Hai, Changemakers!
Pasti udah nggak asing sama konde, kan? Atau istilah populernya sanggul. Champ sering melihat perempuan menggunakan konde, saat acara pernikahan atau perayaan sebuah tradisi.
Perempuan yang menggunakan konde, menurut Champ pesona ayu dan kharismatiknya kian terpancarkan, apalagi waktu menggunakan kebaya. Tapi ternyata ada mitos di balik konde ini, loh. Hemmm kira-kira apa ya? Coba kita cari tahu!
Fungsi dan Mitos Konde
Di dalam buku Penataan Sanggul, konde diciptakan sebagai fungsi estetika. Konde menjadi simbol keindahan, kehormatan dan kesucian bagi perempuan. Dalam aspek kebudayaan, konde merujuk pada nilai kedewasaan dan kematangan karena menjadi identitas pada upacara adat dan pernikahan.
Selain diciptakan sebagai fungsi estetika, konde memiliki fungsi praktis sebagai pelindung rambut dan kelas sosial.
Di Jawa, konde memiliki nilai mitos yang dipercaya oleh masyarakat. Konde dianggap sebagai mahkota yang melambangkan kekuatan. Bagi masyarakat Jawa, konde dianggap “tameng” yang mampu melindungi penggunanya dari roh jahat dan energi negatif.
Menilik Identitas Konde
Meski konde memiliki nilai keintiman dengan masyarakat Indonesia, tapi apakah konde benar-benar produk budaya dari Indonesia?
Menurut Good News From Indonesia, konde dikenal oleh masyarakat Mesir kuno. Laki-laki dan perempuan Mesir kuno memiliki kebiasaan untuk mencukur rambutnya hingga gundul. Mereka melakukannya untuk menjalankan ritual keagamaan.
Di sisi lain, masyarakat Mesir kuno punya kepedulian pada estetika. Maka digunakanlah rambut palsu yang terbuat dari rambut asli manusia atau bulu binatang. Pada masa itu, konde digunakan dengan mengkombinasikannya dengan emas dan permata.
Pada perkembangannya, konde mulai dikenal di Prancis. Dalam catatan sejarah. diketahui raja Louis XIII dan putranya, Louis XIV mengenakan konde.
Dari narasi di atas terlihat kalau konde bukan berasal dari Nusantara. Meski begitu, narasi tentang konde berasal dari Mesir kuno dibantah oleh pemerhati budaya, Wigung Wratsangka.
Wigung Wratsangka menjelaskan bahwa narasi asal konde dari Mesir kuno terjadi akibat kurangnya pusaka. Bagi Wigung Wratsangka, justru konde lebih dulu muncul di Nusantara pada abad ke- 12. Ini dilihat dari wayang yang sudah ada sejak zaman Hindu dan tertulis di Arjuna Wiwaha pada abad ke-12.
Bukti lain konde berasal dari Nusantara, bisa dilihat dari prasasti Kutai, Singasari, Demak, Majapahit, Sriwijaya, dan Mataram Islam yang menjelaskan jika orang Nusantara memiliki rambut panjang. Rambut panjang itu kemudian digelung, sehingga orang dulu belum kenal dengan istilah penyebutan konde.
Kalau menurut Changemakers gimana, apakah konde budaya dari Nusantara atau dari luar?
Mengenal Konde-konde dari Indonesia
Meski ada narasi histori yang memperlihatkan konde tercipta dari luar Nusantara, Indonesia memiliki beragam konde.
1. Timpus
Sumber gambar: IDN Times
Berasal dari Sumatera Utara. Dalam bahasa batak, timpus berarti membungkus. Biasa digunakan masyarakat Batak untuk berbagai acara besar.
2. Ukel tekuk
Sumber gambar: RRI
Berkembang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ukel tekuk melambangkan perempuan seperti bunga baru mekar dan harum semerbak.
3. Ukel konde
Sumber gambar: Good News From Indonesia
Meski punya kemiripan nama dengan ukel tekuk, ukel konde berbeda dari aksesoris dan pakaian yang digunakan. Ukel konde berasal dari Solo, Jawa Tengah dan populer buat masyarakat Indonesia.
4. Ciwidey
Sumber gambar: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia
Nama ciwidey, diambil dari nama daerah yang ada di Bandung. Sesuai dengan asal-usulnya, ciwidey menjadi konde asal sunda. Penggunaan konde digunakan tepat di tengah kepala bagian belakang. Bagian depannya terdapat sunggaran atau tatanan rambut menyasak berbentuk bulat.
5. Pusung tagel
Sumber gambar: Parapuan
Pusung tagel berasal dari Bali. Biasa digunakan oleh perempuan yang udah menikah. Pusung tagel memiliki ciri mahkota yang berada di atas penyawat.
Dari konde, Champ belajar jika kebudayaan bukan sekadar kaya dengan fungsi, tapi juga kaya dengan nilai histori di dalamnya. Ia tidak lahir dari entitas tunggal. Justru karena punya banyak kekayaan sejarah, kita harus terus menjaga, merawat, dan melestarikannya. Sebab, dari sana, kita bisa melihat kehidupan penuh warna.
Tidak kalah pentingnya lagi, sebagai manusia, penting untuk mendorong setiap orang bisa belajar dengan nyaman. Yuk, ikut Challenge Dukung PAUD Ceria 05 di Pademangan Timur untuk Menyediakan Tempat Belajar Layak Bagi 54 Siswa. Dengan menyelesaikan Challenge, akan membuka donasi Rp25 ribu yang didanai Yayasan Dunia Lebih Baik. Donasi digunakan untuk menyediakan ruang kelas yang nyaman siswa dan siswi PAUD Ceria 05 di Jakarta Utara.
Referensi:
https://vokasi.kemdikbud.go.id/read/b/5-jenis-sanggul-nusantara-menurut-lkp-nindya-putri
https://www.fimela.com/beauty/read/3710206/siapa-penemu-sanggul-pertama-kali
https://fadami.indozone.id/news/441354717/mitos-sanggul-dalam-budaya-jawa-kemampuan-melindungi-dari-energi-negatif-dan-roh-jahat
Hamsar, I. 2024. Penataan Sanggul Jilid I. TAHTA MEDIA GROUP
https://www.goodnewsfromindonesia.id/infographic/sejarah-di-balik-keindahan-sanggul-nusantara