham keagamaan untuk berdialog dengan tujuan menghilangkan prasangka negatif dan mengurangi ketegangan serta konflik anataragama. Pernahkah teman-teman mengikuti acara Titik Temu? Dalam acara tersebut kita bisa bertemu, berbincang, berdiskusi mengenai pengalaman yang pernah dialami yang berkaitan dengan toleransi dari berbagai anak muda dari semua agama. Diskusi ini memberikan kita pemahaman apa itu toleransi, hal-hal kecil yang kadang tidak kita sadari sebagai bentuk dari toleransi. Lalu kita juga berbagi pandangan terkait hal-hal yang berkaitan dengan toleransi yang pernah dialami, menarik bukan?
Untuk meningkatkan sikap toleransi banyak cara nih yang bisa temen-temen muda lakukan untuk mewujudkan Tasikmalaya sebagai kota Toleransi, salah satunya yaitu dengan mengikuti aksi Challenge campaign untuk membantu menyadarkan anak muda dalam toleransi yang dibungkus dengan challenge menarik. Yuk, anak muda Tasikmalaya, Saatnya kita tunjukkan bahwa kita bisa jadi agen perubahan! Ikuti Challenge Campaign untuk mewujudkan Tasikmalaya sebagai kota yang toleran dan damai. Bersama-sama kita bangun semangat kebersamaan tanpa memandang perbedaan. Jadilah bagian dari generasi yang peduli dan ikut ambil peran untuk masa depan yang lebih baik. ❤️