Hai, Changemakers!
Menjadi seorang sarjana, akan berada pada persimpangan, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena untuk mendapatkan sarjana, butuh perjuangan yang berdarah-darah, jadi kalau udah mendapatkan gelar sarjana pasti hati berbunga-bunga.
Tapi di satu sisi, sedih atau bingung juga karena menatap masa depan tentang karier. Pas awal-awal lulus, Champ pernah galau mikirin tentang bagaimana masa depan selanjutnya. Bukan Champ berlebihan, realitanya mendapatkan karier yang mapan di Indonesia susahnya bukan main.
Champ ternyata nggak sendirian, kok. Teman-teman Champ yang baru lulus juga merasakannya. Ini suara hati mereka tentang keresahannya perihal karier.
Sumber gambar: Universitas Gadjah Mada
Champ: Halo, kawan-kawan. Sebelum ngobrol panjang lebar, perkenalkan diri dulu.
Dito: Hola… Kenalin namaku Dito Yudhistira Iksandy. Aku lulus tahun 2024. Saat ini kesibukan aku fokus belajar bahasa Inggris dan nulis di berbagai media.
Vany: Halo… Namaku Stevany Mannuela Siburian. Aku lulus dari kampus pada bulan Juli 2024. Selain menjadi jobseeker, sekarang aku fokus pada pengembangan diri dengan mengikuti pelatihan Microsoft Excel, bahasa Inggris, dan Human Resources.
Dewi: Hai, aku Dewi Widyaningrum. Aku lulus di bulan Agustus 2024. Alhamdulillah kemarin dapat anugerah sebagai adi wisudawan FISIPOL dan mendapat beasiswa S2 Unesa. Jadinya aku ambil beasiswanya. Saat ini, kesibukan aku, lagi menempuh S2 Administrasi Publik di Unesa dan menjadi asisten dosen yang terlibat di penelitian, pengabdian, dan proyek lainnya.
Champ: Champ ucapin selamat atas gelar sarjana yang kawan-kawan dapatkan. Gimana rasanya berhasil mendapatkan sarjana?
Dito: Pasti senang. Setidaknya aku termasuk orang yang beruntung karena bisa menyelesaikan pendidikan tinggi. Tapi kesenangan yang semu. Paling sehari atau dua hari aja. Setelahnya, aku merasa ada beban. Kalau sebelum lulus, di rumah seharian nggak ngapa-ngapain, merasa bukan jadi persoalan. Beda cerita kalau udah lulus kayak gini, jadi berasa ada beban untuk segera bekerja.
Vany: Rasanya senang dan bangga. Aku bangga sama diriku karena berhasil tahan uji menghadapi berbagai rintangan selama perkuliahan.
Dewi: Tentu bahagia dan bersyukur. Serta bangga pada diri sendiri karena bisa menyelesaikan S1 tepat waktu, 4 tahun. Kemarin juga sangat menikmati euforia setelah lulus karena ada keluarga dan teman yang datang. Tapi, di balik kesenangan itu semua, aku memiliki rasa khawatir terkait rencana masa depanku dalam hal karier dan akademik.
Champ: Sebenarnya, apa yang menjadi kekhawatiran kalian setelah lulus?
Dito: Jujur, kalau soal karier aku khawatir banget nggak bisa mendapat pekerjaan dalam waktu dekat. Soalnya aku bisa dibilang lulus di waktu yang “kurang beruntung” karena keluar di tengah “badai” PHK. Jadi, sainganku bukan hanya fresh graduate, tapi juga orang-orang yang berpengalaman.
Vany: Aku khawatir karena belum tau ingin menjadi apa untuk ke depannya. Aku juga khawatir takut nggak bisa bersaing dengan berbagai fresh graduate di Indonesia. Tapi, aku punya solusi dari rasa khawatirku, yakni dengan berpikir, aku ingin belajar apa dan mau menjadi apa. Jadi aku mulai mengembangkan potensi diri dengan ikut kursus online dan belajar mandiri, khususnya bidang yang ingin aku selami.
Dewi: Aku khawatir dengan ilmu dan pengalaman yang aku miliki saat ini, takut belum cukup memenuhi dunia kerja. Terus terang aja, jurusan Administrasi Publik, prospek kerjanya terbatas ke instansi pemerintah. Jadi buat melamar di swasta, seperti sosmed, agak riskan karena belum memiliki basic skill di bidang itu. Rasa khawatir dalam diriku, juga dirasakan oleh teman-temanku yang udah lulus. Prospek lulusanku selain di pemerintahan, apa juga? Ada di perbankan, tapi saingannya kan sama anak lulusan ekonomi gitu.
Champ: Champ rasa, khawatir yang ada di benak kalian tentang dunia karier, lumrah terjadi. Karena ketika bertemu dengan teman-teman lainnya, mereka juga memikirkan hal serupa. Tapi, gimana dunia karier berdasarkan keilmuan yang kalian ambil waktu kuliah?
Dito: Sebagai lulusan Sosiologi, aku merasa kesulitan bersaing kalau hanya bermodalkan gelar aja. Selama aku mencari pekerjaan, aku baru sadar kalau jarang banget ada perusahaan yang membutuhkan lulusan Sosiologi. Pengalaman ini membuat aku beranggapan pada dua hal. Pertama, beberapa rumpun Ilmu Sosial memang “nggak laku” di industri. Kedua, belum banyak yang tahu soal Sosiologi dan bidangnya apa aja.
Vany: Sebagai lulusan Ekonomi Pembangunan, aku memandang dunia pekerjaan di Indonesia menawarkan banyak peluang dan tantangan. Salah satu tantangannya adalah ketimpangan ekonomi dan lapangan kerja yang nggak merata.
Dewi: Sebagai lulusan Administrasi Publik nantinya, sedikit jumlah lapangan pekerjaannya. Karena keilmuannya fokus ke sektor pemerintahan. Menurut saya, kalau melamar pekerjaan di luar ranah keilmuan yang saya tekuni, harus memulai dari nol lagi. Aku merasa mencari pekerjaan sebaiknya relevan sama keilmuan yang dipelajari, biar bisa digunakan pas kerja nanti.
Champ: Champ pernah merasakan jatuh bangun mengejar karier. Kalau dari kalian, bisa ceritakan jatuh bangun dalam mengejar karier?
Dito: Aku mencoba membuat strategi dengan mengasah kemampuan menulisku. Tujuannya biar punya portofolio yang bagus. Masalahnya, belajar menulis bikin bosan. Selalu bergelut untuk riset dan mengolah tulisan. Jadi, ada kalanya merasa bosan. Kalau nggak gitu, aku juga beberapa kali merasa nggak ada kemajuan. Setiap baca tulisanku rasanya cuma gitu-gitu aja, bahkan ada yang kualitasnya menurun. Hal-hal kayak gitu sih, yang sering kali jadi tantangan buat aku.
Vany: Jatuh bangunku itu, merasa insecure, akhirnya membanding-bandingkan diriku sama pencapaian orang lain. Karena rasa rendah diriku dan aku terlalu takut akan masa depanku nanti, aku mengurung diri di kamar sambil memikirkan banyak hal tentang bagaimana diriku di masa depan.
Beruntung, aku nggak sengaja menonton video dari youtuber favoritku, Zahid Ibrahim. Di videonya, ia berkata, “Hidup lah di masa kini.” Dari video itu, aku mulai belajar untuk memahami, aku ingin menjadi apa.
Dewi: Dari awal, aku berusaha dan merencanakan cara agar dapat karier yang linear sama keilmuanku. Ada banyak proses yang aku jalani. Seperti ikut organisasi, kegiatan jurusan, dan riset. Semua aku lakukan secara konsisten. Melakukan itu, aku dapat ilmu, pengalaman, dan relasi. Relasi ini berdampak positif bagi kehidupanku. Punya banyak kenalan sama mahasiswa dan dekat sama dosen. Itu membawa benefit penting.
Champ: Mengejar karier di era serba nggak menentu, memang sulit. Apakah kalian ada harapan yang ingin disampaikan?
Dito: Semoga pemerintah mau meluangkan banyak waktunya untuk fokus dengan berbagai isu seputar pekerjaan di negara ini. Aku tahu kalau masalah soal ini terlalu kompleks dan melibatkan banyak pihak di luar pemerintah. Tapi intinya, pemerintah sebagai pengampu kebijakan harus punya solusi jangka panjangnya dulu. Setelah ini selesai, langkah berikutnya pasti lebih mudah.
Vany: Harapanku dalam konteks permasalahan pekerjaan di Indonesia adalah agar lulusan baru diberikan lebih banyak akses terhadap peluang kerja yang adil dan relevan. Aku berharap perusahaan nggak hanya fokus pada pengalaman kerja, tapi juga pada potensi, semangat belajar serta kemampuan dalam beradaptasi.
Dewi: Agar lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia, diperuntukkan untuk SDM Indonesia. Nggak merekrut pekerja asing. Diusahakan juga, lapangan pekerjaan merata, nggak hanya terfokus di Jakarta dan Surabaya aja. Kendati begitu, masyarakat nggak serta merta mengkritik pemerintah. Kita juga harus kreatif menciptakan lapangan pekerjaan. Di perkuliahan ada mata kuliah kewirausahaan. Agar kita didorong memiliki jiwa pengusaha, agar bisa membuka lapangan pekerjaan.
Tips untuk Fresh Graduate dari HRD Campaign
Karier, menjadi tantangan terbesar bagi fresh graduate. Karier menjadi mimpi besar yang sulit digapai di tengah dunia yang kian tak menentu. Agar bisa memberi kebaikan pada anak muda, Kamis kemarin, Champ ngobrol sama tim People atau biasa dikenal dengan HRD Campaign. Ini ada tips karier dari tim People Campaign buat fresh graduate.
Kak Tika melihat jika fresh graduate harus membentuk pola berpikir untuk terus bertumbuh. Pola berpikir untuk terus bertumbuh penting, agar bisa terus jeli melihat peluang dan meningkatkan kompetensi yang relevan. Tapi harus dipahami, orang yang berpengalaman, belum tentu memiliki potensi. Kompetensi bisa meningkat sejalan upaya kamu untuk terus belajar dan bertumbuh.
Ketika udah punya pengalaman yang oke, jangan lupa untuk ditulis rinci di CV. Biar HR makin memahami, bagaimana diri kamu.
Beda halnya dengan tips dari Kak Tika. Kak Indah memberikan tips buat para mahasiswa agar bisa menemukan value yang ada di dalam diri. Ini penting agar bisa memahami potensi yang dimiliki.
Selain memahami diri sendiri, bagi fresh graduate harus melakukan riset tentang kebutuhan industri. Riset diarahkan untuk memahami apa yang masih banyak dibutuhkan di dunia industri?
Waktu mendengar penjelasan Kak Indah, ada narasi menarik darinya. Tentang, mengikuti kebutuhan industri yang banyak dibutuhkan. Dari narasi itu, Champ ingat, salah satu identitas anak muda adalah seorang idealis. Champ jadinya, bertanya “Dalam dunia industri, apakah harus merelakan idealis atau harus mengikuti industri? Karena bisa jadi lapangan pekerjaan yang masih banyak dibutuhkan, nggak sesuai dengan idealis mereka.”
Jawaban Kak Indah dan Kak Tika menarik banget. Keduanya menjelaskan , idealis bisa untuk nggak diruntuhkan, tapi harus berkompromi. Berkompromi pada keadaan, di satu sisi harus bijak dengan kehidupan yang terjadi karena ke depan pasti ada prioritas di luar diri kita, seperti halnya keluarga. Di sisi lain, bisa menyalurkan idealisme di ruang-ruang yang lain.
Buat anak muda, terus semangat menggapai karier kalian. Champ yakin, mimpi kalian akan terwujud ketika nggak menyerah pada keadaan. Apalagi Champ tau, jika anak muda, punya semangat api untuk mengubah hidupnya jadi lebih baik lagi.
Champ juga memahami, kalau anak muda punya spirit untuk berdampak bagi orang lain. Buat kamu yang ingin berdampak bagi UMKM, yuk ikut dan selesaikan Challenge Bantu UMKM di Jakarta Jadi Lebih Baik bersama Warung Makan Bu Suparti. Setiap menyelesaikan Challenge, akan membuka donasi Rp25 ribu yang didanai Wahyoo Ventures dan Yayasan Dunia Lebih Baik. Donasi digunakan untuk renovasi warung. Yuk ikutan sekarang!