Hi, Changemakers!
Mungkin kamu udah nggak asing dengan istilah “Mental Health” atau Kesehatan Mental. Beberapa tahun belakangan ini, banyak yang turut andil dalam menyuarakan isu kesehatan mental, dan pada akhirnya kampanye ini berhasil mengedukasi dan membuat kita lebih aware dengan kesehatan mental. Di balik keberhasilan ini, ternyata banyak juga loh, yang salah kaprah dengan isu kesehatan mental, bahkan memanfaatkannya untuk mendapat keuntungan pribadi! Waduh..kok jadi gini, ya? Nggak usah heran kalau sekarang kamu bisa dengan mudah menemukan pendapat kontra A.K.A Unpopular Opinion mengenai kesehatan mental yang mengundang kontroversi! Meskipun penuh kontroversi, tapi kok, ya bikin mikir… Penasaran dengan beragam Unpopular Opinion mengenai kesehatan mental? Yuk, scroll sampai bawah!
1. Gak Produktif=Males=Depresi? Masa, Sih?
Salah satu Unpopular Opinion yang banyak diperbincangkan, yakni banyak yang menganggap rasa “malas” sebagai “depresi”. Padahal malas dan depresi itu ada perbedaanya, loh! Depresi ditandai dengan rasa sedih yang berlangsung lebih dari 2 minggu, kehilangan minat pada hal-hal yang disukai atau rutinitas, mengalami gangguan pola tidur dan makan, sulit berkonsentrasi, nggak memiliki tenaga, bahkan berupaya untuk menyakiti diri sendiri dan orang lain. Adapun depresi High Functioning dimana pengidap-nya masih bisa beraktivitas seperti biasa dengan performa yang baik, namun merasa hampa dan nggak bahagia. Sementara rasa malas diartikan sebagai nggak adanya motivasi atau keinginan dari individu untuk menjalankan tugas atau tanggung jawab. Udah keliatan kan, perbedaanya? Nyatanya depresi jauh lebih kompleks dari rasa malas, dan nggak jarang kita nggak menyadari disaat sedang depresi atau hanya malas aja. Jadi kalau ada apa-apa jangan ragu untuk meminta bantuan professional, ya untuk menghindari self diagnose.
2. Inner-Child yang terluka Bikin Susah Bahagia? 👶
Suka merhatiin konten self-development? Pasti kamu sudah sering mendengar istilah “Inner-Child”. Inner-Child adalah istilah untuk menggambarkan respons, sifat dan sikap seseorang yang terbentuk dari pengalaman masa kecil, baik pengalaman positif maupun negatif. Inner-Child yang terluka bisa menyebabkan seseorang memiliki kepercayaan diri yang rendah, ingin membahagiakan semua orang (People Pleaser), selalu mengkritik diri sendiri bahkan menjadi perfeksionis. Penyebab Inner-Child terluka juga beragam, mulai dari pengabaian, kekerasan hingga bullying.
Dengan segala trauma masa kecil yang telah terjadi, apakah seseorang dengan Inner-Child yang terluka nggak bisa bahagia? Jawabannya kebahagiaan selalu ada di tanganmu. Dikutip dari hellosehat.com penelitian yang dimuat International Journal of Qualitative Studies in Health and Well-being, pengalaman masa lalu dapat memberikan pembelajaran yang bermanfaat untuk jangka panjang, sampai kamu tua nanti. Jadi, cobalah untuk berdamai dan bersatu dengan Inner- Child untuk hidup yang lebih baik.
3. Punya Penyakit Mental Nggak Boleh Pacaran?? 👫
Banyaknya kasus KDRT dan toxic relationship yang tersebar di internet membuatmu semakin mudah menemukan statement ini. Pengidap penyakit mental berpotensi untuk menyakiti diri sendiri maupun orang lain, sehingga banyak larangan untuk menjalin kasih dengan pengidap penyakit mental.
Tapi…sebenernya pengidap penyakit mental boleh nggak sih, pacaran dan memiliki hubungan? Tentu saja, boleh. Menurut Alodokter.com, tidak semua penyakit mental bisa menghancurkan hubungan. Kamu tetap bisa memiliki hubungan yang harmonis walau memiliki penyakit mental atau pasangan dengan penyakit mental. Pengidap penyakit mental juga pantas mendapatkan cinta dan kasih sayang, pengidap penyakit mental memerlukan support system yang memahami mereka. Apabila kamu memiliki pasangan dengan penyakit mental, maka edukasi dirimu sendiri tentang kesehatan mental, jadilah pendengar yang baik bagi pasanganmu, dan usahakan selalu ada bagi untuk pasanganmu. Apabila kamu yang memiliki penyakit mental, berusahalah untuk menjadi lebih baik dengan mencari bantuan profesional.
4. Gen Z Adalah Generasi Kuat Meskipun Dijuluki Generasi Strawberry? 🍓
Perang antar generasi memang nggak ada hentinya! Baby Boomer mengomentari Generasi X, Generasi X menganggap Millennials lemah, hingga Generasi Z (Gen Z) dianggap seperti buah strawberry yang nampak indah di luar namun mudah hancur ketika mendapat tekanan. Generasi Z dikenal sebagai generasi yang mudah menyerah, sensitif dan lemah.
Tapi…apakah tekanan dan beban antar generasi apple to apple untuk dibandingkan? Berbeda dengan generasi di atasnya yang hanya berpikir untuk bertahan hidup pasca perang, Gen Z lahir ketika teknologi sudah canggih. Smartphone, internet dan media sosial sudah menjadi bagian hidup dan kebutuhan. Gen Z bisa mengakses berbagai informasi terkini dengan mudah seperti; trend fashion, gadget, hingga pencapaian teman-temannya. Akibatnya, banyak Gen Z yang stres, karena merasa takut ketinggalan tren (FOMO), takut dibandingkan, hingga iri dengan pencapaian orang lain. Mental health awareness tentunya sangat relevan dengan kondisi Gen Z yang hidup di zaman serba cepat ini. Ambisius boleh, tapi jangan sampai lupa sama kesehatan mental diri sendiri, ya.
Wah ternyata banyak juga Unpopular Opinion mengenai kesehatan mental. Dari semua poin di atas, kita jadi lebih aware opini-opini di luaran sana terkait kesehatan mental yang kadang opini tersebut bisa jadi stigma yang sering kita pikirkan. Nggak ada salahnya loh, kalau kamu masih ragu dengan poin-poin di atas dan perlu membicarakan kesehatan mentalmu ke tenaga ahli, bisa langsung konsultasi ke psikolog yang kamu kenal. “Ah mahal Champ kalau konsultasi begitu”.
Eitss, kata siapa? Kamu bisa kok, konsultasi ke psikolog yang menyediakan layanan konseling gratis. Kamu bisa cek layanan ini di situs Yayasan Pulih, Berbagi Cerita di Instagramnya @_berbagicerita.id, bisa juga cek platform Ikatan Psikolog Klinis (IPK).
Ngomong-ngomong soal mental health, kamu juga bisa sisihkan waktumu untuk mengikuti Challenge Ramaikan aksimu demi meningkatkan kesadaran pentingnya kesehatan mental di Majene Sulawesi Barat yang diselenggarakan oleh Kawan Mental dan disponsori oleh Yayasan Dunia Lebih Baik. Dengan menyelesaikan 4 aksi dalam Challenge ini, kamu akan membuka donasi sebesar Rp20 ribu yang akan digunakan untuk kegiatan Art Therapy. Keren, kan? Yuk, ikut dan selesaikan sekarang!
Sumber:
https://www.merdeka.com/khas/benarkah-generasi-z-bermental-lembek.html
https://magdalene.co/story/dilema-pacaran-dengan-pengidap-gangguan-mental/
https://www.honestdocs.id/apakah-saat-depresi-tetap-bisa-kerja-produktif#:~:text=Pada%20kondisi%20depresi%20kronis%20inilah,ini%20disebut%20depresi%20high%20functioning
https://www.alodokter.com/seputar-inner-child-yang-terluka-dan-cara-mengatasinya
https://www.alodokter.com/depresi
https://www.alodokter.com/memiliki-pasangan-dengan-gangguan-jiwa-ini-yang-perlu-dilakukan